Ibu Dokter Andra Bangga

TANGERANG,SNOL—Andra Dionisius Giri Samoedra atau Andra, dokter muda yang meninggal dunia ketika magang di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku membuat Fransisca Ristansia bangga. Ibunda dokter Andra yang tercatat sebagai warga komplek perumahan Mahkamah Agung, Pamulang, Kota Tangsel itu bangga karena anaknya menghembuskan nafas terakhirnya saat hendak bertugas.Ditemui di rumahnya kemarin, Fransisca Ristansia sesekali menangis. Namun dia juga sering tersenyum ketika melihat foto Andra (24) mengenakan toga kelulusan dokter dari Universitas Hasanudin Makasar, Sulawesi Selatan.

“Dia meninggal saat sedang tugas membantu banyak orang di Kecamatan Dobo Kepulauan Aru,” ujar Fransisca dengan senyum tegarnya di kediamannya, Jalan Cempaka B6 nomor 5 Komplek Mahkamah Agung, Kecamatan Pamulang, Kamis (12/11).

Fransisca mengaku mendapatkan kabar duka tersebut kemarin lusa (11/11). Sebelumnya pada Minggu (8/11), keluarga mendengar kabar kalau anaknya terkena demam tinggi. Saat itu, dokter Andra bersama dua orang temannya sedang berada di kapal dari pelabuhan di kota Tual menuju Dobo, dengan estimasi waktu perjalanan 12 jam. Hingga akhirnya pada Rabu (11/11) pukul 18.18 WITA, dokter muda ini menghembuskan nafas terakhirnya.

Saat mendengar kabar tersebut, wanita berkulit putih ini memang sempat shock. Namun kesedihan itu tidak berlangsung lama. Fransisca tersadar jika anaknya menghembuskan nafas terakhirnya pada saat hendak melaksanakan tugasnya.

“Dia menghembuskan nafas terakhir dalam keadaan bertugas, membantu banyak orang. Saya bangga akan dia,” katanya. Pengakuan ini terus dia ucapkan di hadapan sejumlah media.

Semasa hidup, dokter muda yang memulai tugasnya di Dobo, Kepulauan Aru Maluku Tenggara pada Mei lalu ini memang dikenal low profile. Andra dikenal menyayangi anak kecil.

“Maka pantas bila di tempat tinggalnya di Dobo sana, banyak anak kecil yang sering main ke rumahnya,” kata Fransisca. Bahkan karena sikapnya yang ramah Andra juga tidak pernah membedakan pertemanan. Tak heran bila temannya semasa hidup sangat banyak dan dikenal mudah bergaul.

Begitu pula pengabdiannya untuk orang tua dan keluarga, Andra dikenal sebagai pribadi yang santun dan ramah. Fransisca selalu teringat sikap anaknya yang lemah lembut, tidak pernah sekalipun membentak orang tua.

“Kalau tidak ada kegiatan di luar, dia biasa di rumah. Sekedar tidur-tiduran atau beristirahat. Tak suka dia kehidupan yang hura-hura begitu,” ujar Fransisca sembari sesekali mengusap air matanya.

Kini, jenazah dokter Andra masih dalam perjalanan untuk kembali ke rumahnya di Tangerang Selatan. Rencananya, jenazah Andra akan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, hari pukul 10.00 WIB dan akan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Kisah dokter Andra memang menggegerkan dunia kesehatan. Dia meninggal dunia tepat di Hari Kesehatan Nasional. Andra diketahui sudah bertugas selama enam bulan di Puskesmas Dobo. Sebelum meninggal, dia sempat cuti sepekan untuk pulang, menemui orang tuanya di Jakarta. Selesai cuti, Andra langsung kembali ke Dobo.

Sepanjang perjalanan kembali ke tempat tugas beserta beberapa rekan dokter lain, kondisinya normal. Tetapi, kondisi kesehatan Andra mulai memburuk ketika dirinya tiba di Kota Ambon. Beberapa rekan sudah menyarankan Andra untuk kembali ke Jakarta, mengingat perjalanan ke Kota Dobo masih panjang.

