Waspadai Zat Berbahaya dalam Ta’jil
PAMULANG,SNOL Memasuki bulan suci Ramadhan, sejumlah pedagang makanan ta’jil dadakan muncul hampir di setiap pinggir jalan. Namun jangan salah. Meski terlihat menggiurkan, tidak semua makanan yang dijajakan tesebut sehat dan baik untuk dikonsumsi. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) berencana melakukan sidak ke sejumlah rumah makan dan warung yang menjual makanan ta’jil.
“Sekarang sedang dibahas mengenai sidak terhadap makanan ta’jil yang dikhawatirkan tidak semuanya layak dikonsumsi masyarakat,” ungkap Kasie Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Tangsel, Muhammad Rusmin saat ditemui di ruang kerjanya.
Lebih lanjut Muhammad Rusmin mengatakan, sejumlah bahan makanan berbahaya yang kerap digunakan untuk membuat ta’jil adalah boraks sebagai pengenyal, formalin atau pengawet yang biasa di dalam tahu dan makanan lainnya hingga pewarna makanan buatan di pacar cina, kolang kaling yang ada di makanan siap saji atau makanan ta’jil yang dijual di pinggir jalan dan rumah makan.
“Zat tersebut sangat berbahaya jika dikonsumsi tubuh, imbasnya ke pencernaan bisa menyebabkan diare, syaraf bahkan kanker,” tuturnya.
Rusmin juga mensinyalir adanya zat berbahaya yang digunakan oleh tukang bumbu racik instant yang ada di pasaran. Bumbu racik tersebut biasanya tidak jauh dari tukang giling dan menyediakan bumbu racikan bakso, somay dan lainnya.
“Kami mensinyalir dia menggunakan zat berbahaya yang akhirnya dibeli oleh para pedagang makanan” urainya.
Untuk itu, Rusmin menghimbau kepada konsumen untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih makanan ta’jil. Demikian juga terhadap pedagang, Rusmin menghimbau agar tidak hanya berpikir untung sesaat saja. “Masyarakat harus lebih selektif dalam memilih makanan siap saji,”ungkapnya.
Ketidak tahuan dari pedagang terkadang juga menjadi faktor digunakannya zat berbahaya dalam pembuatan makanan. “Terkadang karena tidak tahu, pedagang asal saja menggunakan zat tersebut, padahal sebenarnya itu membahayakan. Untuk itu kami terus melakukan pembinaan,” tutupnya.
Sementara, Yanto (30) salah seorang pedagang kolak dan sebagainya mengatakan, dirinya tidak pernah menggunakan bahan pengawet ataupun pewarna, namun dirinya pernah ditawarkan oleh pedagang lainnya untuk menggunakan pacar cina yang harganya lebih murah. “Saya pernah ditawarkan pacar cina yang lebih murah harganya namun karena saya ragu, sehingga tidak membelinya,” ungkapnya. (irm/jarkasih)