Warga Gerah Isi Gas Cepat Habis
PASARKEMIS,SNOL—Komplotan penyuntik tabung elpiji oplosan di Pasar Kemis Kabupaten Tangerang dan Kelurahan Poris, Cipondoh, Kota Tangerang dibongkar polisi. Petugas dari Subdit Sumber Daya dan Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya meringkus komplotan penyuntik tabung elpiji menyusul adanya laporan warga yang merasa curiga karena isi tabung elpiji yang dibelinya cepat habis.
Kepala Subdit Sumdaling Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Adi Vivid, Kamis (21/5), mengatakan, modus komplotan ini sama-sama memindahkan gas dari tabung elpiji 3 kilogram (kg) ke tabung elpiji 12 kg. Elpiji dalam tabung 3 kg merupakan sumber daya yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dengan memindahkan isinya ke tabung elpiji 12 kg yang tidak disubsidi, komplotan itu mendapatkan keuntungan.
Komplotan pengusaha gas suntikan membeli gas dalam tabung 3 kg di warung-warung di lingkungannya dengan harga Rp 17.000-Rp 18.000 per tabung. Kemudian, isinya dipindahkan ke tabung 12 kg yang dijual lagi dengan harga Rp 142.000 hingga Rp 145.000 per tabung. Tak hanya selisih harga yang menjadi keuntungan komplotan ini, isi atau volume gas yang sudah dipindahkan ke tabung elpiji 12 kg juga tidak pas dengan yang seharusnya. Adi menjelaskan, toleransi isi tabung elpiji 12 kg yang diizinkan yakni 0,24 kg untuk satu tabung. Namun, untuk gas suntikan, selisihnya bisa mencapai 2,5 kg. Selisih inilah yang menyebabkan elpiji suntikan lebih cepat habis dipakai.
Setelah mendapatkan laporan dari warga, polisi segera bergerak untuk menyelidiki penyelewengan sumber daya tersebut. Polisi memeriksa dan menggeledah lokasi yang diduga dijadikan tempat pemindahan gas.
Pengungkapan pertama dilakukan di Vila Tomang Baru Blok G-3, Kelurahan Gelam Jaya, Pasar Kemis Tangerang, pada Selasa, 14 April 2015 lalu. Dari lokasi polisi mengamankan tiga tersangka yakni BR, pemilik usaha gas, EH dan AA karyawan.
Modus yang digunakan para pelaku adalah membeli elpiji subsidi 3 Kg dari warung yang berada di Kecamatan Pasar Kemis, Tangerang dengan harga Rp 17 ribu-18 ribu, kemudian dipindahkan dengan cara disuntik ke gas elpiji 12 Kg.
“Tabung gas lalu disegel seperti baru dan dijual dengan harga Rp.142 ribu sampai Rp 145 ribu,” tambah Adi.
Pengungkapan kedua dilakukan di wilayah Poris Tangerang pada Senin 27 April 2015 lalu. Polisi mengamankan dua tersangka yakni BHS, pemilik usaha dan TJ karyawan yang bertugas memindahkan isi dari tabung gas. Modus yang digunakan oleh pelaku sama dengan pengungkapan pertama namun isi gas yang dipindahkan dari 3 Kg ke ukuran 50 Kg dengan harga jual tiap tabung Rp 430 ribu.
Selain dua komplotan pengoplos gas di Tangerang, Polda juga menggerebek tempat penyuntikan ilegal di Jalan Jeran 2, Pedurenan, Jati Luhur, Jati Asih, Bekasi pada Jumat 15 Mei 2015 lalu. Dari lokasi petugas mengamankan tiga tersangka yakni MZ, pemilik usaha, RS karyawan yang bertugas memindahkan isi gas dan EF pedagang gas elpigi hasil suntikan.
Atas perbuatannya, para pelaku diancam dengan pasal 62 ayat 1 Jo pasal 8 ayat 1 UU RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan atau pasal 32 ayat 2 Jo pasal 30 UU RI No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi legal serta pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman di atas lima tahun dan denda 2 miliar rupiah. Dari penangkapan ini, polisi menyita ratusan tabung elpiji dan alat-alat yang digunakan untuk memindahkan gas, seperti selang regulator, obeng, pipa besi, dan ikat segel tabung gas.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul mengatakan, kegiatan penyuntikan gas dari gas bersubsidi ke non-subsidi ini sebenarnya sudah biasa.
“Ini terus berulang, sering terjadi di mana-mana. Padahal kita sudah sering menindak, tetapi oknum-oknum yang hanya mencari keuntungan itu tidak jera,” kata Martinus.
Dia mengatakan, penindakan ini merupakan atensi Presiden Joko Widodo yang menginstruksikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk mengamankan barang ekonomis yang bersubsidi. Tidak hanya gas elpiji, tetapi juga beras, pupuk dan lainnya.
“Ini adalah bagian tindak lanjut apa yang disampaikan bapak presiden untuk amankan dan mengawasi barang-barang bersubsidi,” kata Martinus Kata dia, kegiatan penyuntikan gas dari gas bersubsidi ke non-subsidi ini sendiri sebenarnya sudah sering terjadi. Menurut Martinus, hal ini terulang karena di samping motif ekonomi, tetapi juga karena prinsip memindahkan isi gas yang sederhana hingga membuat pelaku memanfaatkan celah tersebut. Selain itu, perbedaan harga gas subsidi dan non-subsidi juga dimanfaatkan para pelaku untuk mencari keuntungan dengan mengabaikan keselamatan.
“Yang kedua disparitas harga subsidi dan non subsidi ini sangat jauh. Bagi pelaku yang motif uang ini mereka lakukan ini dan bahkan kalau kita lebih tajam dan riksa intensif bisa saja ini tidak hanya (beroperasi) 6 bulan, tapi bisa beberapa tahun ke belakang,” tuntasnya. (gatot/aditya)