Minta Ganti Sekdes Via SMS
TIGARAKSA,SNOL Sudah sepuluh desa di Kabupaten Tangerang mengajukan surat permintaan resmi untuk mengganti sekretaris desa. Namun, ada banyak kades yang meminta pergantian sekdes melalui pesan singkat atau short message service (SMS).
Kepala Bidang Pemerintahan Desa BPMPPD Kabupaten Tangerang Imam Hidayat pihaknya sudah menerima 10 permintaan mengganti sekretaris desa dari kalangan PNS. Jumlah tersebut diprediksi terus bertambah.
“Banyak kades yang kirim SMS ke saya. Minta sekdes-nya diganti. Jadi saya kira, permintaan mengganti sekdes akan terus meningkat,”ungkap Imam, Senin (30/11). Menurut Imam, alasan yang diajukan para kepala desa untuk mencopot sekdes-nya bermacam-macam. Tapi, kata Imam, pencopotan Sekdes dapat dilaksanakan asalkan memiliki alasan yang kuat. Sebagaimana disebutkan dalam undang-undang, pergantian dilakukan jika orang tersebut tersangkut masalah besar atau meninggal dunia. Merujuk pada aturan tersebut maka pergantian Sekdes tidak bisa secara sembarangan.
“Tidak bisa tiba-tiba seorang Sekdes dipecat tanpa ada alasan. Jika itu dilakukan maka akan terjadi pelanggaran. Sebab pergantian sekdes itu sendiri ada aturan yang harus dijalani. Dan Kades harusnya tahu mengenai aturan tersebut,” tegasnya.
Dia menyebutkan pada dasarnya terdapat syarat menjadi seorang sekdes. Pertama orang tersebut paham mengenai seluk beluk pada desa yang akan ia pimpin. Kedua seorang sekdes harus paham administrasi pemerintahan. Ketiga sebagai seorang asisten Kades maka ia dituntut juga mengerti mengenai perencanaan pembangunan desa.
“Kalau yang menggantikan Sekdes tidak bisa berbuat apa-apa lalu bagaimana bisa membangun desanya. Bukankah ini nantinya menjadi sebuah masalah juga bagi Kadesnya, jika seorang Sekdes tidak dapat menjalankan tugas yang diberikan,” urainya.
Sementara itu, kata Imam, pengangkatan sekdes harus diimbangi dengan pemberian jabatan baru bagi sekdes yang lama. Kebijakan penggantian sekdes ini harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Jika hanya bertolak belakang pada persoalan pribadi maka itu tidak bisa dilakukan.
“Jadi kalau hanya karena ada persoalan personal lalu dibawa kepada urusan kantor saya rasa itu tidak bisa menjadi alasan pergantian Sekdes. Jadi harus benar-benar sesuai dengan alasan pergantian sekdes itu sendiri,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, fenomena sekretaris desa (Sekdes) bayangan mulai muncul di Kabupaten Tangerang belakangan ini. Sebagian kepala desa pemenang Pilkades serentak tahun 2015 mengangkat sekretaris desa sendiri dan menolak sekdes dari kalangan pegawai negeri sipil yang ditunjuk pemerintah.
Akibatnya, timbul konflik antara sekdes PNS dengan kades. Seperti yang menimpa salah satu sekdes di Kecamatan Panongan berinisal HA. Pria berstatus pegawai negeri sipil tersebut ‘menganggur’ meskipun secara resmi masih menjabat sebagai sekdes. Dia mengaku tak memiliki ruang kerja. Wewenangnya sebagai sekdes juga dibatasi. Padahal, tugas pokok Sekdes PNS adalah mengontrol dan menertibkan administrasi desa.
Dikonfirmasi terkait nasih HA, Sekretaris Kecamatan Panongan Sugiyanto mengakui ada sekdes PNS yang dikembalikan. Dia menjelaskan pergantian sekdes harus sesuai prosedur yang ada yaitu jika sekdes tersebut meninggal, mengundurkan diri, serta menyalahi aturan yang ada. Namun di sisi lain, kata Sugiyanto, kades terpilih merasa berhak memilih sekdes-nya.
“Setiap kali ditanya soal nasib HA, kadesnya selalu menjawab ‘kan kepala desa di pilih oleh rakyat jadi ya bebas untuk memilih jajarannya’,”ungkap Sugiyanto.
