Hukuman Untuk Koruptor Masih Ringan
JAKARTA,SNOL—Harapan merdeka dari korupsi tampaknya masih perlu dipendam dalam-dalam di Indonesia. Sebab, penjatuhan vonis ke para pelaku korupsi masih belum bisa memberikan efek jera. Putusan ringan masih kerap dilakukan Pengadilan Tipikor. Gambaran itu terungkap dari hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama semester pertama 2015. ICW mencatat ada 163 terdakwa (70,9 persen) yang dihukum ringan (1-4 tahun). Hukuman tingkat sedang (4-10 tahun) hanya ada 24 terdakwa (10,4 persen). Koruptor yang mendapatkan hukuman berat atau (diatas 10 tahun) hanya ada tiga orang (1,3 persen). “Yang divonis bebas malah lebih besar, ada 38 orang atau 16,5 persen,”ujar peneliti ICW, Aradila Caesar.
Data ICW juga mengungkapkan ada dua terdakwa korupsi atau 0,9 persen yang tak teridentifikasi vonisnya. “Tak terindikasi vonisnya karena salinan putusan tidak lengkap. Sehingga tidak tahu divonis bersalah atau tidak,”katanya.
Data ICW itu didapat dari pemantauaan terhadap 193 perkara korupsi dengan 230 terdakwa. Pemantauan dilakukan di sejumlah daerah. Pemantauan tersebut dilakukan pada perkara yang diperiksa dan diadili oleh pengadilan tingkat pertama (tipikor), banding (pengadilan tinggi) hingga kasasi maupun peninjauan kembali (Mahkamah Agung). Yang lebih merisaukan, vonis pengadilan bukan hanya tak membuat jera pelakunya, tapi juga belum mampu mengganti kerugian negara.
Dari 193 perkara korupsi yang terpantau ICW, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 691,772 miliar. Nah, jumlah denda yang dijatuhkan majelis hakim ternyata totalnya hanya Rp 20,284 miliar. Sedangkan uang pengganti yang dijatuhkan totalnya hanya Rp 63,175 miliar.
Arad, sapaan Aradila mengatakan, selama semester pertama 2015 kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar terjadi pada kasus kredit fiktif Bank BNI. Kerugian negaranya Rp 370 miliar. Ironisnya, hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru Riau malah memutus terdakwanya, Armaini Sefianti tak bersalah.
ICW melihat vonis hakim terkait uang pengganti juga tak proporsional. Peneliti ICW lainnya, Lalola Easter mengatakan dari 161 perkara, hanya 99 perkara yang diputus dengan membayar uang pengganti. Itupun nilainya hanya Rp 63,175 miliar.
Artinya, jika dalam semester perkara terjadi kerugian negara sebesar Rp 691,772 miliar, maka uang yang dikembalikan koruptor tak lebih dari 10 persennya. Dari sisi denda pidana, ICW mencatat mayoritas terdakwa hanya dikenakan denda tak lebih dari Rp 50 juta. “Ada 130 terdakwa yang divonis dengan denda antara Rp 0 -150; Rp 50 juta,” ujar Lalola.
Lalola mengatakan, pada semester pertama ini ada 38 terdakwa yang divonis bebas. Jumlah itu meningkat dibanding semester pertama 2014 (20 terdakwa). Vonis bebas banyak diobral oleh pengadilan tingkat pertama. Pengadilan Negeri Ambon paling banyak menjatuhkan vonis bebas untuk tersangka tersangka korupsi. Dalam enam bulan sudah ada 7 koruptor yang dibebaskan. (gun/jpg)