Peraturan Baca Tulis Quran Kacau
TIGARAKSA,SNOL—Penerapan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42 tahun 2014 tentang Baca Tulis Quran (BTQ) menuai kritik. Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang minta Perbup tersebut direvisi, karena banyaknya pertentangan dan permasalahan hukum dalam penerapannya seperti adanya perbedaan agama di setiap sekolah. “Perbub BTQ sebenarnya sudah bagus, artinya ada perubahan dalam dunia pendidikan. Namun dalam penerapannya banyak yang harus menjadi korban. Contoh bagi anak sekolah yang non muslim bagaimana, karena setiap muatan lokal artinya setiap siswa baik itu yang non muslim dan muslim harus berada di ruang kelas yang sama dan belajar bersama-sama. Ini yang menjadi rancu,” jelas Ketua Dewan Pengawas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Eny Suhaeni kepada Satelit News, Rabu (3/9) malam.
Selain itu kata Eny, acuan hukum yang digunakan pada saat melakukan penggodokan Perbub tersebut dinilai sudah kadaluarsa, seperti Permen Nomor 32 Tahun 2013 yang diganti dengan Permen Nomor 13 Tahun 2015. Bahkan, jika pemerintah tetap memaksakan penerapannya artinya sama saja pemerintah melupakan agama, ras, dan suku-suku lainnya yang dalam satu sekolah.
Lanjut Eny, sebenarnya Perbup ini sudah sangat sejalan dengan moton Pemkab Tangerang yakni religius. Namun, dalam penerapannya tidak bisa hanya melihat satu sisi, yakni hanya siswa yang beragama muslim.
“Yang beragama lainnya, seperti Kristen, Budha, atau Hindu harus bagaimana? Tidak bisa mereka keluar kelas begitu saja. Karena yang namanya muatan lokal setiap siswa harus mengikutinya dalam ruangan yang sama, kelas yang sama dan guru yang sama. Beda halnya ketika BTQ menjadi ekstra kurikuler. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi mengenai Perbub tersebut, bukan dihapus ya, tapi direvisi,” tegas dosen di Unis Tangerang ini.
Terpisah, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang, Kosrudin mengaku bingung dalam menerapkan Perbub Nomor 42 Tahun 2014 di seluruh sekolah negeri di Kabupaten Tangerang. Karena tidak semua sekolah isinya beragama muslim. Namun jika tidak dijalankan, hal itu melangggar ketentuan hukum karena Perbub yang dibuat tahun 2014 ini telah terdaftar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tangerang.
“Jika tidak dilaksanakan maka sama saja artinya saya melanggar hukum, tapi kalau dijalankan seperti saya menaiki motor tapi tanpa ada alat pengeremnya atau seperti menjalankan motor tanpa ada STNK dan SIM yang dibawa oleh saya. Makanya penerapannya sendiri tidak begitu efektif,” paparnya.
Lanjut Kosrudin, agar Perbub tersebut tetap bisa diterapkan maka perlu dilakukan revisi. Seperti perubahan mata pelajaran BTQ yang sebelum adalah muatan lokal menjadi mata pelajaran ekstra kulikuler. Hal ini disebabkan ada beberapa faktor yang diantaranya adalah tidak semua siswa beragama muslim.
“Jika yang beragama muslim disuruh keluar sama gurunya itu sama saja bukan muatan lokal tapi ekstra kulikuler. Tadi pagi kami sudah membahasnya dengan beberapa jajaran dan pihak-pihak terkait. Hasilnya kami semua sepakat perlu diadakannya revisi mengenai Perbub tersebut,” pungkasnya. (mujeb/aditya)