Terdakwa Narkoba Menangis Lagi

TANGERANG, SNOL—Tiga warga Taiwan yang dituntut pidana mati oleh Kejaksaan Negeri Tangerang kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (22/6) siang. Mereka adalah Lo Chih Chen (61), Chen Jaa Wei dan Wan An Kang (40).    Pada sidang sebelumnya, Kamis (18/6), salah seorang terdakwa, Wan An Kang (40) menangis saat membacakan pembelaannya.

Sidang kali ini Wan An Kang kembali mengeluarkan air matanya. Saat duduk di kursi sambil menunggu giliran sidang, pria berkacamata itu tampak bersedih.

Setelah itu, dia mengambil sehelai tisu dari kantongnya untuk mengelap air mata. Isak tangis Wan An Kang pun menjadi perhatian majelis hakim dan pengunjung yang hadir.

      Sidang dipimpin oleh majelis hakim Indri sebagai Ketua dan I Made Suratmadja serta Ratna sebagai anggota. Sidang Wan An Kang mengagendakan pembacaan tanggapan jaksa terhadap pembelaan kuasa hukum dan Wan An Kang sendiri. JPU Kejari Tangerang, Agus menyatakan, terdakwa Wan An Kang sudah jelas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan upaya penyelundupan terhadap barang terlarang berupa narkotika jenis Sabu melalui Bandara Soekarno-Hatta. Wan An Kang menyembunyikan Sabu seberat 2 Kg lebih di dalam perutnya. “Pembelaan kuasa hukum adalah hanya merupakan kepentingan klien. Tetapi menurut fakta persidangan, keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, kami memohon majelis hakim untuk memutus sebagaimana tuntunan hukum yang berlaku,” kata Agus di persidangan.

      Agus menuturkan, perbuatan terdakwa sudah melanggar hukum dan melawan misi pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan narkotika. Maka itu, pihaknya menegaskan tetap pada tuntutan. Untuk putusan akan dibacakan pada 29 Juni 2015 mendatang. Terdakwa lainnya Lo Chih Chen (61) dan Chen Jaa Wei menjalani sidang dengan agenda pembelaan. Mereka menjalani sidang secara bergantian. Pembelaan dibacakan oleh kuasa hukum Faqihudin SH dan kawan-kawan.

      Saat persidangan Lo Chih Chen, ketua majelis hakim dipimpin oleh Ratna. Kemudian majelis hakim mempertanyakan pergantian penerjemah yang mendampingi terdakwa karena diganti tanpa alasan yang jelas. Selain itu, penerjemah yang baru juga tidak memenuhi persyaratan karena tidak membawa sertifikat sebagai penerjemah. Akhirnya terdakwa didampingi oleh penerjemah yang sebelumnya.

      Dalam pembelaan Lo Chih Chen, kuasa hukum Faqihudin meminta majelis hakim untuk dilepaskan dari hukuman pidana mati. Menurutnya, terdakwa Lo Chih Chen mempunyai dua orang anak yang menjadi tumpuan sebagai ayah. Kemudian terdakwa juga sudah tua dan belum pernah melakukan kejahatan. “Pada fakta persidangan, kita juga tidak pernah diperlihatkan / dihadirkan barang bukti berupa pemeriksaan ion yang menyatakan di tangan terdakwa ada bekas Sabu. Kalau itu, sebenarnya bisa saja terjadi saat terdakwa melakukan interaksi sehingga terkontaminasi,” jelasnya.

      Terdakwa selanjutnya, Chen Jaa Wei dalam pembelaan yang dibacakan oleh kuasa hukum Faqihudin menjelaskan, terdakwa terpaksa melakukan perbuatan tersebut karena desakan ekonomi. Tapi terdakwa tidak mengira konsekuensi perbuatan yang dilakukan dan sudah menyesali atas kebodohannya. “Kalau tahu konsekuensinya terdakwa berpikir 1.000 kali. Ini karena kecerobohan dan kebohodohan terdakwa. Terdakwa tidak menyulitkan penyidikan dan berperilaku sopan dalam persidangan,” ungkapnya.

      Faqihudin menambahkan, Chen Ja Wei melakukan perbuatan itu karena keterpaksaan dan dia sudah menyesali, karena tidak paham aspek hukum di Indonesia. Pihaknya memohon majelis memutus seringan-ringannnya terhadap terdakwa, dan apabila hakim berkata lain dapat diberikan putusan seadil-adilnya. Selanjutnya sidang ditutup dan jaksa penuntut umum akan memberikan tanggapan pada tanggal 24 Juni 2015. (uis/made)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.