Suplai 25 Persen Jawa-Bali, Ratusan Ribu KK di Banten Malah Belum Nikmati Listrik
SERANG,SNOL Dari total 2.988.811 kepala keluarga (KK) di Banten, hingga saat ini sebanyak 216.986 KK atau sekitar 7,26 persennya belum menikmati listrik. Selain tidak mampu membeli jaringan Kwh sendiri, permukiman mereka jauh dari saluran utama tegangan menengah (SUTM).
Informasi dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Banten, yang belum teraliri listrik di Kabupaten Pandeglang sebanyak 63.376 KK, Kabupaten Lebak sebanyak 64.907 KK, Kabupaten Tangerang sebanyak 24.946 KK dan Kabupaten Serang sebanyak 48.780 KK.
Kota Cilegon sebanyak 5.531 KK, Kota Serang sebanyak 8.863 KK dan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sebanyak 583 KK. Sedangkan untuk Kota Tangerang tidak ada.
Kepala Distamben Banten Eko Palmadi mengatakan, untuk mengusir kegelapan, warga menggunakan lampu tempel berbahan bakar solar karena saat ini minyak tanah langka di pasaran. Namun ada juga mereka yang mengambil jaringan dari tetangga atau keluarga terdekat.
“Ribuan KK di Banten ini belum menikmati listrik sejak puluhan tahun silam (mereka tinggal di kampung tersebut, red) sebelum Provinsi Banten terpisah dari Provinsi Jawa Barat (Jabar) tahun 2000 silam,” kata Eko, saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, dalam menerima Peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LV Tahun 2016 Lemhanas RI di Banten, Senin (22/6).
Ribuan KK tersebut jelas aktivitasnya terganggu karena saat ini kegiatan sehari-hari terutama kegiatan rumah tangga dan yang lainnya menggunakan sarana listrik. Total warga Banten saat ini berjumlah sekitar 11.955.243 jiwa.
“Ironis memang, disaat Banten menyuplai listrik sekitar 25 persen dari industri PLTU di Banten untuk kebutuhan listrik Jawa dan Bali, namun warganya malah ada yang belum menikmati listrik,” papar Eko.
Saat disinggung upaya yang dilakukan oleh Distamben Banten untuk meminimalisir warga Banten yang belum menikmati listrik tersebut, Eko mengaku, pihaknya sudah menganggarkan dana sekitar Rp 25 miliar untuk Program Listrik Masuk Desa (Prolisdes) tahun 2016 ini.
Sayangnya hal itu terkendala aturan Undang-Undang (UU) Nomor 23 / 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Dalam aturan tersebut setiap penerima bantuan hibah atau bantuan sosial (bansos) harus memiliki badan hukum.
“Enggak mungkin kan warga miskin harus memiliki badan hukum. Makanya kita juga bingung,” kata Eko.
Pemprov Banten, katra Eko, sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan aparat penegak hukum di Banten untuk mencarikan solusi terkait permasalahan tersebut. Namun hingga saat ini belum memiliki titik temu.
“Bahkan kita juga mengusulkan agar ada payung hukum turunan yang mengatur UU Nomor 23 / 2014, namun belum juga keluar. Malah Kemendagri mengeluarkan Permendagri Nomor 200/ 2016 tentang Bantuan Hibah tetap saja dalam aturan itu syarat penerima harus berbadan hukum,” paparnya.
Selain itu, kata Eko, pihaknya selalu menjadi bulan-bulanan warga dan anggota DPRD Banten karena anggaran sekitar Rp 25 miliar tidak terserap. Padahal, persoalan itu bukan keinginan Distamben melainkan karena aturan. “Mudah-mudahan ke depan ada solusinya,” kata Eko.
Sekda Banten Ranta Soeharta tak menampik masih banyaknya warga Banten yang belum menikmati listrik. Atas dasar ini, beberapa daerah di Banten masih dikategorikan sebagai daerah tertinggal oleh pemerintah pusat.
“Makanya dalam kesempatan ini kita sampaikan juga ke Lemhanas RI agar persoalan kelistrikan di Banten bisa disampaikan ke pemerintah pusat,” harap Sekda.
Tenaga Muda Lemhanas RI Mayjend TNI Tangka Tampubolon menyatakan, persoalan kelistrikan ini memang tidak hanya terjadi di Banten melainkan di seluruh daerah di tanah air. Oleh karena itu, pihaknya akan segera menggelar koordinasi dengan kementerian terkait.
“Kalau kita (TNI,red) tentu juga bisa membantu secara teknis seperti TMMD (TNI Manunggal Membangun Desa,red) dan lain-lain,” jelasnya. (ahmadi/made)