Hari Kartini, Momen Kembalikan Martabat

Cita-cita Raden Ajeng Kartini agar kaumnya memiliki kebebasan untuk mendapatkan pendidikan tinggi sudah tercapai. Namun tantangan baru dihadapi perempuan masa kini. Jika dahulu wanita berjuang menghadapi kesempatan memperoleh pendidikan kini kaum hawa harus berjibaku melawan kekerasan.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Pemerintahan Desa Kabupaten Tangerang, Dhian Hartati menjelaskan kekerasan menimpa perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan tercatat sebagai karyawan serta memiliki pendidikan tinggi. Kekerasan menimpa perempuan karena padatnya jadwal pekerjaan bagi wanita karir memicu terjadinya pertengkaran dengan suami.

“Sekitar 40 persen dari kasus kekerasan yang kami terima menimpa wanita karir dan berpendidikan tinggi,”ujar Dhian. Sepanjang tahun 2014, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Pemerintahan Desa Kabupaten Tangerang menerima laporan 97 kasus kekerasan pada perempuan. Sementara di tahun 2015 ini, masih nihil.

“Umumnya kekerasan terhadap perempuan adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Penyebabnya banyak, apakah itu karena masalah gairah atau masalah merawat keluarga, dan banyak lagi kekerasan lainnya. Dari 97 kasus yang masuk dalam kategori ekstrem sebanyak 20 kasus dan masuk ke ranah hukum,”ujarnya kepada Satelit News, Senin (20/4).

Dhian menerangkan, kekerasan dalam rumah tangga masih dianggap sebagai persoalan tabu. Karena itu, sangat jarang perempuan yang melaporkan kasus tersebut kepada pihak berwajib. “Ini merupakan fenomena gunung es,”tandasnya.

Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Selatan Inspektur Polisi Satu (IPTU) Nunu Suparni menambahkan selama tahun 2014, pihaknya menerima 25 kasus kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa perempuan. Sedangkan hingga April tahun ini belum ada data yang masuk.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPPKB) Tangsel, Listya Windiarti mencatat sepanjang tahun 2014 terdapat dugaan penjualan orang 303 orang, KDRT 121 kasus dan korban lain bagi anak-anak sebanyak 19 kasus. Tahun ini per April 2015, ada 18 KDRT.

Menurut Listya, adanya momen Hari Kartini sebagai pahlawan wanita maka perempuan harus menjaga harkat dan martabatnya. Menjadi wanita yang merdeka dan mandiri, mampu menciptakan lingkungan keluarga menjadi damai bukan malah menjadi tidak nyaman.

“Pada momen-momen seperti ini sangat tepat untuk mengembalikan martabat kaum wanita. Bagaimana menjadi wanita dengan hebat, bisa memberikan sumbangsih kepada khalayak umum sesuai dengan kemampuan masing-masing perempuan,”tandasnya.

Pengamat sosial dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Siti Nafsiyah Ariefuzzaman mengungkapkan penyebab kekerasan terhadap perempuan sangatlah komplek. Salah satunya ekonomi pendidikan, cemburu, agama dan keyakinan. Semua menjadi satu kesatuan dialami perempuan.

“Perlu peningkatan kualitas dan intensitas pola komunikasi dan relasi dalam rumah tangga. Sehingga tidak terjadi KDRT,” kata Naff. (mg27/din/gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.