Muhammadiyah Lebaran 17 Juli
JAKARTA,SNOL—Ramadan tahun ini, khususnya bagi warga Muhammadiyah, tidak akan genap 30 hari. Muhammadiyah sudah menetapkan jauh hari bahwa Idul Fitri akan jatuh pada 17 Juli mendatang. meskipun demikian, saat sidang isbat 16 Juli mendatang peluang perbedaan penetapan Idul Fitri masih akan ada.
Penetapan Idul Fitri itu dilakukan bersamaan dengan penetapan awal Ramadan tahun ini. “Jadi, kami sudah tetapkan lama itu,” ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin secara singkat saat dikonfirmasi kemarin. Sehingga, Ramadan tahun ini hanya akan berlangsung selama 29 hari.
Dalam maklumat tertanggal 28 April 2015, Din menyatakan Ijtimak atau konjungsi untuk penentuan Syawal terjadi pada 16 Juli pukul 08.26.29. Saat terbenam matahari di Yogyakarta, hilal sudah wujud dengan ketinggian 3 derajat 22 menit dan 48 detik. “Dan di seluruh wilayah Indonesia saat terbenam matahari itu bulan berada di atas ufuk,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menyatakan tahun ini ada dua kalender untuk penetapan Idul Fitri tahun ini. “Kalender Muhammadiyah 17 Juli, NU juga tangga 17 (Juli). Kalau Persis (Persatuan Islam), 18 Juli,” ujarnya saat dikonfirmasi kemarin (7/7).
Djamal menjelaskan, pada dasarnya 16 Juli mendatang hilal sudah di atas ufuk, bahkan dengan ketinggian di atas dua derajat. Dengan kondisi tersebut, kalender Muhammadiyah dan NU pun sama-sama menetapkan tanggal 16 sudah wujudul hilal sehingga Idul Fitri jatuh pada 17 Juli.
Namun, menurut dia ketinggian hilal tersebut masih di bawah 3 derajat. “Ketinggain hilal di bawah 3 derajat itu mustahil bisa dirukyat secara astronomi,” terang pria kelahiran Purwokerto itu. sehingga, potensi gagal rukyat bisa saja terjadi. Kalau gagal rukyat, dalam sidang isbat bisa terjadi perdebatan apabila muncul opsi Ramadan digenapkan 30 hari.
Sedangkan, Persis menetapkan Syawal jatuh pada 18 Juli karena punya kriteria yang berbeda pula. Yakni, hilal sudah harus setinggi 4 derajat. Posisi bulan pada 16 Juli belum memenuhi syarat tersebut, sehingga Syawal ditetapkan 18 Juli. Dengan demikian, peluang perbedaan pandangan saat sidang isbat 16 Juli mendatang masih akan ada.
Djamal mengingatkan Muhammadiyah agar tidak mudah mengklaim bahwa ormas tersebut menggunakan metode astronomi dalam menetapkan awal Ramadan maupun Syawal. Sebab, baik NU maupun Persis juga menggunakan metode astronomi. Hanya saja, kriteria yang digunakan berbeda.
Alumnus ITB itu meminta ormas-ormas Islam agar segera bersepakat menggunakan otoritas tunggal dalam menetapkan Ramadan dan Syawal, yakni pemerintah. hal itu harus dilakukan demi menciptakan kalender islam yang mapan.
Ada tiga hal yang harus disepakati untuk mewujudkan kalender Islam mapan. Yakni, otoritas tunggal, Criteria, dan batas wilayah. Saat ini, baru batas wilayah yang telah disepakati, yakni NKRI. Untuk criteria, saat inimasih terus diupayakan agar bisa sama. Tinggal otoritas tunggal yang belum padu karena masih ada otoritas pimpinan ormas. “Kalau otoritasnya sudah tunggal, nanti saat penentuan Idul Fitri atau Idul Adha, walau kalendernya beda, itu keputusan pemerintah,” tambahnya. (byu/jpg)