Sidang Suap Bank Banten Panas, Saksi Sudutkan DPRD Banten
SERANG,SNOL Sidang kasus dugaan suap pendirian Bank Banten dengan terdakwa mantan Direktur PT BGD Ricky Tampinongkol berlangsung panas, Selasa (22/3). Hampir semua saksi menyudutkan anggota DPRD Banten. Beberapa di antaranya menyebut nama Asep Rahmatullah, Ketua DPRD Banten.
Sidang yang dipimpin M Sainal menghadirkan sepuluh saksi, yaitu Gubernur Banten, Ketua DPRD Banten, Wakil Ketua DPRD Banten yang juga tersangka SM Hartono, Sekda Banten Ranta Soeharta, Plt Sekwan DPRD Banten Anwar Masud, Kepala Disperindag Banten (mantan Kepala DPPKD Banten) Wahyu Wardana, M Yanuar dan sejumlah sopir pejabat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Serang, Selasa (22/3), Gubernur Banten menyebutkan, sebelum kasus tersebut terungkap di KPK, Ricky Tampinongkol selaku Dirut PT BGD menyampaikan ada oknum anggota dewan yang meminta uang agar proses pembahasan penyertaan modal Bank Banten mulus di parlemen.
“Memang saya mendengar itu (permintaan uang dari dewan-red). Tapi Pak Ricky juga tidak menyebutkan nama anggota dewan tersebut,” kata Rano.
Saat ditanya oleh JPU KPK Haerudin, terkait tindakan Rano menyikapi rencana penyuapan anggota dewan tersebut, Rano menyatakan sejak awal sudah berupaya agar tindakan yang melawan hukum tersebut tidak dilakukan oleh anak buahnya.
Kendati demikian, dia juga mengaku tidak mampu mengawasi setiap waktu. “Sejak awal melantik Ricky, saya sudah sampaikan, bekerjalah sesuai aturan. Kalau saya tahu Ricky akan memberikan uang ke dewan, tentu tidak akan saya izinkan,” katanya.
Dalam sidang tersebut juga ditayangkan rekaman suara dan transkrip percakapan antara Rano Karno dan Ricky Tampinongkol selaku Direktur PT BGD dalam pembahasan rencana fit and propertest dalam rangka akuisisi salah satu bank oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam percakapan tersebut sempat disinggung soal dua terdakwa lainnya yakni SM Hartono dan FL Tri Satya Santosa alias Sony.
“Boleh perhatikan sejenak majelis hakim ada di subjek 865 dan 5553. Saudara saksi (Rano-red) kan tahu, ada dewan yang tidak disebutkan nama itu minta uang. Terkait dengan itu poinnya bahwa menyatakan, Sony kok tahu Hartono mau ketemu. Itu maksudnya bagaimana saudara bicara seperti itu? Kemudian mengapa terdakwa Ricky bicara soal tuntas, tuntas tuntas lah sama dia, itu maksudnya tuntas penyelesaian permintaan dewan (permintaan uang-red)?” kata Jaksa.
Rano menjawab, maksudnya adalah selama pembahasan penyertaan modal Bank Banten oleh Pemprov Banten melalui BGD dan Hartono belum pernah mengikutinya. Sehingga harus diberikan penjel hadir, cuma materinya supaya beliau paham. Kalau mendengar nama baru di sini,” kata Rano.
Kebijakan Rano terkait pembentukan Bank Banten juga dipertanyakan majelis hakim. Menurut Rano, perlunya dibentuk Bank Banten merupakan amanat Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2012-2017. Menurut dia, jika Bank Banten tidak terbentuk sampai 2017 maka kepala daerah bisa dianggap gagal.
Rano juga mengaku tidak pernah mengetahui tentang adanya setoran terhadap para anggota dewan khususnya banggar terkait uang atau sangu dari TAPD dalam setiap kali kegiatan kunjungan kerja maupun studi banding. “Saya tidak tahu Pak. Kalau tahu, sudah tentu saya larang,” katanya.
Saksi lainnya, SM Hartono yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini langsung membeberkan bahwa dirinya diamanatkan sejumlah uang yang dimintakan kepada Sony sebesar Rp5 miliar. Amanat tersebut disampaikan oleh Ketua DPRD Banten Asep Rahmatulloh.
“Saya kurang tahu, mengapa kok Pak Asep itu ga langsung ke Sony saja. Mungkin ini kan sama-sama dari fraksi yang sama (PDI Perjuangan-red),” kata Hartono.
