Pencabulan Disebabkan Penyakit Jiwa
SERANG,SNOL—Kasus pencabulan anak di bawah umur, yang belakangan ini marak terjadi dibeberapa wilayah di Banten seperti, di Kabupaten Lebak dan Pandeglang diakibatkan oleh kelainan jiwa. Faktor lainnya, seperti ekonomi, internal keluarga, dan fisik sangat minim.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten Ade Rossi Khaerunnisa, Senin (13/4). Diakuinya, kasus pencabulan di Banten terbilang tinggi. Namun sayang, wanita yang akrab disapa Achi ini tidak menjelaskan secara detail jumlahnya.
Sekretaris Komisi V DPRD Banten tersebut juga menyatakan, kasus yang terakhir ditangani adalah, dugaan kasus pencabulan anak SD yang dilakukan oleh Kepala Sekolah (Kepsek) di Kabupaten Lebak. “Upaya pencegahan terjadinya kasus ini menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari orang tua (lingkungan keluarga), masyarakat, lingkungan sekolah, dan pemerintah sebagaimana amanah dari Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 yang merevisi UU Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak,” kata Rossi, Senin (13/4).
Peran keluarga menjadi sangat penting, dalam rangka memberikan perlindungan kenyamanan buat anak-anaknya. Yang menjadi miris adalah, pelaku pencabulan merupakan orang dekat atau yang dikenal oleh korban. Oleh sebab itu, hukuman bagi pencabulan adalah 15 tahun penjara, sesuai UU Nomor 35 Tahun 2014 tersebut.
Disinggung kegiatan yang dilakukan oleh P2TP2A Banten untuk menekan angka pencabulan anak di Banten, menantu Gubernur Banten non aktif Ratu Atut Chosiyah itu mengaku, pihaknya terus berkoordinasi dengan P2TP2A di Kabupaten/Kota untuk terus mensosialisasikan kepada setiap keluarga, bahwa anak harus dilindungi.
“Kami melakukan pendampingan bagi mereka yang telah menjadi korban. Memang rata-rata pelaku adalah, memiliki kelainan kejiwaan. Yang menyebabkan mereka kecanduan untuk melakukan yang sama terhadap anak yang lain,” ujarnya.
Praktisi Pendidikan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Ali Humaeni menyatakan, kasus pencabulan juga bisa terjadi karena pelaku sering menonton video porno di jejaring social, atau ponsel pribadi. Oleh karena itu, situs video porno harus segera diblokir oleh pemerintah.
“Meski ada beberapa situs yang sudah diblokir. Tapi, tetap saja para pengguna internet terutama oknum yang tidak bertanggung jawab, masih bisa melihat situs tersebut. Pelaku biasanya juga melampiaskan nafsu bejatnya terhadap anak yang masih di bawah umur, itu yang harusnya dilindungi,” ujar dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ini.
Sementara, pengurus P2TP2A Kabupaten Lebak David mengatakan, dengan adanya kejadian tersebut, tentu saja menjadi bahan evaluasi tersendiri. Terutama bagi system pendidikan sangat perlu mengevaluasi. Karena, perbuatan bejad tersebut melibatkan oknum kepsek dan guru.
“Para oknum pencabulan kepada usia dini, sudah merusak masa depan dan membunuh harapan. Saya rasa, mereka harus dilaknat serta harus di hukum seberat-beratnya. Karena, korban tidak akan sembuh begitu saja, kalau mereka mengingat kembali kejadian tersebut akan menyebakan stress yang berkepanjangan,” ujar David.
Dewan Pendidikan Kabupaten Lebak Hasan Alaidrus menambahkan, maraknya pencabulan karena faktor krisis moral yang terjadi di masyarakat, serta sangat kurang peran orang tua untuk mengawasi anak-anaknya bermain. Upaya yang harus dilakukan diantaranya, menjaga lingkungan dan harus saling mengingatkan satu sama lain.
“Semua pihak harus introspeksi melakukan perbaikan-perbaikan, dan kepada pihak berwajib harus memberikan hukuman yang sepadan kepada para oknum pelaku pencabulan tersebut, serta Pemkab harus memberhentikan dari tugasnya jangan sampai menjadi kepsek atau guru lagi,” harapnya.
Bupati Kabupaten Lebak Iti Octavia Jayabaya mengatakan, semuanya diserahkan kepada pihak kepolisian. Pihaknya, akan menunggu keputusan dan kepastian hukum dari kepolisian. Karena, kasus asusila kewenangannya masih ada di kepolisian. Kalau sudah ada keputusan, baru pihaknya akan mengurusi terkait pemecatan oknum tersebut.
“Kalau pencegahan sebetulnya sudah kami lakukan, baik kerjasama dengan para ulama, para tokoh masyarakat, dan juga dengan Peraturan Daerah (Perda) Wajib Mengaji. Tinggal, bagaimana kontrol masyarakatnya agar bersama-sama mencegah hal tersebut. Kami akan melakukan bimbingan kepada korban, supaya kejiwaannya tidak terganggu dan dia bisa melakukan aktivitas sehari-hari, serta melanjutkan sekolahnya lagi,” paparnya. (ahmadi/mg29/mardiana)