Hendra Kwee, Lewat Surya Institute Berhasil Dorong Pelajar Raih 16 Emas
Hendra Kwee (33), namanya memang tidak sesohor anak-anak cerdas Indonesia yang pernah meraih medali di olimpiade fisika internasional. Namun, berkat campur tangan pengajar dari Surya Institute inilah, Indonesia berhasil menduduki lima negara teratas dalam olimpiade sains dunia.
Jika kita berkunjung ke ruang kerjanya, kesan sederhana namun apik seolah menggambarkan sosok Hendra sebenarnya. Dalam ruangan pun, Hendra tidak eksklusif sendiri, ada tiga teman lainnya yang tergabung dalam tim pembina olimpiade sains di Gedung Bundar Surya Institute, kawasan Gading Serpong, Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang.
Siapa sangka, dari balik meja sederhana itulah, tampil sosok doktor fisika lulusan William and Marie University Amerika Serikat. Sosoknya memang kalah gaung dengan anak-anak yang berhasil dicetaknya di olimpiade fisika internasional, namun berkat didikan Hendra lah, anak Indonesia tidak pernah absen meraih medali.
“Sejak tahun 2008 saya pegang anak-anak binaan Surya Institute. Diperkirakan ada 16 medali emas yang diraih mereka,” aku Hendra sembari menghitung pertahunnya berapa jumlah medali yang berhasil diraih anak didiknya.
Itu baru medali emas, belum medali perak dan perunggu yang diperkirakan lebih banyak diraih. Dengan banyaknya meraih medali dan bentuk penghargaan lain di ilmu fisika, Hendra pernah berhasil membawa Indonesia diperingkat ke tiga di dunia pada 2010.
Sedangkan pada 2006, Hendra dan tim berhasil mendidik pelajar Indonesia menjadi absolute winner, atau sebagai peserta dengan total nilai tertinggi di IPHO, Singapura. “Waktu itu hanya Cina yang mendapat medali emas, dibawahnya baru Indonesia dengan meraih empat medali emas,” ungkap pria yang dulu pernah menjadi lulusan terbaik ITB itu.
Dari sekian banyak prestasi yang pernah dicetak pelajar Indonesia, ternyata Hendra memiliki cara unik dalam melatih para juara kebanggaan negeri ini. Pria berkacamata inipun mengaku menerapkan sistem keterbukaan dalam mengajar berbagai teori dan soal.
Bahkan, saat masuk binaan atau persiapan menuju olimpiade, Hendra selalu mempersilahkan siswanya untuk protes dengan jawaban mereka yang salah. “Kita ada sesi protes nilai, dimana siswa menguji dan mendapat jawaban dari logika yang benar,” katanya.
Dengan begitu, siswa akan objektif dan proses belajar pun menjadi interaktif antara siswa dengan pembinanya. “Saya tidak mau diktator kalau pembina itu selalu benar, bisa saja ada rumus baru yang dibuat siswa dan itu dibenarkan,” ungkap Hendra.
Tentu saja kisah sukses Hendra membawa harum nama tim Indonesia di kancah internasional terdengar di negara tetangga. Tawaran untuk hijrah menjadi pembina di negara seperti Malaysia, Singapura, Amerika, hingga Arab Saudi, sempat hadir padanya. “Tapi saya tegas menolak, saya akan terus membina pelajar Indonesia. Karena banyak potensi yang belum tergali disini,” ujarnya. Hampir sama dengan prinsip Prof. Yohannes Surya, pemilik Surya Institute. Dia menginginkan pelajar Indonesia terus berjaya pada ajang olimpiade dunia.(pramita/jarkasih)