Lika-liku Hidup Sudirno, Tuna Netra Penjual Kerupuk Bangka

Sering Dicurangi Pembeli, Sukses Sekolahkan Ketiga Anaknya

Sudirno meniti trotoar, menelusuri jalan-jalan di kawasan elit Modern Land, Cikokol, Kota Tangerang. Pria 51 tahun itu sejak lahir menyandang status sebagai tuna netra. Tetapi, kekurangannya  itu tak membuat Sudirno patah arang. Buktinya, dia sukses menyekolahkan ketiga anaknya.
Tongkat alumunium itu bak mata keduanya yang menuntun Sudirno beraktivitas setiap hari. Sudirno menganggap, tongkatnya itu sebagai pengarah jalan. Berbekal tongkat itu, dia menjalani hari-harinya dengan penuh semangat untuk menjajakan kerupuknya.
Dia memikul kayu sepanjang satu meter sebagai pengait ratusan bungkus kerupuk Bangka yang siap dipasarkan. “Agar tidak berat, jadi bisa dibawa kemana-mana,” tuturnya, Senin (26/3/2012).
Jika lelah melanda, Sudirno memilih beristirahat di atas trotoar. “Tapi enggak bisa bertahan lama, sebentar lagi juga ada satpam yang mengusir saya,” kata Sudirno dengan logat Jawa yang kental.
Beruntung, tidak lama kemudian, Ashari, seorang ibu yang mengendarai sepeda motor berhenti tepat di samping Sudirno. Wanita itu membeli kerupuk dagangan Sudirno.
Dengan sigap, lilitan sobekan sarung yang menggendong kayu berisi ratusan kerupuk, diturunkannya. Tongkat alumunium sepanjang satu meter setengah pun diletakkan tidak jauh dari kayu penyanggah kerupuknya, menurutnya itu cara aman agar tidak hilang atau iseng diambil orang.
Setelah melayani pembelinya, ada satu kalimat pertanyaan rutin yang selalu ditanyakannya kepada setiap pembeli. “Maaf bu, ini uangnya berapa ya?” Tanya Sudirno sembari meraba uang yang diberikan Ashari. “Rp 20 ribu pak, ambil saja kembaliannya,” jawab Ashari dengan ramah.
Namun seperti tidak mau mengiba setiap pembelinya, Sudirno menolak pemberian pelanggannya. Dia tetap ingin mengembalikan uang kembalian Ashari. Menurutnya, pertanyaan yang rutin selalu diberikannya kepada setiap pembeli, hanya untuk memastikan berapa nominalnya.
Kebiasaan mengajukan pertanyaan tersebut, dikatakan Sudirno, berawal saat dia ditipu seorang pembeli. “Waktu itu di kawasan Golf Modern Land, ada pengendara mobil yang kata orang dekat situ, mobilnya mewah,” ujarnya.
Sang pengendara mengaku membeli empat bungkus kerupuknya, namun saat si pengendara melaju, Sudirno menanyakan pada orang sekitar berapa nominal uang yang dia terima.
Mengejutkan, dari empat bungkus yang dibeli si pengendara tersebut, hanya dibayar seribu rupiah saja. Belum lagi saat pria paruh baya asli Jepara itu kehilangan barang dagangannya, Sudirno mengaku banyak orang yang membeli tidak sesuai dengan pengakuan mereka.
“Misalnya saat saya tanya berapa bungkus, dia jawabnya hanya dua, padahal saat saya hitung lagi di rumah, saya kehilangan beberapa bungkus kerupuk,” jelas Sudirno.
Sang pemilik kerupuk, diakui Sudirno tidak akan toleransi dengan musibah tersebut, Sudirno pun harus membayar sesuai dengan pesanan awal. Belum lagi barang dagangannya yang tidak laku, baru minggu lalu Sudirno berjualan dari jam tujuh pagi hingga jam 12 siang tidak ada satu pun pembeli yang menghampirinya. “Akhirnya saya pulang saja, cape juga rasanya,” ujarnya.
Tidak hanya sekali peristiwa dicurangi tersebut dialami Sudirno, beberapa kali sering menimpanya, ternyata menjadikan Sudirno terbiasa menghadapi perilaku manusia normal yang tidak memiliki perilaku jujur. Sudirno menganggapnya sebagai tantangan dalam mencari nafkah untuk keluarganya di Jepara.
Berkat kesabarannya itulah, Sudirno berhasil menyekolahkan tiga orang anaknya di Jepara. Pria yang sehari-hari tinggal di Kampung Buaran, Kelapa Indah Kota Tangerang, ditemani seorang isteri yang juga penyandang tuna netra.
“Pokoknya demi anak dan istri, apapun saya lakukan,” ujar pria yang dulunya berprofesi sebagai tukang pijit keliling itu.(pramita)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.