Pemkot Perlu Belajar dari Tangsel
TANGERANG, SNOL—Masalah pembebasan lahan hampir selalu menjadi batu sandungan Pemerintah Kota Tangerang dalam menjalankan program pembangunan, khususnya berkaitan dengan infrastruktur. Di satu sisi, masyarakat yang terkena pembebasan menginginkan adanya harga yang sesuai untuk nilai ganti rugi lahan mereka yang dibeli pemerintah, di sisi lain pemerintah juga tidak mau ambil resiko membeli lahan di atas nilai yang ditentukan. Akibat kebuntuan tersebut adalah selain berdampak pada tidak berjalannya program pembangunan, anggaran yang tidak terpakai itu memberi kontribusi pada besarnya nilai SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran). Seperti pada 2014 lalu, dari Rp 400 lebih miliar alokasi dana yang dianggarkan, yang tak terbelanjakan hampir mencapai Rp 239 miliar.
“Warga jelas tidak mau harga yang ditawarkan dari appraisal NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) plus 10 persen,” ujar Ketua Komisi IV DPRD Kota Tangerang Apanudin kepada koran ini beberapa waktu lalu di Gedung DPRD. Apanudin menjelaskan, ada empat faktor sistem pembebasan lahan yang harus diperhatikan yakni, masalah pembebasan dengan harga NJOP, masalah harga dari sisi ekonomi, masalah harga pasar, berikutnya terkait harga berdasarkan pengadilan.
Atas hal ini, jelas Apanudin, pihaknya pun telah menawarkan solusi. “Solusinya adalah bagaimana antara perencanaan dan pengembangan bisa sinergi, untuk itu seluruh stakeholder vertikal harus dilibatkan dalam perencanaan. Siapa mereka? Ya Kejaksaan, Kepolisian. Dua instansi harus ini diajak untuk bersama-sama menandatangani pembebasan sesuai harga pasar. Masyarakat pastinya juga tidak akan mau membebasankan lahan kalau tidak sesuai harga pasar tersebut, toh pada hakekatnya ini tidak ada mark up,” jelasnya.
Apakah hal ini tidak berbenturan dengan hukum? “Saya kira undang-undang tidak akan kaku, dalam undang-undang pasti akan ada turunannya, ada Peraturan Pemerintah (PP) dan bisa kita telaah PP-nya secara rigit. Kecuali memang tidak ada celah sama sekali, tentu kita tidak bisa berbuat apa-apa, tidak mungkin juga berbenturan dengan undang-undang,” terang pria yang akrab disapa Jalu ini.
Sementara Wakil Ketua Komisi I Gatot Purwanto mengatakan, masalah pembebasan lahan bukan hanya terjadi di Kota Tangerang, tetapi di wilayah lain juga mengalami kondisi yang sama. “Sebut saja di Kota Tangsel, mereka juga harus melakukan pembebasan lahan, tapi persoalannya mereka bisa. Kenapa Tangsel bisa, Kota Tangerang tidak bisa? Itukan sebetulnya tergantung dari political will-nya pemerintah” jelasnya. Karena itu, Gatot mengusulkan agar Pemkot Tangerang belajar dari pembebasan yang ada di Tangsel. “Kalau perlu, kepala daerah di Tangerang Raya ini harus sering-sering ngopi bareng lah, bisa sharing masalah-masalah yang dihadapi wilayah masing-masing,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kota Tangerang ini. Selain itu, (mg28/made)