Kisah Dede Yeti, TKW asal Lebak yang Sempat Koma di Arab Saudi

RENCANA mulia Dede Yeti (59) mencari rezeki untuk keluarga dengan bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Arab Saudi berakhir menyedihkan. Warga Kampung Pasir Pulo, Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung itu mengalami koma selama dua tahun di Rumah Sakit King Fahd University sebelum akhirnya dipulangkan ke tanah air.

MULYANA Rangkasbitung

KESEDIHAN mewarnai raut wajah Yuli Dwi Kartika (30) anak bungsu pasangan Dede Yeti dan Maman Supratman (62) saat ditemui di rumahnya kemarin. Dia baru saja pulang dari RS Polri Kramatjati Jakarta, tempat ibundanya kini dirawat.

Sambil menangis, Yuli bercerita tentang kondisi terakhir ibunya. Dede Yeti kini hanya terkujur kaku tanpa bisa berbicara. Bagian tubuh seperti kaki, tangan dan bagian tubuhnya sudah tidak bisa digerakkan. Segala sesuatu yang menyangkut tubuh Dede harus dikerjakan orang lain.

Yuli, bungsu dari empat bersaudara itu mengaku sulit menerima keadaan ibunya. Sebab, ibunda tercintanya dikenal sangat baik dan taat kepada suami. Penyakit sang ibu, kata Yuli, di luar dugaan keluarga.

Dia mengaku bahagia sang ibunda dapat kembali ke tanah air. Namun kini muncul persoalan baru. Keluarganya tak memiliki cukup dana untuk membayar biaya perawatan di RS Kramatjati.

Maman Suparman, suami Dede Yeti, hanya bekerja sebagai buruh harian lepas sehingga tak mungkin mampu membayar biaya perawatan di rumah sakit.

“Saya berharap Pemerintah Kabupaten Lebak maupun Pemerintah Banten dan pusat dapat membantu dalam mengurus administrasi di RS Polri Kramatjati,”ungkap Yuli.

Menurut Yuli, ibundanya mulai bekerja di Arab Saudi pada tahun 2010. Kepergian ibunya untuk menutup utang keluarga kepada rentenir yang nilainya cukup besar.

Saat itu, sebagian rumah keluarga sudah diambil pemberi utang. Keputusan Dede berangkat juga karena tergiur upah besar yang akan diperoleh di Arab Saudi.

“Selama empat tahun dari tahun 2010 hingga 2014 komunikasi dengan ibu lancar termasuk kiriman uang untuk kebutuhan di rumah. Tapi kemudian ada informasi ibu jatuh terus mengalami pendarahan di otak. Setelah itu tidak ada lagi komunikasi bahkan majikannya tidak ada sama sekali memberikan kabar,” kata Yeni Anggraeni anak pertama Dede yang ikut datang menjemput ibunya di Bandara Soetta kahir pekan lalu bersama Maman Supratman (69) suami Dede.

Selama dua tahun, dia dan keluarga lainnya terus berusaha mencari informasi keberadaan ibunda tercintanya melalui Pemkab Lebak dan BNP2TKI. Namun tidak kunjung ada jawaban.

“Akhir April 2014 ada telepon dari KBRI namanya Pak Chairil Anwar. Dia bilang Ibu Dede mengalami kecelakaan kerja di rawat di RS di sana. Kondisinya koma,” ujar Yeni.

Saat sedang bekerja, Dede mengalami pendarahan setelah diduga terjatuh dari tangga kediaman keluarga majikannya pada 2014.

Padahal, lanjut dia, Dede sebulan sebelumnya sudah bertelepon dengan pihak keluarga. Melalui sambungan telepon, Dede memberikan kabar sudah tidak tahan bekerja di sana karena keluarga majikannya Nuroh Abduloh Nasir Al Jebren, beralamat Dammar Khobar Arab Saudi galak. Namun, dia terpaksa harus menunggu sampai ada yang menggantikannya.

“Setelah mengetahui kabar itu, kami menghubungi pihak keluarga majikan, tetapi aneh tidak ada telepon yang aktif,” terang Yeni.

Kepala BP3TKI Serang Gatot Hermawan mengatakan, setelah mendapat kabar dari keluarga, pihaknya langsung melakukan penelusuran ke KBRI. “Setelah dilakukan pencarian ternyata benar. Ibu Dede sakit karena mengalami pendarahan di otak,” jelasnya.

Pihaknya juga langsung berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Hasilnya, pun ditanggapi positif oleh Pemkab Lebak dan Pemprov Banten. “Kita hanya membantu memulangkan, di sinilah pemerintah hadir,” ujarnya.

Baru di hari Sabtu (15/10) lalu, Yuli dan keluarga mendapat kabar dari BNP2TK bahwa sang ibunda berada di RS King Fahd University dan akan segera dipulangkan ke Indonesia.

“Informasinya ibu saya diterbangkan pada Jumat malam dari RS King Fahd University,” ujarnya.

Asisten Daerah (Asda) IV Setda Lebak, Tajudin Yamin mengatakan pihaknya akan segera berkordinasi dengan dinas terkait persoalan pembiayaan Dede Yeti. Namun, secara jelas, Pemkab Lebak dalam hal ini akan membantu pembiayaan RS hingga sembuh.

“Walaupun tidak besar tapi Pemkab Lebak akan berupaya membiayai perawatan kesehatannya hingga sembuh,” ujarnya.

Dia menyayangkan, jika BNP2TKI selalu berkordinasi dengan Pemerintah, kondisi TKI asal Lebak ini tidak akan seperti ini. Namun karena tidak ada komunikasi hasilnya seperti ini.

“Karena Dede Yeti ini bukan warga Negara Arab, kemungkinan pihak RS-nya tidak begitu intens merawat TKI tersebut sehingga sekujur tubuhnya tidak bisa digerakan. Saya juga miris melihatnya,” ujarnya. (gatot/satelitnews)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.