Eks Walikota Cilegon Dituntut 6 Tahun Penjara, Keluarga Menangis
SERANG, SNOL Sidang kasus korupsi pembangunan Dermaga Trestle Kubangsari dengan terdakwa mantan Walikota Cilegon Tb Aat Syafaat berlangsung histeris. Anak-anak Aat shock dan menangis begitu mendengar jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK menuntut hukuman penjara selama 6 tahun.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (11/2), yang berlangsung selama 1,5 jam itu, penuntut umum KPK menyatakan dalam proyek senilai Rp 49 miliar itu, terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Terdakwa dianggap menikmati sendiri hasil korupsi sebesar Rp 7,5 miliar, almarhum Direktur Utama PT Baka Raya Utama, Lizma Imam Aryadi, sebesar Rp 7,7 miliar dan Direktur Utama PT Galih Medan Perkasa, Supardi, sebesar Rp 700 juta. Dalam hal ini, total kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa adalah sebesar Rp 15,9 miliar.
Penuntut Umum KPK melanjutkan, perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melanggar pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dengan ini kami meminta agar majelis hakim memberikan hukuman pidana selama enam tahun penjara, denda Rp 400 juta subsider kurungan lima bulan penjara. Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 7,5 miliar subsider kurungan tiga tahun penjara. Jika tidak mampu membayar uang pengganti dalam kurun waktu satu bulan, maka harta terdakwa akan disita dan dilelang oleh negara,” kata Penuntut Umum KPK, Supardi.
Dalam pertimbangan yang dipenuhi oleh massa pendukung Aat itu, Supardi mengatakan, hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan terdakwa menikmati hasilnya sendiri. Perbuatan terdakwa juga tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. “Se-mentara hal-hal yang meringankan yaitu, terdakwa belum pernah dihukum, sering sakit-sakitan dan bersikap sopan dalam menjalani persidangan,” kata Supardi.
Penyampaian tuntutan itu, menimbulkan pukulan telak bagi keluarga Aat yang menghadiri persidangan kemarin. Dua orang anak terdakwa, yakni Ratu Ati Marliati yang tak lain adalah Asisten Daerah I Kota Cilegon, serta, Ratu Amel anak keempat terdakwa langsung histeris dan nyaris pingsan lantaran shock mendengar tuntutan yang diajukan oleh penuntut. Anak Aat yang juga Walikota Cilegon Tb. Imam Aryadi, juga matanya nampak berkaca-kaca meski tidak menitikkan air mata.
Sementara, di kursi pesakitan, Aat yang tadinya nampak lelah mengikuti jalannya persidangan, terlihat bertambah lemas usai mendengarkan tuntutan Penuntut Umum KPK. Aat lantas meninggalkan ruang sidang setelah majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan.
Ditemui usai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Sukatma mengatakan, pihaknya akan menggunakan hak pembelaan. Hal itu dikarenakan, banyak pernyataan yang disampaikan oleh Penuntut Umum KPK dalam amar tuntutannya berbeda dari dakwaan dan fakta persidangan sebelumnya.
“Banyak fakta persidangan yang berbeda, seperti pernyataan Jhonny Husban dan Suherman yang menurut KPK mereka diperintah oleh Pak Aat, padahal dalam fakta sidang mereka membantah kalau diperintah oleh Pak Aat. Selain itu, dari kerugian negara juga sudah kami buktikan terbalik dalam sidang sebelumnya. Sehingga banyak hal yang terkesan dipaksakan,” ujarnya.
Secara terpisah, terkait kerugian negara yang terjadi, Penuntut Umum KPK menyatakan, meski telah terjadi pemasukan kas Pemerintah Cilegon sebesar Rp 98 miliar dalam hal pembelian lahan oleh PT Krakatau Steel, namun tidak serta merta pemasukan tersebut mampu menutup kerugian negara yang terjadi.
“Seharusnya kan, kalau memang ada pemasukan kas negara dimana dalam hal ini pemasukan kas Pemkot Cilegon sebesar Rp 98 miliar, jika tidak ada kerugian negara sebesar Rp 15,9 miliar maka pemasukan kas negara itu seharusnya dapat mencapai Rp 113,9 miliar,” kata Supardi saat ditemui usai sidang.
Jalannya Persidangan
Dari pantauan Satelit News di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang, terdakwa Aat Syafaat sampai di PN Serang sekitar pukul sekitar pukul 09.00 WIB. Dengan mengenakan jaket KPK berwarna putih, Aat turun dari mobil tahanan dan memasuki lobi utama PN Serang dengan disambut oleh sejumlah pendukung dan sanak keluarganya yang telah tiba sebelumnya. Aat lantas tidak langsung berjalan menuju ruang sidang, melainkan menuju ruang tunggu Pengadilan Negeri Serang.
Sekitar pukul 10.50 WIB, Aat berjalan menuju Ruang Sidang Utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang. Sidang kemarin dipimpin oleh mejelis hakim Poltak Sitorus dan empat orang Penuntut Umum KPK yakni Supardi, Elly Kusumastuti, Fitroh Rohcahyanto, dan Hendra Apriansyah. Sedangkan terdakwa, didampingi oleh delapan orang penasehat hukumnya.
Pelaksanaan sidang tuntutan itu sendiri relatif kondusif, bahkan cenderung tenang daripada pelaksanaan sidang biasanya. Bahkan, sangking tenangnya saat Penuntut Umum KPK membacakan amar tuntutan, nampak sesekali terdakwa terlihat tertidur dan diikuti oleh para pengunjung yang lain. (bagas/dan/enk/deddy/bnn)