45 Tahun Berdagang, Digusur Tanpa Kompensasi
TANGERANG,SN—Haji Asaf tampak lemas, seorang pedagang di sekitar Stasiun Tangerang ketika dua alat berat merubuhkan bangunan yang sudah 45 tahun lebih menjadi tempat tinggal sekaligus berdagangnya, Rabu (15/4). Rumah milik Asaf merupakan salah satu dari 86 unit bangunan di kawasan Pasar Lama, Kelurahan Sukarasa, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang yang dibongkar PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku pemilik lahan. Tak ada kompensasi dari pembongkaran ini.
Pembongkaran dilakukan sejak pukul 10.00 pagi hingga sore hari. Suara deru keluar dari dua unit mesin Excavator ketika kendaraan alat berat itu beraksi. Atap bangunan satu persatu dirobohkan. Suara kaca pecah terdengar keras. Kabel-kabel listrik juga terputus tertimpa bangunan. Sementara tak jauh dari lokasi, satu unit mobil pemadam kebakaran disiagakan.
Suara klakson mobil dan motor mengiringi proses penertiban yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia. Demi keselamatan, pihak kepolisian melakukan rekayasa lalu lintas dengan menutup jalan menjadi satu jalur di jalan Ki Asnawi menuju ke jalan Pasar Anyar.
Banyaknya pengendara yang menonton penertiban juga menambah kemacetan. Penertiban mendapatkan pengawalan ketat yang melibatkan 200 personil terdiri dari internal PT KAI dan aparat gabungan. Selain menggunakan alat berat excavator, petugas juga melakukan pembongkaran dengan alat lainnya seperti palu berukuran besar.
Senior Manager Humas PT AKI Daop I Jakarta, Bambang S Prayitno mengatakan, bangunan dibongkar untuk dijadikan lahan perluasan perparkiran stasiun Tangerang dan penataan ruang terbuka hijau sesuai dengan keinginan rencana Pemkot Tangerang.
“Hari ini kami bongkar 86 ruko yang sebelumnya sudah dikosongkan oleh penggunanya. Secara keseluruhan nanti ada 135 ruko yang akan dibongkar. Tapi sebanyak 49 pemilik bangunan di sekitar Stasiun Tangerang masih bertahan dengan alasan memiliki sertifikat tanah dan mengajukan gugatan ke Pengadilan. Kita tetap menghormati para pemilik toko yang belum mengkosongkan ruko karena akan menempuh jalur hukum. PT KAI memiliki berkas atas lahan tersebut dan pemilik juga mengklaim. Kita tidak masalah karena kita tetap menghormati proses hukum,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, ruko yang dibongkar berada di atas lahan milik PT KAI selama 20 tahun terakhir, tepatnya sejak tahun 1993. Ruko itu didirikan PT Hipwani Mitra dengan menyewa lahan kepada PT KAI. Pada 27 Desember 2013, masa sewa lahan telah habis dan PT KAI tidak lagi memberikan perpanjangan izin sewa lahan. Sejak masa kontrak tersebut habis, PT KAI kemudian melakukan sosialisasi kepada pemilik ruko untuk mengosongkannya.
“Kita sudah sosialisasi sejak setahun lalu pasca kontrak tersebut habis. Artinya kita sudah tempuh jalur sesuai prosedur hingga akhirnya mulai hari ini dilakukan pembongkaran,” ujarnya. Dalam proses pembongkaran ruko, PT KAI pun tidak memberikan uang ganti rugi kepada pemilik ruko karena sistemnya sewa. “Seperti orang mengontrak. Setelah habis, mereka harus tinggalkan tempat. Dan kita tidak memberikan ganti rugi,” ujarnya.
Salah seorang pedagang di pinggiran Stasiun Tangerang, H Asaf (74) mengaku sudah berjualan di tempat tersebut lebih dari 45 tahun. Dia berdagang di Stasiun Tangerang sejak tahun 1970. Tapi, dia hanya bisa pasrah ketika petugas merobohkan bangunan yang didirikannya 45 tahun silam.
