BPK Sebut Banyak Daerah Kurang Siap Pilkada
JAKARTA,SNOL—Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh saja mengklaim pilkada sudah siap. Namun, hasil audit kinerja oleh BPK berkata lain. BPK menyatakan, secara keseluruhan Pilkada 2015 belum sepenuhnya siap. Sejumlah temuan didapati BPK, baik dari sisi pendanaan, SDM, pengamanan, maupun penyelesaian sengketa hasil pilkada.
Kemarin (13/7) BPK menemui pimpinan DPR untuk menyampaikan hasil audit mengenai penyelenggaraan Pilkada 2015. Ketua BPK Harry Azhar Azis datang bersama anggota I BPK Agung Firman Sampurna. Keduanya diterima seluruh pimpinan DPR minus Fahri Hamzah. Hadir pula Ketua Komisi II Rambe Kamarul Zaman.
Dalam paparannya, Agung mengungkapkan bahwa BPK mendapati 10 temuan terkait dengan pelaksanaan Pilkada 2015. Mulai persoalan penyediaan anggaran, naskah perjanjian hibah, anggaran pengamanan, tahapan, hingga perselisihan hasil pilkada di MK (selengkapnya lihat grafis).
Dalam hal penganggaran pelaksanaan, misalnya, ada ketidaksesuaian antara naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) dan kondisi riil keuangan daerah. “Nilai NPHD lebih besar dari yang dianggarkan dalam APBD di 8 KPU kabupaten, 1 KPU kota, 10 panwaslu kabupaten, dan 2 panwaslu kota,” terangnya.
Selain itu, hampir seluruh daerah penyelenggara pilkada belum mengantisipasi apabila terjadi pemungutan atau penghitungan suara ulang, pemilihan lanjutan, atau pemilihan susulan. Tercatat 218 KPU dan 239 panwaslu di daerah tidak memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
Agung juga menyebut, dari sisi kepatuhan terhadap jadwal, jajaran penyelenggara pilkada di daerah tidak konsisten. Dari 269 daerah, 121 di antaranya tidak mematuhi jadwal yang telah ditetapkan. “Pembentukan 39 PPK dan 50 PPS tidak sesuai jadwal. Begitu pula analisis DP4 di 129 daerah,” lanjut alumnus Universitas Indonesia itu.
BPK juga menyebut KPU kekurangan SDM yang mumpuni untuk mengelola keuangan. Hal tersebut bisa memengaruhi kualitas laporan keuangan yang disampaikan saat pilkada usai. Karena itu, BPK meminta KPU, Bawaslu, Kemendagri, dan DPR segera mengambil langkah untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Khususnya, yang berkaitan dengan keterlambatan dalam tahap pelaksanaan pilkada. “Ini juga tidak lepas dari lamanya proses legislasi. Undang-undang baru bisa rampung Maret,” tambahnya. Padahal, APBD disahkan sejak Desember dan Januari.
Ketua BPK Harry Azhar Azis menuturkan, pihaknya tidak berada dalam kapasitas mengambil keputusan apa pun atas hasil audit tersebut. “Kami hanya menyampaikan data tentang anggaran, SDM, dan sebagainya. Termasuk sisi keamanan dan MK,” ujarnya. Dengan penyerahan hasil audit tersebut, Harry menyatakan tugas BPK selesai. Analisis atas hasil audit itu menjadi kewenangan pemerintah dan DPR. Menurut Harry, pihaknya juga sudah menyampaikan hasil audit tersebut kepada KPU maupun Bawaslu. Pada 9 Juli lalu, pihaknya bertemu dengan KPU dan Bawaslu untuk memaparkan hasil audit itu di Kantor BPK. “Umumnya, mereka mengakui hasil pemeriksaan,” lanjut pria 59 tahun tersebut. (byu/c6/fat)