Vonis MK dan WH

Ikhsan
IKHSAN TAMARA, Redaktur Senior

SNOL. Sore hari ini, Se­lasa 1 Oktober 2013, Mahkamah Kon­stitusi (MK) akan memutuskan nasib hasil Pemilihan Wa­likota (Pilwakot) Tangerang pada 31 Agustus 2013 lalu yang pemenangnya sudah diketuk palu oleh KPU Banten pada 6 September. Putusan MK bisa jadi menguku­hkan keputusan KPU Banten yak­ni Arief Wismansyah-Sachruddin sebagai pasangan calon walikota/wakil walikota terpilih 2013-2018. Bisa jadi juga memberi harapan pada dua pasangan calon yang mengajukan gugatan, Abdul Syu­kur-Hilmi Fuad dan Harry Mulya Zein-Iskandar Zulkarnain.
Putusan MK, sebagaima­na kita ketahui, adalah final dan mengikat. Seluruh guga­tan Pilkada berakhir di sana. Tak ada pintu lain yang lebih tinggi. Semua harus patuh, ter­lepas dampak yang ditimbulkan oleh vonis tersebut bagi peserta Pilkada, pasangan calon maupun partai politik dan pendukung­nya serta para pemilih. Jadi, kita tunggu saja pembacaan putusan yang dijadwalkan MK pada pu­kul 15.30 hari ini.
Apapun hasilnya, vonis MK menjadi penanda dimulainya era baru kepemimpinan Kota Tangerang. Menjadi gong be­rakhirnya masa kepemimpinan Wahidin Halim (WH) sebagai Walikota selama 2 periode, 2003-2008 dan 2008-2013. Dua pe­riode kepemimpinan yang pasti ada kelebihan dan kekurangannya dari sudut pandang ke-manusia-annya, tetapi sarat dengan berba­gai prestasi dari sisi kinerja.
Hari ini, amat pantas pasangan pemimpin baru dan warga Kota Tangerang berterimakasih pada WH. Bukan saja karena ragam prestasi WH di berbagai bidang pembangunan, tetapi juga karena secara personal mereka berutang setidaknya pengalaman birokra­si, sejarah, strategi dan taktik politik, rasa dan visi selama 10 tahun terakhir dia berkuasa.
Berutang jalan-jalan conblok di setiap sudut gang. Berutang menghilangnya becak dari jalan-jalan protokol. Berutang hilang­nya pemandangan yang kumuh di pasar Cikokol dulu. Berutang bangunan-bangunan sekolah, berutang insentif para guru. Beru­tang pengobatan gratis. Berutang tak ada gonjang-ganjing politik di DPRD. Berutang munculnya para pemimpin-pemimpin muda. Sebut dan deretkan sendiri apa lagi…
Kota Tangerang jelas kehil­angan pribadi pemimpin yang berkarakter dan berkemauan kuat, mudah membaur, tak segan blusukan—yang dilakukannya jauh sebelum Jokowi—, dan unik dalam cara berbahasa, berkomu­nikasi serta berinteraksi.
Dari sekian banyak kunjungan WH ke kantor redaksi Satelit News, salah satunya dilakukan dengan cara blusukan. Cerit­anya, suatu malam 3 tahun lalu tiba-tiba ada seorang wartawan tergopoh-gopoh naik ke ruang redaksi di lantai 3. “Ada pak WH di bawah…” katanya di pin­tu masuk ruang redaksi sambil terengah-tengah antara menahan napas dengan bersuara lumayan besar.
Segera saja kami yang berada di ruang redaksi berpandang-pandangan. Hampir semuanya bertanya-tanya; rasanya kok tidak ada pemberitahuan bahwa WH akan berkunjung? Benar yang da­tang itu WH? Kok malam-malam, ada yang seriuskah?
Tak berlama-lama, pemimpin redaksi, redaktur pelaksana dan saya bersama sejumlah redaktur, bergegas ke bawah. Ternyata, WH yang mengenakan kaos dan celana santai dengan topi koboi berteng­ger dikepalanya, sudah berada di ruang rapat umum. Tersenyum, melihat kami masuk ke sana.
“Iya, saya habis muter-muter. Lewat kantor Satelit, ya mam­pir,” katanya dengan senyum khasnya. Lantas dia bercerita tentang ‘blusukan’ yang dilaku­kannya malam itu seorang diri.
Apa yang dilakukan WH men­gunjungi kantor redaksi Satelit News secara tiba-tiba itu— yang tak pernah dilakukan pemimpin lain Kota Tangerang— jelas menunjukkan pribadi dengan visi, karakter, kemauan dan rasa yang kuat.
Secara pribadi, pertama kali saya mengenal WH dan Arief Wismansyah dalam situasi yang mirip. Bertemu dan mengenal WH saat dia menjabat sebagai Sekda Kota Tangerang. Tak lama kemudian, dia ikut Pemilihan Walikota Tangerang pada tahun 2003. Pertama kali bertemu den­gan Arief Wismansyah, saat dia digadang-gadang sebuah parpol agak mau dicalonkan pada Pilka­da Kota Tangerang 2008.
Bedanya, saat pertama kali bertemu WH, dia menegaskan keinginannya untuk bertarung di untuk jadi Walikota Tangerang yang saat itu pemilihannnya di­lakukan oleh DPRD. Sedangkan Arief Wismansyah yang saat itu menjabat sebagai Dirut RS Sari Asih menegaskan keengganan­nya untuk terjun di dunia politik.
Kini WH memasuki babak baru dalam kehidupannya. Dia pernah berujar ingin berkon­sentrasi menjadi dosen. Apapun yang dilakukannya ke depan, WH telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan waktu Kota Tangerang. Dan itu tidak terhapuskan, meski penerusnya melakukan banyak perubahan di masa depan. WH telah mem­bangun pondasi, membuka jalan yang seharusnya tak dibongkar dan ditutupi hanya karena ingin menjadi pemimpin yang ber­beda.
Terimakasih WH. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.