KPU dan Panwas Harus Tetap Melek

SERPONG, SNOL—Hati-hati pelaksanaan pilkada serentak diprediksi rawan konflik setelah pencoblosan. Mulai dari sengketa dengan partai politik pengusung sampai dengan penolakan hasil pencoblosan 9 Desember mendatang. “Sengketa dan titik rawan pilkada sebenarnya minim sekali akan terlihat di awal pelaksanaannya. Tapi jangan lengah, kemungkinan konflik besar terjadi ketika pascapencoblosan 9 Desember mendatang,” papar Pakar Hukum Tata Negara Rafly Harun, Selasa (17/11).Namun sebenarnya, penyelenggaraan pilkada rawan konflik dari awal pelaksanaan. Tapi Rafly melihat pelaksana pesta demokrasi lokal di Kota Tangsel ataupun 268 daerah lainnya, mampu meredamnya dengan baik. Mulai dari pencalonan, dimana titik rawan berada pada candidady atau mengambil hati partai politik (parpol) sebagai ‘perahu’ untuk melaju di medan pilkada.

Lalu dilanjutkan sengketa bawaslu atau panwaslu di masing-masing daerah, hingga akhirnya gugatan hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). “Dalam tahap ini mayoritas daerah yang melaksanakan pilkada, baik di Tangse l juga, saya lihat tidak ada yang bermasalah dengan parpol ataupun sampai berakhir ke PT TUN,” tutur Rafly.

Kemudian lanjut ke masa kampanye. Rafly menilai, pada fase ini rawan konflik. Banyaknya pelaporan dugaan pelanggaran pilkada akan masuk pada fase ini. Terbukti, di Tangsel sudah lebih dari 70 laporan yang masuk dari tim masing-masing pasangan calon (paslon) yang memuncak pada 100 hari masa kampanye.

Biasanya, jelas Rafly, banyaknya laporan yang masuk dikarenakan adanya vote buying, penggunaan dana dan fasilitas publik, politisasi birokrasi, hingga black campaign. Baik yang diduga dilakukan masing-masing pasangan calon ataupun oleh warga yang menjadi simpatisan salah satu peserta pilkada tersebut.

“Bentuk pelanggaran juga bisa terjadi pada fase pencoblosan, dimana rawan akan intimidasi dan pengarahan. Kemudian pada penghitungan suara harus waspada akan suap dan juga netralitas petugas,” tuturnya.

Sehingga diharapkan, petugas KPU, mulai dari KPPS, PPS, dan juga PPK untuk bisa menjaga dan menahan diri dari segala ajakan yang menoda netralitasnya sebagai penyelenggara pilkada. Begitu juga dengan Panwaslu, Bawaslu, hingga Gakumdu, untuk bisa lebih jeli lagi dengan segala bentuk pelanggaran yang memungkinkan bisa terjadi pada saat pilkada berlangsung.

“Dan untuk hakim di Mahkamah Konstitusi, siap-siap anda diribetkan, dipusingkan, dengan kemungkinan adanya sengketa pilkada yang akan berakhir di meja anda. Sebabnya, sengketa ini akan dilakukan bila adanya penolakan dari pasangan calon kepala daerah yang kalah,” ujar Rafly.

Dengan berbagai dugaan titik rawan pilkada ini, Rafly mengimbau kepada seluruh daerah penyelenggara pilkada, untuk bisa menjunjung tinggi demokrasi lokal. Begitu juga dengan Tangsel, pasalnya daerah yang berdekatan dengan Ibukota ini dilihat betul keberhasilan atau gagalnya dalam penyelenggaraan pilkada. (pramita)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.