Sugiyanto mengharapkan agar kepala desa tidak terlalu egois dan mengutamakan kepentingan publik dibanding kepentingan pribadi dan golongan. Tak hanya itu dirinya juga meminta agar setiap kepala desa memahami dan mengikuti peraturan yang ada serta tidak membuat kebijakan keluar dari koridor.
Pemerintah Kabupaten Tangerang diminta tak meremehkan fenomena penolakan kepala desa terhadap sekretaris desa yang berasal dari kalangan pegawai negeri sipil. Maraknya kemunculan sekdes bayangan yang diangkat kades secara sepihak akibat penolakan terhadap para PNS dapat memberi pengaruh buruk terhadap pelayanan publik di kota seribu industri.
Peneliti Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Tangerang, Muslih M Amin mengatakan kades tidak boleh sembarangan mengangkat sekdes. Harus ada kriteria yang jelas. Jika pengangkatan sekdes dilakukan atas dasar kepentingan politis dan tanpa adanya kriteria yang jelas maka akan mengganggu pelayanan publik serta menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Pengangkatan Sekdes (non PNS) oleh kepala desa berpeluang untuk dibatalkan jika menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan prinsip dan tujuan UU 6/2014 tentang Desa yang lebih mengedepankan penerapan good governance dan peningkatan pelayanan publik,” kata Muslih dalam keterangan tertulisnya kepada Satelit News, Senin (30/11).
Muslih memaparkan, dalam pasal 4 huruf e, tujuan UU tersebut yaitu membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Sementara pada huruf f, menyebutkan meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum. Sesuai UU 6/2014 (pasal 49) dan PP 43/2014 (pasal 154), sekdes (perangkat desa-red) diangkat dan diberhentikan oleh kepala desa setelah dikonsultasikan dan mendapatkan rekomendasi dari camat.
“Ini artinya, camat bertanggungjawab atas maraknya penolakan sekdes PNS dan pengangkatan sekdes “bayangan” oleh kepala desa terpilih. Oleh karenanya, Bupati harus menegur para Camat untuk lebih serius melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap desa,” tegas Muslih.
Jika terjadi pembiaran terhadap fenomena sekdes bayangan maka pelayanan publik di masyarakat akan mengalami hambatan. Sehingga, dapat berujung pada gagalnya pencapaian visi misi Bupati Tangerang. Apalagi desa merupakan ujung tombak pelayanan dan pembangunan masyarakat.
Selanjutnya, jika kepala desa berlindung dibalik kewenangan yang diberikan UU untuk mengangkat perangkatnya, tak satupun aturan yang melarang PNS untuk berkarya di pemerintahan desa. Malahan, PP 43/2014 pasal 67 mengatur secara rinci tatacara PNS jika ingin berkarya di desa.
“Ini artinya, manakala ada SDM yang bagus di tiap desa, apalagi orang tersebut menyandang status PNS, sangat keliru jika yang bersangkutan dihambat untuk berkiprah di desanya,” tuturnya.
Muslih menyatakan, sesuai prosedur baku dalam pembinaan karir PNS, proses rekrutment, pembinaan, pendidikan dan pelatihan terhadap 247 sekdes telah dilakukan sangat panjang. Begitu pula masa kerja di pemerintahan desa yang begitu lama.
“Sangat disayangkan jika dilakukan pe-non job-an massal terhadap mereka. Di sisi lain berdasarkan semangat UU terbaru dan pengelolaan ADD (anggaran dana desa) yang besar, pihak Pemdes sangat membutuhkan SDM yang andal dan berpengalaman. Oleh karenanya, mari kita berpikir waras dan lebih mengutamakan kepentingan publik dibanding kepentingan pribadi dan golongan,” terangnya.
Dengan polemik yang nyaris masif di tiap desa ini, lanjut Muslih, diharapkan Bupati untuk turun tangan mencari titik temu atas persoalan ini. Jangan biarkan para kepala desa menafsirkan UU dan membuat kebijakan yang keluar dari koridor visi, misi, dan program kabupaten.
“Semangat Tangerang Gemilang tidak boleh ‘dibajak’ oleh kepentingan segelintir oknum. Gerakan tersebut mustahil dapat terwujud dengan optimal manakala kisruh pelayanan dan pembangunan desa tidak segera diatasi,”tukasnya. (uis/harso/mujeeb/gatot)