Berkas Perkara SMKN 6 Dilimpahkan

SERANG, SNOL Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Banten, melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi pembangunan gedung SMKN 6 Kota Serang di Desa Priyayi, Kecamatan Kasemen, ke Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang.
Kasi Intel Kejari Serang, Yunardi membenarkan pihak Kejari Serang menerima pelimpahan berkas perkara SMKN 6 Kota Serang dari Kejati Banten. “Tapi, berkas yang dilimpahkan itu, bukan pengadaan lahan, tapi perkara pembangunan gedung SMKN 6 Kota Serang. Dan berkasnya sudah diterima kemarin dan sudah dilakukan ekpose bersama di sini (Kejari-red),” kata Yunardi, saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (15/7).
Menurut Yunardi, dari hasil ekpose bersama tim penyidik Kejati, ditemukan adanya dugaan unprosedur dalam pembangunan gedung SMKN 6, yang dibangun pada tahun anggaran 2010. “Jadi berkas hasil pelimpahan dari Kejati itu, Kejari Serang  meneruskan ke tahap pemeriksan terhadap saksi-saksi seperti yang sudah dimintai keterangan oleh penyidik Kejati Banten,” ujarnya.
Yunardi mengungkapkan, dalam pelaksanaan pembangunan proyek gedung SMKN 6 itu, dilakukan secara swakelola oleh masyarakat Desa Priyayi dengan Dinas Pendidikan  Kota Serang. Sedangkan, anggaran pembangunan tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas/Kemendikbud) tahun 2010 berupa bantuan Unit Sekolah Baru (USB) senilai Rp 1,4 miliar yang diberikan dalam 2 tahap.
Untuk mendapatkan bantuan itu, pemkot harus menyediakan dana pendamping dan lahan seluas 18 ribu meter persegi hingga 20 ribu meter persegi. “Awalnya tanah yang disediakan di Blok 007, tapi lokasi itu tidak disetujui Kemendiknas, karena berada di dataran rendah dan terdapat jurang sehingga perlu biaya banyak untuk mengurugnya,” ungkapnya.
Kemudian lanjut Yunardi, tim pembangunan USB, menyiapkan lagi lahan di Blok 008 dan tanah itu milik H Ikrom, serta warga setempat yang ditukar dengan tanah Bengkok milik Desa Priyayi dengan perbandingan 1 meter persegi banding 2 meter persegi. Pengajuan itu akhirnya disetujui Kemendiknas, hingga mengucurkan anggaran bantuan tahap pertama sebesar Rp 700 juta, dan sekolah itu mulai dibangun.
“Dalam perjalananya, ternyata masyarakat tidak setuju pertukaran tanah Bangkok, sehingga ada beberapa masyarakat yang menggugat. Lalu Pemkot Pemkot kemudian meminta persetujuan ke Depdagri  mengenai penggantian tanah Bengkok ini, tapi sampai sekarang belum ada persetujuan. Makanya pemkot belum membayarnya,” beberanya. (bagas/eman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.