Penetapan UMK Bisa Terganjal

Lemah Payung Hukum Kada Non Defenitif Usulkan UMK
TANGERANG, SNOL Penetapan upah mininum kota (UMK) Tangerang  2014 berpotensi bermasalah. Sebab, hingga kini belum ada kepastian terkait status kepala daerah pasca habisnya masa bakti WH-Arief pada 16 November mendatang. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Tangerang Gatot Purwanto menjelaskan, belum ada regulasi yang mengatur boleh tidaknya kepala daerah non defenitif mengajukan usulan UMK kepada Gubernur. Hal ini, jelasnya bukan tidak mungkin akan menghambat pengajuan UMK ke Gubernur Banten.
“Setahu saya belum ada payung hukum yang mengatur tentang boleh tidaknya walikota yang tidak defenitif mengusulkan UMK ke gubernur,” kata Gatot saat ditemui wartawan di ruang Komisi I DPRD Kota Tangerang, Rabu (6/11).
Gatot menerangkan, pihaknya juga sudah berkonsultasi dengan Kepala Dinas Ketenagakerjaan, terkait hal ini. “Katanya disuruh konsultasi dengan Kemendagri,” jelasnya. Terlebih saat ini posisi sekda juga merupakan pelaksana tugas. “Sekdanya juga Plt, saya juga tidak tahu apakah Plt Sekda bisa mengusulkan juga,” terang Ketua Komisi I DPRD Kota Tangerang. Pun katanya, andaikata Kota Tangerang harus dipimpin oleh pejabat sementara, maka tidak ada jaminan yang bersangkutan bisa mengajukan usulan tersebut. “Nah bisa dibayangkan kalau ternyata tidak bisa (mengusulkan ke Gubernur),” terangnya.
Terlebih terkait waktu, UMK 2014 katanya kecil kemungkinan akan ditetapkan sebelum tanggal 16 November. “Saya prediksi baru akan terjadi penetapan UMK oleh Depeko di atas tanggal 16 November, bisa saja antara tanggal 16 atau 17 November,” terangnya.
Dewan Pengupahan Kota (Depeko) sendiri yang terdiri dari unsur serikat buruh, Pemkot Tangerang dan pengusaha masih berkutat pada pembahasan besaran angka komponen hidup layak (KHL). “Sampai sekarang untuk KHL saja masih belum selesai dibahas. Sebab bagaimanapun penetapan UMK harus menunggu keluarnya hasil KHL,” kata ujar pria berkacamata ini.
Katanya, survei komponen hidup layak sebetulnya sudah selesai dilakukan, namun angka KHL memang belum diketuk palu. “Ada lima hal mendasar yang menjadi bahan pertimbangan penetapan KHL yakni KHL, inflasi, pertumbuhan ekonomi, produktivitas pekerja dan kondisi daerah sekitar,” jelasnya.
Diterangkannya, UMK hanyalah jaring pengaman terhadap para pekerja yang masa kerjanya nol tahun. Sebab pekerja yang di atas satu tahun dibahas sudah melalui bipartit. “Masalahnya seberapa efektifkah UMK ini terhadap pekerja dengan masa kerja nol tahun, sebab setahu saya dari tahun ke tahun penerimaan jumlah pekerja baru terus menurun, kalau yang sudah di atas satu tahun ibaratnya bagai bola sundul, tinggal disesuaikan saja,” terangnya.
Tren penurunan tersebut terjadi lantaran sebagian besar akibat ketidakmampuan perusahaan membayar para buruhnya. “Jika jumlahnya tetap, maka bisa dikatakan perjuangan mereka untuk menuntut kenaikan UMK berhasil,” pungkasnya.
Terpisah, Plt Walikota Arief R Wismansyah mengaku pihaknya memang belum mendapatkan laporan terkait angka pasti UMK. “Belum sampai ke saya, tinggal tunggu Depeko” terangnya. Disinggung soal tuntutan buruh yang menuntut Rp Rp 3,7, Arief belum berani berkomentar jauh. “Kita belum tahu, kita harus melihat usulan dewan pengupahan seperti. Mudah-mudahan bisa mufakat,” elaknya. Sebab bagaimanapun, lanjutnya yang diharapkan adalah agar terjadi harmonisasi hubungan antara buruh dan pengusaha, serta berjalannya investasi. Arief mengaku pihaknya tidak ingin berwacana terkait UMK dan lebih memilih mengembalikan hal ini kepada Depeko.
Sementara ketika disinggung soal kebijakan DKI yang sudah menetapkan angka Rp 2,4 juta menurutnya untuk Kota Tangerang bisa relatif. “Relatif artinya bisa sama, bisa saja kurang. Yang jelas, untuk pengobatan kesehatan jugakan digratiskan dan pendidikan juga ada beasiswa buat masyarakat miskin” jelasnya. (made)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.