Lahan Tak Bersertifikat, 170 Sekolah Rawan Sengketa
TIGARAKSA,SNOL Sebanyak 170 sekolah atau 20 persen dari 850 sekolah yang tersebar di Kabupaten Tangerang rawan terjadi sengketa. Beberapa kasus diantaranya tengah dalam proses di Pengadilan.
Meski diklaim milik pemerintah, namun lahan dan bangunan sekolah mulai dari tingkat SD hingga SLTA itu belum disertifikasi. “Kami memperkirakan sekitar 20 persen sekolah yang rawan sengketa. Status lahannya belum bersertifikat, karena belum dibebaskan,” ujar Komarudin, Sekretaris Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Tangerang kepada Satelit News, beberapa waktu lalu.
Beberapa kasus gugatan sengketa lahan sekolah yang tengah dihadapi Pemerintah Kabupaten Tangerang adalah gugatan pihak ahli waris yang mengklaim sebagai pemilik tanah SD Negeri Panongan 3 di Kecamatan Panongan, SD negeri Bojong 1 Kecamatan Cikupa dan SMP Negeri Gunung Kaler, Kkecamatan Gunung Kaler. “Kasusnya masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang,” ucapnya.
Pembebasan lahan bersengketa ini, cukup banyak menggerus alokasi anggaran untuk Dinas Pendidikan tahun 2013 ini. Menurutnya, alokasi anggaran Dinas Pendidikan tahun ini mencapai Rp900 miliar atau 30 persen dari APBD Kabupaten Tangerang. Anggaran tersebut terbagi Rp600 miliar untuk gaji guru, sisanya 70 persen untuk pembangunan fisik sekolah, termasuk di dalamnya pembebasan lahan sekolah tersebut dan 30 persen untuk nonfisik.
Menurutnya, banyaknya lahan sekolah yang belum disertifikasi karena pada awal pembangunan sekolah-sekolah tersebut secara administrasi tidak begitu baik. Dimana, pada jaman Inpres era Presiden Soeharto dulu pembangunan gedung sekolah tidak begitu memperhatikan ketertiban administrasi, termasuk proses dan surat menyurat jual beli tanah. “Sekolah dibangun, asalkan saat itu ada lahan yang kosong,” ungkapnya.
Mengenai kewenangan juga belum jelas terpetakan apakah sekolah yang dibangun tersebut aset pemerintah daerah, pemerintah pusat atau pemerintah desa. “Asal-usul lahan sekolah dan secara administrasinya memang tidak tertib,” terangnya.
Kemudian, pada saat otonomi daerah ketika kewenangan penuh diambil alih pemerintah daerah, perlahan-lahan akuntasi pemerintahan ditertibkan. Termasuk status lahan sekolah yang selama ini belum dibebaskan. Tapi, kelemahan administrasi pemerintah ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan.
“Setelah 30 tahun berlalu, para pihak yang mengklaim sebagai ahli waris mulai mengutak-atik lahan dan mencoba menguasai,” terangnya.
Sultoni anggota Komisi II Bidang Pendidikan DPRD Kabupaten Tangerang mengaku prihatin, dengan kondisi sekolah yang bertahun-tahun berdiri diatas lahan rawan sengketa tersebut. “Tentunya ini akan menganggu proses kegiatan belajar dan mengajar,” kata politisi PKS ini.(aditya/jarkasih)