Bahas Sodetan di Pintu 10
Hari Ini, Jokowi, Rano, Zaki, Arief dan Airin Bertemu
TANGERANG, SNOL Wacana sodetan Ciliwung-Cisadane terus menggelinding. Hari ini, sejumlah kepala daerah yang memiliki kepentingan atas rencana proyek itu akan melakukan pertemuan di Pintu Air 10 Kota Tangerang. Mereka yang hadir yakni Gubernur DKI Joko Widodo, Wakil Gubernur Banten Rano Karno, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Walikota Tangerang Arief R Wismansyah dan Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Wakil Gubernur Banten, Rano Karno usai Sholat Jumat di Masjid Raya Al-Bantani KP3B, Jumat (24/1) menjelaskan, pertemuan tersebut bukan saja membahas masalah pembangunan sodetan Cilwung-Cisadane, namun lebih mengarah dan fokus pada persoalan Sungai Cisadane. “Bila perlu nanti beliau (Jokowi) kita ajak ke hilir Sungai Cisadane, agar mengetahui secara pasti mengenai kondisinya secara langsung,” terangnya.
Rano berharap, dengan melihat kondisi Sungai Cisadane yang kerap meluap dan mengakibatkan banjir yang merendam ribuan rumah warga, serta dapat melihat secara langsung yang nantinya dapat dirumuskan solusi terbaik untuk kepentingan bersama. “Harus kita pahami bahwa kewenangan sungai lintas provinsi adanya di pemerintah pusat, dan kita dukung program pemerintah pusat. Kalau soal sodetan Ciliwung-Cisadane, tentunya harus ada normalisasi Cisadane dulu,” ujarnya.
Bupati Tangerang, Zaki Iskandar juga menegaskan bahwa pihaknya meminta pemerintah pusat untuk memperhatikan kondisi Cisadane dengan melakukan normalisasi. Zaki mengungkapkan, dengan kondisi Cisadane yang dangkal, banjir tidak bisa. “Ribuan rumah di tiga desa di dua kecamatan di Kabupaten Tangerang selalu terendam, dan ini hampir terjadi setiap tahun,” terangnya.
Pihaknya mengaku telah mengirim surat secara resmi kepada Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) atas masalah dan kondisi Cisadane agar dilakukan normalisasi, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. “Surat setiap tahun kita kirim ke Kemen PU, tapi belum juga ada respon dari pemerintah pusat,” ujarnya.
Bukan hanya itu, yang dihadapi masyarakat di wilayah Tangerang juga adanya Pintu Air 10 yang tidak dirawat dan diperbaiki oleh Kemen PU. “Pintu Air 10 itu dibangun tahun 1920 oleh Belanda, tapi sampai sekarang belum ada perbaikan atau pemeliharaan. Bayangin di zaman modern ini untuk membuka salah satu pintu air di Pintu Air 10 dilakukan oleh puluhan orang dengan menggunakan engkol. Harusnya, cukup menekan tombol, maka pintu air itu dapat dibuka dan ditutup secara elektrik,” jelasnya.
Zaki kembali menegaskan bahwa dirinya tetap menolak rencana pembangunan sodetan Ciliwung-Cisadane, jika tidak dilakukan terhadap normalisasi Sungai Cisadane terlebih dahulu. “Pemerintah daerah bisa menolak program yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat, jika mengancam keselamatan jiwa, harta dan benda masyarakat di Tangerang. Ini bukan masalah pencitraan atau politis. Saya tekankan ini untuk keselematan jiwa, harta dan benda masyarakat Tangerang,” tandasnya.
Walikota Tangerang Arief R Wismansyah mengaku akan tetap menolak wacana sodetan Ciliwung-Cisadane. “Warga Kota Tangerang hanya punya wacana normalisasi Kali Cisadane, bukan sodet Kali Ciliwung-Cisadane. Jadi meskipun sudah dinormalisasi, kami tetap menolak adanya sodetan tersebut,” tegas Arief R Wismansyah, semalam.
Dijelaskan Arief, saat ini saja air Kali Cisadane sudah tidak bisa menampung debit air, apalagi ditambah air sodetan Kali Ciliwung. Oleh karenanya, rencana sodetan Ciliwung-Cisadane bukanlah hal yang tepat saat ini. Karena yang diperlukan adalah normalisasi Kali Cisadane.
“Cisadane belum disodet saja udah bikin banjir, apalagi disodet Kota Tangerang akan kebanjiran. Kami bukan tidak peduli terhadap musibah banjir yang terjadi di Jakarta, tapi warga Kota Tangerang juga kebanjiran,” ujar Arief.
Senada, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany juga kekeuh tak akan setujui rencana sodetan Ciliwung-Cisadane. Airin menganggap, Cisadane tidak akan mampu menampung debit air Ciliwung, tanpa adanya normalisasi kedua sungai. “Yang utama, pastikan dulu, sejauh mana debit air di Cisadane mampu menampung debit air maksimal. Jangan main sodet saja, tetapi tak ada kajian atau analisis teknisnya,” katanya kemarin.
Untuk itu, ajakan berunding yang rencananya akan dilakukan hari ini disambut baik Kota Tangsel. Menurutnya, dengan cara berkomunikasi seperti inilah, jalan keluar bisa ditemukan masing-masing pemerintahan. “Saya berharap, pemerintah pusat juga ambil andil. Bagaimanapun wewenang mengelola kedua sungai besar ini ada di pemerintah pusat,” pungkasnya. (mg1/jojo/aditya/pramita/deddy/bnn)