Siswa Madrasah Belajar Tanpa Kursi dan Meja
PAKUHAJI,SNOL—Ratusan pelajar Madrasah Tsanawiyah Nurul Akbar di Desa Kramat Kecamatan Pakuhaji belajar dalam kondisi memprihatinkan. Sekolah yang berdiri sejak 1986 itu kekurangan meja dan kursi. MTs Nurul Akbar memiliki delapan kelas dengan jumlah siswa mencapai 240 orang.
Kelas VII menggunakan tiga ruangan, kelas VIII memakai dua ruangan sementara kelas IX memanfaatkan tiga ruangan. Ada juga ruangan perpustakan yang digabung bersama ruang guru dan kepala sekolah.
Dari delapan kelas tersebut, hanya lima ruangan yang dilengkapi kursi dan meja. Sisanya tidak memiliki fasilitas ‘semewah’ itu. Tiga ruang kelas lainnya bahkan tidak memiliki kursi, meja, papan tulis dan plafon. Ketiga ruang kelas yang dalam kondisi memprihatinkan itu seluruhnya diisi siswa kelas IX.
Siswa Kelas IX B, Nasaroh mengungkapkan mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan rasa takut. Dia takut tertimpa genteng atap ruang kelas yang bisa jatuh kapan saja karena tak ada plafon. Gadis manis ini juga mengaku sedih karena jika hujan datang ruang kelasnya pasti basah karena genteng yang bocor. Kegiatan belajar mengajar akan terhenti apabila hujan turun karena para guru akan memindahkan meja dan kursi ke tempat yang lebih aman.
“Bahkan anak-anak laki biasanya belajar sambil duduk di jendela karena memang tidak ada kursi dan meja,”ujar Nasaroh. Dena, siswa kelas IX A berharap ada perbaikan terhadap gedung sekolah tempatnya belajar. Dia mengaku kurang konsentrasi dalam belajar terutama saat mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional.
“Saya berharap pihak sekolah segera memperbaiki seluruh fasilitas yang rusak supaya dalam belajar merasa nyaman,”ungkapnya.
Muhammad Ma’ruf, salah seorang guru Mts Nurul Akbar menyatakan gedung sekolah dibangun pada tahun 1986 oleh keluarga Hasan Basri. Madrasah ini tidak menarik pungutan sebesar 60 ribu per semester kepada siswanya. Pembayarannya dengan cara dicicil sebanyak 16 kali. Apabila siswa menyatakan tidak mampu maka pihak sekolah akan menggratiskan biaya pungutan. Jika pelajar berasal dari kalangan anak yatim piatu maupun duafa, sekolah akan membiayai seragam dan juga peralatan sekolah.
Pada tahun 1992, salah satu dari dua madrasah tsanawiyah di Pakuhaji itu sempat diperbaiki. Tapi hingga tahun 2015, belum ada perbaikan lagi karena pihak sekolah kekurangan dana. Saat ini sekolah menampung 240 siswa-siswi. Jumlah itu jauh menyusut karena sebelumnya sekolah mampu menampung 350 siswa lebih.
“Saya hanya bisa meminta para siswa bersabar. Kami juga tetap berupaya mendidik pelajar agar mereka pintar. Sebenarnya, kami kasihan kepada para murid karena belajarnya terganggu,”katanya yang juga merupakan alumnus Mts tersebut.
Ma’ruf menambahkan, pihak sekolah sudah sering kali mengajukan proposal bantuan perbaikan Mts tersebut. Hampir setiap tahun, dia membuat proposal mulai ditunjukan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten hingga Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Tapi tak ada tanggapan hingga saat ini,”ujar pria yang sudah 10 tahun mengajar di Mts Nurul Akbar.
Kepala MTS Nurul Akbar, Cecep Efendi mengungkapkan pembangunan sekolah masih membutuhkan perjuangan. Pria yang turut mendirikan madrasah itu mengaku sekolah tersebut dibangun berlandaskan keprihatinan. Dulu, kata Cecep, sangat jarang anak-anak Pakuhaji yang bersekolah. Kemudian atas inisiatif keluarga besar Hasan Basri, pabrik penggilingan padi milik Cecep diubah sebagai sekolah supaya anak-anak Pantura bisa belajar.
“Demi mencerdaskan anak-anak Pantura, tempat penggilingan padi saya jual untuk bangun sekolah ini,”ujar pria separuh baya tersebut. Cecep mengakui kondisi seluruh ruang kelas MTs Nurul Akbar ini sungguh memprihatinkan. Lantainya mulai mengelupas sedangkan ruangannya dibantu bambu sebagai penyanggah atap.
“Jangan tanya ruangan bagus atau tidak ? Atap plafon saja tidak ada. Bila hari panas, kami kepanasan dan kalau hujan kehujanan. Yang berat itu bila hujan disertai angin kencang. Angin serta air masuk semua ke kelas sehingga sangat menganggu belajar murid,”ungkapnya. Saat ini ada 20 guru honorer serta satu guru PNS untuk mengajar siswa.
Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tangerang, Ahmad Rifaudin menjelaskan penanganan masalah sekolah swasta bukan menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Menurutnya, kerusakan yang dialami MTS Nurul Akbar merupakan salah satu diantara sekian banyaknya sekolah swasta di Kabupaten Tangerang yang rusak.
“Sebenarnya ketika sebuah lembaga dalam hal ini pihak swasta mendirikan sekolah harus sudah siap segala konsekuensi yang akan dihadapi. Dalam hal ini pemerintah hanya memberikan bantuan awal saja, seperti penyediaan lahan dan memberikan bantuan awal mendirikan bangunan sekolah,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Riefa menambahkan pemerintah juga sangat berterima kasih kepada pihak swasta. Karena dengan adanya sekolah-sekolah swasta tentunya akan sangat membantu dalam hal mencerdaskan anak bangsa.
“Kami juga sangat peduli terhadap sekolah swasta yang mengalami kerusakan. Namun memang anggarannya tidak mencukupi untuk melakukan perbaikan. Sejauh yang saya tahu kurang lebih sekitar 20 sekolah yang mengalami nasib serupa seperti MTS Nurul Akbar,” pungkasnya.
Camat Pakuhaji, Nurhalim mengungkapkan, saat ini di wilayah Kecamatan Pakuhaji ada dua sekolah swasta tingkat pertama diantaranya Madrasah Tsanawiyah Nurul Akbar. Ia sudah mengetahui kondisi swkolah swasta tersebut.
“Saya juga bingung untuk membantu Mts Nurul Akbar karena statusnya milik swasta bukan negeri. Saya berharap sekolah tersebut tetap melakukan kegiatan belajar. Saya akan melakukan yang terbaik untuk membantu mencarikan solusi, ”tandasnya. (mg26/mg27/gatot)