ICW Adukan 7 Parpol ke Komisi Informasi

SERANG,SNOL– Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadukan 7 partai politik (Parpol) ke Komisi Informasi. Ketujuh partai itu diadukan lantaran tata kelola keuangannya dinilai masih buruk, sehingga prinsip transparansi seperti yang diamanatkan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), masih jauh dari harapan.

Peneliti ICW Almas Sjafrina menyatakan, pelayanan informasi publik di Parpol yang berada di Provinsi Banten, dinilai masih buruk. Dari 10 partai yang kami minta laporan keuangannya, hanya tiga partai yang merespon. “Sedangkan, tujuh Parpol lainnya tak ada respon,” kata Almas, Senin (19/5).

Menurutnya, UU Nomor 14 tahun 2008, tentang KIP sudah jelas menempatkan Parpol sebagai badan publik, sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 3 UU KIP, bahwa selain organisasi pemerintahan (ekskutif, legislatif dan yudikatif), organisasi non pemerintah juga dikategorikan sebagai badan publik. Sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN/APBD), sumbangan masyarakat, dan bantuan luar negeri.

“Setiap tahun, parpol di daerah menerima kucuran dana bantuan keuangan dari APBD. Di Banten sendiri nilainya diatas Rp 2 miliar. Tapi, publik tidak bisa mengakses penggunaan dana rakyat tersebut,” tambahnya.

Berdasarkan hasil akses informasi yang dilakukan oleh ICW, bekerjasama dengan tim akses informasi di Banten, sebanyak 7 dari 10 Parpol pemenang Pemilu tahun 2014 lalu, enggan memberikan data keuangan partainya. Sehingga ICW melakukan gugatan kepada Komisi Informasi (KI) Banten, Rabu (20/5) hari ini.

“Berdasarkan data dari Kemendagri tahun 2014, per kursi dana parpol yang diberikan oleh Provinsi Banten nilainya di atas Rp 20 juta. Sementara, secara nasional per kursi besarnya hanya Rp 108 ribu,” pungkasnya.

Dengan dana yang sudah jelas berasal dari publik tersebut, lanjut Almas, sudah menjadi kewajiban Parpol untuk mempertanggujawabkannya ke publik. Tiga partai yang merespon yaitu, PDI Perjuangan, PKS dan PPP. Sementara, tujuh Parpol lainnya yakni, Partai Golkar, Demokrat, Nasdem, Gerindra, PAN, Hanura, dan PKB tidak merespon.

“Tiga partai yang merespon, sudah bersedia memberikan dokumen keuangan partai tahun anggaran tahun 2013. Sementara, yang tahun 2014 belum. Sedangkan tujuh partai lainnya, tidak memberikannya,” jelas Almas.

Secara umum, sambungnya, mayoritas Parpol khususnya di Banten belum memahami urgensi keterbukaan pendanaan Parpol berdasarkan UU KIP dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, tentang Partai Politik.

Sejak awal Januari lalu, ICW melakukan uji akses laporan pendanaan terhadap 10 Parpol di 11 Provinsi se-Indonesia, termasuk di Banten. “Laporan yang diminta berupa struktur pengurus partai politik, laporan pendanaan tahun 2010-2014, serta laporan program kegiatan partai politik,” ungkapnya.

Setelah melakukan uji akses, pihaknya menemukan bahwa Parpol di daerah tidak memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID), dan tidak mempunyai mekanisme penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pendanaan.

“Tata kelola pendanaan partai masih buruk, respon partai buruk terhadap surat permohonan informasi laporan pendanaan, dan mayoritas partai tidak patuh terhadap putusan Komisi Informasi (KI). Yang lebih memprihatinkan, kader partaipun tidak tahu keuangan partainya. Sebab, yang tahu hanya pengurus intinya saja,” jelasnya.

Pegiat anti korupsi dari Masyarakat Transparansi (Mata) Banten yang menjadi mitra ICW, Oman Abdurrahman mengatakan, pihaknya akan melakukan gugatan sengketa informasi terhadap 7 Parpol ke KI Banten. “Besok (hari ini,red) kami akan mengadukannya ke KI. Ini dilakukan untuk membenahi partai politik di Banten. Sebab keuangan partai politik, sebagiannya bersumber dari APBD,” ucapnya. (metty/mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.