Contoh Toleransi dari 1.600 Meter di Bawah Tanah

Jumat dan Minggu Bergantian Mengambil Alih Tugas

Masjid Jami Baabul Munawar dan Gereja Oikumene Soteria di area tambang PT Freeport Indonesia sengaja dibangun berdekatan untuk memperlihatkan kerukunan kedua pemeluk agama.

MAHFUD, Tembagapura

DUA tempat ibadah yang hanya terpisah 10 meter itu sudah adil sejak dalam bangunan. Tak cuma sama-sama bernuansa terowongan, bagian atap Masjid Jami Baabul Munawar dan Gereja Oikumene Soteria tersebut juga kompak memperlihatkan bahwa keduanya berada di perut bumi.

 

Persisnya, keduanya berada di 1.600 meter di bawah tanah. Yakni di area tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) PT Freeport Indonesia (PTFI), Tembagapura, Papua.

Kemiripan fisik bangunan, juga daya tampung yang sama-sama mencapai 200 orang, sekaligus merefleksikan toleransi yang berpendar dari sana. “Di sini, jauh di bawah tanah, kami hidup rukun,” kata Fikky Hartono yang menjabat penasihat dalam kepengurusan masjid kepada Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group) yang berkunjung ke sana sehari sebelum perayaan Hari Kemerdekaan RI (16/8).

Fikky mencontohkan, tiap Jumat para karyawan muslim bisa beristirahat lebih cepat untuk mempersiapkan salat Jumat. Tanggung jawab pekerjaan mereka diambil alih para kolega yang beragama Kristen.

Saat Minggu tiba, giliran para karyawan muslim yang datang lebih dulu ke lokasi tambang. Itu dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada para kolega yang hendak beribadah ke gereja. “Jadi, kami sudah saling mengerti dan menghormati. Kerjaan pun bisa tetap jalan,” kata Fikky yang juga menjabat general superintendent DMLZ Construction PTFI.

Contoh lain toleransi, saat para pengurus masjid mengadakan halalbihalal Lebaran lalu, para jemaat gereja turut datang. “Demikian juga pada saat Natal, teman-teman muslim juga kami undang dan mereka selalu datang,” kata Nus Ilintutu, salah seorang pengurus gereja.

Masjid Jami Baabul Munawar dan Gereja Oikumene Soteria sebenarnya masih seumur jagung. Masjid diresmikan Juli lalu, sedangkan gereja sebulan sebelumnya. Tapi, kehadiran keduanya menguatkan bibit kerukunan yang disemai sebelumnya. Tepatnya sejak para karyawan muslim PTFI di DMLZ masih harus menempuh perjalanan sekitar 2,5 kilometer sekeluar dari terowongan untuk bisa sampai ke masjid pusat. Sedangkan kolega mereka yang Kristen juga mesti naik ke Deep Ore Zone (DOZ), 500 meter di atas DMLZ, untuk beribadah di gereja.

PTFI memiliki dua tambang yang sudah berproduksi, yaitu Tambang Terbuka Grasberg dan Tambang Bawah Tanah DOZ. Dari hasil penambangan di dua area tersebut, PTFI menghasilkan produksi bijih rata-rata 117.965 ton/hari (data produksi PTFI tahun 2014).

Tambang Bawah Tanah DMLZ adalah salah satu proyek ekspansi PTFI. Ekspansi lainnya adalah area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) yang sedang dibangun untuk target produksi mulai 2017.

Seperti di area tambang bawah tanah lainnya, area tambang bawah tanah GBC nanti juga dilengkapi masjid dan gereja. “Area tambang bawah tanah yang sudah memiliki masjid dan gereja adalah di DOZ, kemudian di Big Gossan, dan di DMLZ,” kata Vice President Underground Mining Operations PTFI Hengky Rumbino.

Masjid Baabul Munawar biasanya paling banyak dipadati jamaah tiap salat Jumat. Khatib dan imam biasanya diambil dari karyawan atau diambil dari masjid pusat di Km 68 Tembagapura.

“Sebelum ada masjid ini, teman-teman salat di lapangan dengan bawa sajadah saja atau di kontainer,” jelas Fikky.

Sedangkan di Gereja Oikumene Soteria, jadwal pendeta yang memberikan pelayanan sudah diatur Badan Musyawarah Antar Gereja. Kalau pendeta yang ditugasi ternyata berhalangan, salah seorang pengurus gereja yang akan menggantikan.

Daya tampung gereja di DMLZ sekitar separo dari gereja di DOZ yang dibangun pada 2001. Sebab, awalnya semua karyawan tambang yang Kristen beribadah di sana. Seperti halnya di DMLZ, di DOZ, gereja juga berdampingan dengan masjid. Begitu pula di lokasi lain dalam kompleks pertambangan PTFI. Itu sengaja dilakukan untuk menjaga kerukunan.

Menurut Fikky, keberadaan tempat ibadah itu sangat membantu psikis semua yang bekerja di area tambang bawah tanah. Apalagi, setelah terjadi insiden runtuhnya terowongan Big Gozan pada Mei 2013 yang menewaskan 28 karyawan PTFI.

“Begitu keluar dari tempat ibadah, kami juga bisa damai berdampingan. Tak ada sentimen agama sama sekali,” kata Fikky. (*/JPG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.