Jamaah Banten Tiba di Madinah

Logo HajiPenunjuk Arah Bahasa Indonesia Tak Ada
SERANG, SNOL  Tiga kloter jamaah haji asal Provinsi Banten sudah tiba di Madi­nah dan akan masuk pemon­dokan di Madinah. Ketiga kloter tersebut adalah kloter 4, 5 dari Kota Tangerang Se­latan (Tangsel) dan kloter 6 dari Kabupaten Serang.
“Kloter 6 baru tiba tadi pagi (kemarin) waktu Madinah. Dan saat ini baru akan masuk ke pemondokan di Madi­nah,” kata Kasi Sarana dan Perjalanan Haji pada Kanwil Kemenag Banten H Chu­zaemi Abidin, saat dihubungi Satelit News, Minggu (15/9).
Dilanjutkan Chuzaemi, kondisi cuaca di Madinah se­dang panas tinggi mencapai 33 derajat celcius, bajkan jika di siang hari mencapai 42- 43 derajat Celcius. “Ini tidak baik untuk kondisi warga Indonesia, karenanya kami minta jamaah waspada. Mes­ki demikian, kondisi jamaah dalam kondisi aman terken­dali,” tambah Chuzaemi.
Untuk mengantispasi ke­mungkinan terjadi hal-hal terkait kondisi cuaca terhadap para jamaah, menurut Chuzae­mi, dokter dari setiap sektor di­siagakan selama 24 jam. “Sgar semua jamaah terkontrol, dan sigap jika terjadi apa-apa terh­adap jamaah,” ujarnya.
 
Selain itu, Chuzaemi mengim­bau agar jamaah selalu mengena­kan masker. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi udara yang diduga tercampur dengan debu-debu bangunan di sekitar Masjid Nabawi di Madinah.
Selain menyiagakan dokter di setiap daker, pihak Balai Pengo­batan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah juga telah menyediakan sekita 300 jenis obat-obatan serta menyiagakan delapan ambulans yang siap menjemput jamaah jika membutuhkan pertolongan.
Tak Ada Petunjuk Arah
Pemerintah Indonesia menge­luhkan fasilitas pelayanan jamaah haji yang disediakan pihak Arab Saudi. Di tengah kondisi Masji­dilharam dan sekitarnya yang semrawut karena proyek reno­vasi, papan penunjuk arah loka­si-lokasi penting tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia.
Pihak Indonesia wajar men­geluhkan fasilitas penunjuk arah tersebut. Sebab jamaah haji In­donesia yang terbesar dibanding­kan dengan negara-negara lain di dunia. Selain itu hampir selu­ruh jamaah haji Indonesia baru pertama kali berhaji tahun ini. “Yang sudah pernah berhaji saja, mungkin bisa bingung. Karena ada jalan-jalan baru imbas dari renovasi Masjidilharam,” ujar Sekretaris Ditjen Penyelengga­raan Haji dan Umrah Kemente­rian Agama (Kemenag) Cepi Su­priatna kemarin.
Cepi menuturkan Kemenag sedang berkoordinasi dengan perwakilan Indonesia untuk melobi pemerintah Arab Saudi. Mumpung saat ini jamaah masih banyak yang belum berangkat, Cepi berharap permintaan pihak Indonesia ini dikabulkan oleh otoritas haji Arab Saudi.
Jika nanti permintaan Indonesia itu tidak dikabulkan, tugas berat akan dihadapi petugas haji. Mulai dari tingkat ketua regu (karu), ket­ua rombongan (karom), dan petu­gas kloter lainnya. Menurut dia petugas-petugas kloter umumnya ditunjuk orang-orang yang sudah pernah berhaji. Dengan demikian diharapkan bisa membimbing ja­maah haji lainnya.
Diantara spot yang bakal memb­ingunkan jamaah haji adalah jalan dari tempat tawaf ke lokasi sai. Saat tidak ada proyek pengerjaan perluasan Masjidilharam, jalan pen­ghubung dua titik ibadah itu adalah jalan lurus. “Tetapi sekarang men­jadi berkelok-kelok. Kami khawatir karena penunjuk jalan minim, ban­yak jamaah haji tersesat,” paparnya.
Sementara itu tim kesehatan PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) sudah melakukan survei lapangan. Hasilnya, mer­eka membentuk satelit atau se­jenis klinik Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPIH) di tiga sektor. Yakni Sektor 1 di Bahmaz Jin, Sektor 5 di Jarwal Taisir, dan Sektor 9 di Bakhutmah.
Kepala Seksi Kesehatan Daker Makkah Subagio memaparkan sistem pelayanan medis itu dalam rapat koordinasi Sabtu malam waktu Arab Saudi (dinihari tadi WIB). “Kami pilih ketiga titik itu karena merupakan kantong besar jamaah haji Indonesia,” kata dia kepada tim Media Cen­ter Haji (MCH) Kemenag. Dia mengatakan kebutuhan di setiap satelit tadi adalah lemari es un­tuk penyimpanan obat-obatan.
Subagio mengatakan dari ke­tiga satelit tadi, sektor 5 diper­kirakan menjadi lokasi pelayan­an yang padat. Sebab ada satu gedung pemondokan yang berisi sekitar tujuh ribu jamaah haji dan dilengkapi 18 dokter.
Merujuk pengalaman-pengal­aman sebelumnya, keberadaan satelit pelayanan kesehatan ini sangat penting. Sebab dia mengamati bahwa tingkat atau kasus kematian jamaah haji di pemondokan sangat tinggi. Dengan semakin mendekatknya pusat layanan kesehatan itu, di­harapkan bisa menjalankan pen­anganan darurat untuk penyakit kritis. (bagas/wan/deddy/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.