Namun, saran para sahabat itu diabaikan. Andra bersikeras melanjutkan perjalanan ke Kota Dobo karena sadar bahwa tenaga dan keahliannya sangat dibutuhkan warga yang berobat ke Puskesmas Dobo. Dengan kondisi fisik yang terus menurun, Andra memaksakan diri kembali terbang sekitar 1,5 jam dengan pesawat mini ke Kota Tual pada Minggu (8/11). Saat perjalanan tinggal sepenggal, yakni rute laut dengan menumpang feri dari Pelabuhan Tual ke Dobo, Andra sudah tidak kuat lagi.

Berada di atas laut selama 12 jam betul-betul membuat fisik Andra drop. Saat tiba di Pelabuhan Feri Yos Soedarso, Dobo, Senin pukul 07.00 WIT, Andra memaksakan diri berjalan, tapi langsung jatuh. Kondisi itu membuat dia langsung dilarikan ke RSUD Cendrawasih Dobo. Di RS tersebut, Andra meninggal dunia.

Dukungan Mengalir dari Rekan

Kisah Dokter Andra menuai simpati banyak pihak. Ucapan belasungkawa dan duka cita pun mengalir melalui jejaring sosial. Tidak hanya dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tapi juga rekan-rekan pemuda yang meninggalkan hiruk pikuk kota metropolitan demi melayani masyarakat terpencil itu.

Di Facebook, muncul fan page yang khusus memberikan penghormatan kepada Andra. Komunitas itu mengusung Pray Dokter Indonesia dr. Dionisius Giri – dr. Andra.

“Selamat jalan Dr. Dionisius Giri Samudra. Satu lagi dokter meninggal di tempat tugas. Mari Jadikan Perjuangan dan Pengorbanan Beliau tonggak perbaikan,” demikian pesan yang disampaikan pada informasi tentag fanpage tersebut.

Di akun Facebook Andra sendiri, juga mengalir ucapan duka. Akun yang memajang foto sampul rekan-rekannya itu juga diisi emotion menangis.

“Rest in peace Dion…,” komentar Angie Davina beberapa saat yang lalu. Di akun FB-nya pula, Andra menginformasikan kegiatannya. 15 Juni 2015, ia mem-posting bahwa dirinya berada di Dobo, Kepulauan Aru, Maluku.

Luka mendalam juga dirasakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Dr Zaenal Abidin dalam rilisnya mengimbau pengurus IDI wilayah maupun cabang serta perhimpunan dokter untuk ikut berkabung dan menyiapkan pernyataan duka cita.

Zaenal akan menjemput dan mengantar jenazah dokter Andra dari Bandara Soekarno-Hatta pagi ini sekira pukul 10.00. Kemudian para akan mengantarnya sampai ke rumah duka. Setelah sampai rumah duka akan dilaksanakan upacara penyerahan jenazah dari IDI kepada keluarga. Kemudian, saat itu juga IDI akan memberikan penghargaan atau gelar kepada almarhum Andra sebagai dokter yang mengabdi tanpa batas.

Ketua IDI Tangerang dr Jasarito saat dihubungi Satelit News tadi malam mengatakan kepergian Andra untuk selamanya harus dijadikan momentum perubahan. Sudah saatnya Kementerian Kesehatan yang mewakili Pemerintah Indonesia bisa memperhatikan kebutuhan mendasar bagi dokter.

“Terutama bagi mereka yang secara sukarela mengabdikan dirinya di daerah pedalaman,”ujarnya. Jasarito mengungkapkan, pengabdian tenaga dokter di pedalaman masih sangat dibutuhkan. Namun, perlindungan bagi para profesional dokter yang bekerja di sana dinilai masih minim.

Padahal, sekalipun ada honor untuk para dokter di pedalaman hanya dihargai jauh dari upah minimum daerah tersebut. Jasarito mengungkapkan, honor atau imbalan yang diterima dokter mengabdi itu pada kisaran Rp 1,7 juta hingga Rp 2,5 juta.

“Meskipun status almarhum pada saat meninggal masih proses mengikuti program intensif atau dokter muda, tapi dia berhak mendapat honor itu,” ungkap Jasarito. (pramita/gatot/jpg)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.