Vonis Janggal, Hakim PN Tangerang mau Dilaporkan ke KY
TANGERANG,SNOL—Aktivis lingkungan hidup menanggapi serius vonis ringan bagi pembuang limbah ke Sungai Cisadane yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang.
Putusan hakim dinilai janggal sehingga para aktivis berencana membawanya ke Komisi Yudisial (KY).
Direktur Eksekutif Wahana Hijau Fortuna (WHF), Romly Revolvere menyatakan putusan itu akan dijadikan bahan diskusi serta riset oleh jaringan pegiat lingkungan hidup, terutama yang fokus pada penegakan hukum lingkungan. WHF bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) juga akan melakukan upaya ke Komisi Yudisial.
“Kami membawanya agar putusan ini dipelajari oleh hakim Komisi Yudisial,” katanya.
Peneliti dari lembaga Pusat Hukum Lingkungan Indonesia, Raynaldo Sembiring menyatakan penegakan hukum terhadap kasus pencemaran lingkungan di sungai Cisadane dilakukan melalui jalur pidana. Tetapi sangat disayangkan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan vonis yang diberikan majelis hakim sangat ringan.
Menurutnya, undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang digunakan oleh majelis hakim untuk memberikan vonis adalah undang-undang progresif. Majelis hakim sangat penting membuktikan sejauh mana baku mutu air sungai terlampaui melalui ambang batas yang mengancam lingkungan.
“Pencemaran sungai melalui limbah kalau hanya manajernya saja yang dihukum sangatlah ringan. Seharusnya bukan hanya manajer yang dimeja hijaukan, tetapi ini adalah perbuatan korporasi dan pemilik harus bertanggung jawab. Izin perusahaannya juga harus dicabut,” katanya.
Dia mengungkapkan, dalam jangka waktu tiga sampai empat bulan terakhir, Indonesia bersyukur karena dalam kasus pencemaran lingkungan banyak yang menang. Di luar daerah Tangerang, banyak para pecinta lingkungan yang menang dan pelaku yang mencemarkan lingkungan dihukum dengan hukuman y berat.
“Itu adalah arah perbaikan yang bagus. Tetapi dengan kasus ini kita merasa tercoreng dan harus menjadi perhatian Mahkamah Agung. Kasus-kasus yang dimenangkan hakimnya sudah mempunyai sertifikat lingkungan hidup dan seharusnya yang menyidangkan juga hakim yang berlatar belakang lingkungan hidup,” bebernya.
Dia kemudian mempertanyakan vonis yang diberikan oleh majelis hakim yaitu hanya 5 bulan pidana percobaan 10 bulan. Denda yang dikenakan juga jumlahnya sangat kecil, hanya Rp25 juta subsider 1 bulan.
“Vonis tersebut tidak memberikan dampak yang besar bagi pelaku penjahat lingkungan yang membuang limbah ke sungai. Padahal sanksi itu diberikan sebagai efek jera agar tidak terulang lagi. Putusan hakim tersebut tidak mewakili keinginan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya sangat penting dilihat kerugian ekologis yang timbul dari pencemaran lingkungan. Itu juga harusnya menjadi pertimbangan hakim memberikan putusan. Dia meminta agar jaksa melakukan banding menyikapi putusan tersebut. Pengadilan tinggi Banten juga harus memonitor untuk menegakkan keadilan di dunia lingkungan hidup.
“Dampak pencemaran lingkungan sangat besar. Saya juga meminta pemerintah daerah untuk mengevaluasi hal ini. Semangat lingkungan harus ditingkatkan, evaluasi bukan hanya melihat ke depan tetapi harus juga melihat ke belakang baru kemudain kedepan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang menyidangkan kasus pembuangan limbah berbau busuk ke Sungai Cisadane dengan terdakwa Wisnu Wiguna, Pemilik PT Leo Graha, Selasa (19/8) lalu. Para hakim memberi hukuman ringan kepada terdakwa dengan menjatuhkan vonis 5 bulan penjara dan denda 25 juta rupiah subsider satu bulan. (uis/gatot)