“Saya memang di sini numpang, tidak ada sewa. Saya cari makan dan tinggal di sini untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menafkahi ketiga anak saya,” kata Asaf, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat. Dia menuturkan, sudah berada di Tangerang sejak tahun 1962 dan bersama istri mendirikan usaha dengan jual minuman ringan di sekitar stasiun. Meski sudah puluhan tahun berdagang, ia mengaku hasil yang dicapai tidaklah berkecukupan.
“Bangunan ini saya bangun sendiri. Sekarang sudah digusur dan saya tidak tahu mau usaha dimana lagi karena sudah tidak bisa bertahan. Saya juga tidak ada tempat tinggal lagi, paling hari ini saya cari-cari kontakan di kawasan Perum,” ungkapnya.
Pedagang lainnya, Sarno (41) mengatakan sudah berdagang di stasiun Tangerang sejak tahun 1998. Sarno mengaku memang tidak punya hak milik tetapi dia hanya punya hak guna bangun. Dia juga sudah menjadi warga Kota Tangerang.
Sarno menuturkan, karena tempat tinggal dan usahanya digusur, ia terpaksa untuk mencari kontrakan di kawasan Karawaci. Dia juga harus menjalankan usahanya di pinggir jalan pasar lama.
“Kadang saya khawatir kalau jualan di pinggir jalan karena petugas sering melakukan penertiban,” cetusnya.
Sarno menjelaskan selama menjalan usahanya, penghasilan yang didapatkan tidak menentu. Keuntungan yang dia dapat seharinya paling banyak Rp50 ribu. Tetapi dia masih bisa menyisihkan keuntungan untuk istri dan kedua anaknya.
“Keluarga sebelumnya juga di sini tetapi sekarang sudah di Tegal. Anak-anak yang sekolah di sini juga harus pindah,” ucapnya. Dia berharap ada pergantian sebagai kompensasi pembongkaran.
“Semoga ada pengertian, dapat tempat sama uang. Kontrakan sekarang sudah mahal sedangkan penghasilan kecil. Kalau dikasih tempat rusun lebih bagus. Saya di sini juga sudah menjadi warga Kota Tangerang dan ikut pemilihan walikota 3 kali,” tambanya.
Asisten Daerah Kota Tangerang, Syaeful Rohman mengatakan, terkait pembongkaran ruko tersebut menjadi kewenangan PT KAI. Tapi pihaknya memberikan catatan agar ruko itu terlebih dahulu dikosongkan, baik barang-barang atau penghuni. Kemudian, berdasarkan data yang dihimpun, sebanyak 36 pemilik ruko yang dibongkar PT KAI mengajukan gugatan hukum ke PN Tangerang.
“Dari data yang kami peroleh, ada 36 pemilik ruko yang mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan sebagai bentuk penolakan pembongkaran oleh PT KAI,” kata Syaeful.
Terkait adanya gugatan hukum itu, Syaeful meminta kepada PT. KAI menghormati upaya warga tersebut meski pembongkaran sebagian toko tetap berjalan. Syaeful juga telah meminta kepada kepada PT. KAI agar pembongkaran yang dilakukan tidak menimbulkan masalah dan kondisi ruko dalam keadaan kosong.
Lalu terkait penataan Stasiun Kota Tangerang, Pemkot Tangerang meminta PT KAI bisa membangun stasiun yang repreesentatif. Desainnya dibahas bersama dengan melibatkan Pemkot Tangerang karena ada program revitalisasi kawasan Pasar Lama.
“Kami juga meminta PT KAI memberikan ruang pedagang kepada penghuni lama. Kalau bisa dibangun tempat pertokoan dan kegiatan usaha lainnya karena hampir 90 persen pedagang adalah Warga Kota Tangerang. Jangan sampai tidak diberikan solusi,”ungkapnya. (uis/gatot)