Tari Ngahuma di Tengah Serbuan Modernitas
Kesenian merupakan sebuah proses kreatifitas panjang yang memiliki makna. Seni bukan hanya persoalan estetika saja, tetapi berdasarkan nilai-nilai tatanan budaya masing-masing. Ini agar pesan yang sampaikan dalam dipahami.
Nilai budaya tradisi tergilas modernitas menjadi nilai kuno di mata generasi modern, yang mengadopsi serba barat. Ini penyakit budaya modern yang hedonis, lebih kepada gaya hidup yang materialistis, dimana semuanya diukur oleh materi. Salah satu buktinya saat launcing telepon pintar yang bahkan hingga harus berakhir dengan jatuhnya korban luka.
Di tengah keresahaan dengan fakta seperti itu, ada salah seni tradisi lama yang mencoba tetap bertahan di tengah gencarnya gempuran budaya masa kini yakni prosesi Ngahuma (berladang). Prosesi ini adalah bentuk tarian sederhana tentang tata cara ngahuma, secara tehnik gerak dalam ritus Tari Ngahuma dengan tampilan begitu sederhana.
Dalam tarian itu, ada sebuah nilai budaya yang menjadi tujuan garapan. Antara sebuah pertunjukan seni ritus tari ngahuma, bukan nilai materi yang ada dalam pementasan, tetapi nilai-nilai yang berada di balik pementasannya adalah dasar pertunjukan ritus tari ngahuma itu. Yakni pengingat kepada para generasinya bahwa ngahuma bagian dari peradaban masyarakat, khususnya Pandeglang.
Semangat kebebasan, egaliterisme, kesederhanaan budaya merupakan bagian dari nilai tata hidup mereka. Hal ini akan membawa pengaruh terhadap teknologi kesenian mereka yang sederhana dan mudah dibawa kemana-mana. Cara pemikiran tata hidup ngahuma ini, menjadi motivasi dan inspirasi orang untuk membawa prinsip nilai kebudayaan leluhur menjadi sebuah karya seni yang bisa dilestarikan yang harus diketahui oleh generasi selanjutnya.
Proses ngahuma merupakan kejujuran manusia terhadap Tuhan dan alam di sinilah mulai dari ritus-ritus pemilihan hutan, hingga panen dilakukan dengan jujur dan izin secara hati-hati kepada Tuhan dan alam. Pentas tari ngahuma, selama ini hanya dipentaskan atau ditampilkan dalam acara-acara sekolah, lomba tingkat sekolah dasar, serta acara-acara rutin di daerah pelosok dalam rangka melestarikan tradisi itu.
Dalam pentas lomba tari Ngahuma ini, pernah diperlombakan di SD Sukajadi 1 Kecamatan Cibaliung. Dimana perwakilan anak-anak SD di 35 kecamatan se-Kabupaten Pandeglang mempertontonkan tarian yang merupakan kesenian dan tradisi yang sejak lama nyaris punah.
Tarian ini, tidak membutuhkan banyak orang dan tidak membutuhkan pernik-pernik yang berlebihan, paling banyak pementasannya hanya empat orang penari, terdiri dari dua orang wanita dan dua orang laki-laki, yang berdandan layaknya ibu-ibu kampung yang hendak ngahuma, sedangkan yang si laki-lakinya mengenakan celana petani tanpa pakaian.
Ketika pertunjukan ritus tari ngahuma dipertontonkan, ternyata tidak sedikit para penonton yang terkesima dengan dramatik, didukung dengan set properti dan artistik yang biasanya sudah dipersiapkan sebelumnya. Pementasan tari ngahuma, bukan sekedar ingin mengedepankan nilai-nilai kebudayaan leluhur, tapi juga dalam tatanan penampilan saja kebudayaan ini lebih menyoroti momentum dengan mempertimbangkan identitas budayanya sendiri, dan bukan hanya sekedar mengakomodir prodak-prodak imitasi.
Salah seorang pemerhati seni di Kecamatan Cibaliung, Sujana mengatakan, selama ini pihaknya memiliki keinginan yang kuat untuk tetap melestarikan kesenian ngahuma itu, walau tanpa dukungan dana atau materi dari pemerintah daerah (Pemda). Karenanya, secara perlahan dan berkesinambungan, pihaknya terus mendidik anak-anak muda di daerahnya untuk mencintai tradisi kesenian yang nyaris redup itu.
Lelaki kelahiran Pandeglang 2 Juli 1985 itu, berharap, tarian tersebut bisa ditularkan kepada seluruh generasi, karena sangat mudah dipelajari dan tidak membutuhkan banyak biaya untuk mempertontonkannya. “Ini bukan tradisi adopsi atau imitasi, tapi merupakan karya nyata anak bangsa yang selama ini lahir dari ruh generasi kampung, namun nyata bisa dilestarikan dan memiliki nilai artistik yang luar biasa untuk dijadikan tradisi daerah,” kata Sujana. (mardiana/made)