Sekitar tanggal 26 Oktober 2015, kata Hartono, saat Sony ada di ruangan dirinya selaku pimpinan dewan. Ia menyampaikan amanat tersebut kepada Sony. Saat itu Sony pun kaget dan langsung menghubungi ketua dewan untuk melakukan klarifikasi.
“Dalam amanatnya Pak Ketua (Asep, red) memang meminta ke Pak Tri (Sony-red), kelanjutannya memang ke BGD. Di ruang kerja saya, Pak Tri menelepon ketua. Waktu itu ketua sedang undangan di Anyar dan segera merapat untuk membahas permintaan tersebut. Saat itu juga Sony meminta kepada saya agar tidak khawatir terhadap Asep, karena Asep merupakan anggota dari fraksi yang sama,” kata Hartono.
Jaksa kemudian memastikan pernyataan Hartono tersebut. “Yakin, orangnya ada loh,” kata Jaksa, “Siap yakin Pak,” timpal Hartono.
Tetapi, kata jaksa, berdasarkan keterangan-keterangan saksi sebelumnya, saudara (Hartono-red) lah yang banyak meminta uang. Bahkan mengancam tidak akan menghadiri paripurna.
“Didengar keterangannya. Malah Hartono yang banyak minta. Kalau ga diberi, ga hadir rapat. Makanya BGD bingung, diberilah uang itu ke saudara,” kata Jaksa.
Selain Hartono, mantan Kepala Bappeda Provinsi Banten M Yanuar juga turut menyudutkan Asep. Pasalnya, dalam kesaksiannya, Yanuar mengungkap bahwa Asep pernah memanggil dirinya di ruang kerja Ketua DPRD Banten.
Saat itu Asep meminta kepada dirinya untuk disiapkan uang agar pembahasan APBD Banten berjalan lancar. Saat itu Asep meminta sekitar Rp300 juta dengan perincian Rp200 juta untuk banggar dan Rp100 juta untuk pimpinan.
“Saya sempat komunikasikan dengan Ketua Harian Banggar Pak Tri alias Sony, dan dia berkata tidak usah Pak, Pak Ketua gampang. Akan tetapi saya sendiri agak takut, tapi Pak Sony saat itu memastikan jika ketua merupakan anggota fraksinya. Hingga akhirnya tidak saya alokasikan,” kata Yanuar.
Meski begitu, Yanuar membenarkan pihaknya kerap memberikan ‘iuran’ antar-SKPD untuk memberikan ‘sangu’ atau perbekalan kepada anggota banggar yang akan kunker maupun studi banding.
Hal itu dilakukan lantaran dirinya takut terjadi perlakuan kasar anggota dewan kepada dirinya kembali terulang. “Saya juga takut Pak. Pernah dikatain dazal saat rapat dengan banggar,” kata Yanuar.
“Apa itu dazal,” kata Jaksa, “Kalau kata ahli agama mah, orang yang jadi satu. Jelek dan menyeramkan, itu yang saya ingat di Hotel Great Western Serpong Tangerang,” kata Yanuar.
“Kenapa bisa seperti itu,” kata Jaksa, “Mungkin karena keinginannya belum diakomodasi,” timpal Yanuar.
Yanuar juga membenarkan penyerahan uang sebesar Rp50 juta kepada banggar untuk uang tambahan studi banding ke DPRD Jawa Tengah. Dana tersebut merupakan hasil patungan antara dirinya dengan Kepala DPPKD Banten.
“Benar. Itu uang Rp30 juta honor saya dan Rp20 juta uang Pak Wahyu. Sebenarnya itu juga nanti diganti sama iuran SKPD yang untuk keperluan anggota banggar yang akan melakukan perjalanan,” kata Yanuar.
Menyikapi pernyataan pedas dari Hartono dan Yanuar, majelis hakim yang diketuai M Sainal memberikan kesempatan kepada Asep Rahmatullah untuk mengklarifikasinya. “Apa benar yang dikatakan oleh dua saksi ini saudara saksi Asep,” katanya.
“Tidak benar, setelah saya diisukan dan setelah ada ribut-ribut. Saya sudah sampaikan ke Sony, kalau ada seperti itu jangan bawa-bawa saya,” kata Asep. (ned/aep/gatot/bnn/satelitnews)
harus di usut sampai tuntas.