Madrasah Minta Perhatian Pemerintah

TANGERANG,SNOL—Ribuan siswa madrasah di Tangerang belajar dalam kondisi tak memuaskan. Gedung tidak memadai dan fasilitas seadanya membuat anak-anak yang menuntut ilmu di madrasah seolah terabaikan. Pemerintah daerah didorong untuk lebih peduli terhadap nasib generasi bangsa yang belajar di sekolah di bawah naungan Kementrian Agama itu.

Sejak subuh, Junaedy (16), warga Tanah Tinggi Kecamatan Tangerang sudah beranjak dari tempat tidurnya. Dia bergegas ke kamar mandi berwudhu dan melaksanakan sholat subuh berjamaah di mesjid dekat rumahnya.

Seperti anak sekolah pada umumnya, ia mempersiapkan diri berangkat ke sekolah. Pukul 6 pagi, ia harus sudah berangkat dan berada di sekolah sebelum bel berbunyi. Junaedy menuntut ilmu yakni di MA Negeri Cipondoh, jalan Panglima Polim No. 6 Kelurahan Poris Plawad Kecamatan Cipondoh. Letak sekolah yang berbeda kecamatan, membuatnya harus berangkat lebih awal. Dalam jangka waktu kurang lebih 35 menit, dia baru bisa merasakan teduhnya bangunan sekolah.

Bermodalkan ongkos sebesar Rp 15 ribu, ia harus mengatur pengeluarannya untuk jajan dan naik angkutan umum. Tidak jarang, ia terpaksa harus menginap di rumah teman yang letak rumahnya berdekatan dengan sekolah atau mengayuh sepeda.

“Saya harus lebih pagi berangkat ke sekolah, memang tidak terlalu jauh sih. Pakai angkot jadi harus muter-muter dulu,” ujarnya. Ia mengaku madrasah negeri menjadi impiannya sejak masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs). Madrasah negeri yang paling dekat dengan tempat tinggalnya hanya di Cipondoh.

Kepala Kementerian Agama Kota Tangerang, Dedi Mahpudin mengatakan, persebaran lokasi madrasah memang jadi persoalan tersendiri di Kota Tangerang. Apalagi jika dibandingkan dengan sekolah negeri, jumlah madrasah plat merah di kota Akhlakul Karimah jauh lebih sedikit. Di Kota Tangerang, jumlah madrasah negeri masih bisa dihitung jari. Diantaranya satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri, 3 MTs Negeri dan 2 Madrasah Aliyah Negeri. Itu pun baru ada di tiga kecamatan yakni Cipondoh, Karawaci dan Benda.

Selain persebaran, kata Dedi, tantangan terbesar dunia madrasah yakni kondisi infrastruktur yang masih kalah jauh dibandingkan sekolah umum negeri. Untuk itu, Kemenag meminta Pemerintah Kota Tangerang untuk ikut serta membangun pendidikan madrasah yang ada. Salah satunya meminta pemerintah membangun sekolah madrasah negeri di masing-masing kecamatan.

“Moto Kota Tangerang adalah Akhlakul Karimah. Sesuai moto itu, sudah seyogyanya madrasah tidak lagi dipandang sebagai pendidikan kaum terpinggirkan atau hanya untuk anak-anak kalangan yang identik dengan agama. Madrasah juga bagian dari Kota Tangerang, jangan pandang sebelah mata,”ujar Dedi Mahpudin, Sabtu (2/5). Dia menjelaskan, secara institusi madrasah memang ada di bawah Kementerian Agama Pusat. Tapi, anak-anak yang belajar di madrasah merupakan warga Kota Tangerang.

“Sehingga pemerintah Kota Tangerang memiliki tanggung jawab juga untuk membangun pendidikan di madrasah,”imbuh Dedi.

Rektor Universitas Muhammadiyah Tangerang, Achmad Badawi mengungkapkan pendidikan di Kota Tangerang tidak hanya membutuhkan infrastruktur yang bagus. Namun juga memerlukan Sumber Daya Manusia atau tenaga pengajar yang mumpuni. Dia menjelaskan, saat ini ada persoalan besar di kalangan tenaga pengajar yang terjebak dengan materialisme. Sebagian tenaga pengajar hanya mengajar sesuai dengan ketentuan pendapatan gaji dan insentif.

“Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kinerja tenaga pengajarnya harus ditingkatkan. Kalau kinerjanya buruk jangan harap berbicara tentang kualitas. Kalau guru sudah malas, tidak kreatif, tidak punya ide, gimana mau menghasilkan anak berprestasi,” tambahnya.

 

Terhalang Perbedaan Status

Persoalan lebih pelik terjadi di Kabupaten Tangerang. Sebanyak 20 –an madrasah diketahui dalam kondisi memprihatinkan karena gedung yang rusak, sarana berupa meja dan kursi tidak mencukupi serta minimnya tenaga pengajar yang mumpuni.

Buruknya kondisi infrastruktur madrasah dapat di lihat di Madrasah Tsanawiyah Nurul Akbar di Desa Kramat Kecamatan Pakuhaji. Di tempat ini, ratusan siswa belajar dalam kondisi memprihatinkan. Dari delapan kelas yang ada di sekolah ini, hanya lima ruangan yang dilengkapi kursi dan meja. Sisanya tidak memiliki fasilitas ‘semewah’ itu. Tiga ruang kelas lainnya bahkan tidak memiliki kursi, meja, papan tulis dan plafon.

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementrian Agama Kabupaten Tangerang, Ahmad Rifaudin beberapa waktu lalu menjelaskan penanganan masalah sekolah swasta bukan menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Menurutnya, kerusakan yang dialami MTS Nurul Akbar merupakan salah satu diantara sekian banyaknya sekolah swasta di Kabupaten Tangerang yang rusak.

“Sejauh yang saya tahu kurang lebih sekitar 20 sekolah yang mengalami nasib serupa seperti MTS Nurul Akbar,” pungkasnya.

Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang, Enny Syuhaeni mengungkapkan buruknya kualitas infrastruktur madrasah juga menjadi kendala di wilayahnya. Menurut Enny, perbedaan status sekolah antara madrasah dan sekolah umum menjadi penyebab lambannya pembangunan di bidang pendidikan. Bak tembok besar yang membentang, kedua sekolah tersebut seakan bermusuhan. Bahkan Pemerintah terkadang sering menjadikan sekolah madrasah sebagai anak tiri.

“Semestinya masalah sekolah madrasah dan sekolah umum bisa berjalan beriringan. Tidak ada lagi itu yang mengatakan ini menjadi tanggung jawab Kemenag atau pun ini menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan. Yang benar adalah ini merupakan tanggung jawab bersama. Tidak ada perbedaan antara sekolah A dengan sekolah B,” paparnya.

Perempuan yang akrab disapa Teh Enny ini menjelaskan, madrasah membutuhkan perhatian di bidang sarana dan prasarana pendidikan, sarana ibadah dan ruang kelas yang memadai.

“Oleh karena itu saya berharap tidak ada lagi rasa egois antar dinas. Mari kita duduk sama rata, satukan pikiran untuk kemajuan pendidikan di Kabupaten Tangerang,” tuturnya.

Berdasarkan data yang ada di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi Banten, terdapat 1.100 madrasah di wilayahnya. Sebagian gedungnya mengalami rusak berat dan ringan. Rinciannya yakni 250 Madrasah Ibtidaiyah rusak berat dan 125 MI rusak ringan. Selanjutnya, 200 Madrasah Tsanawiyah rusak berat dan 250 MTs rusak ringan sementara dari total 376 Madrasah Aliyah (MA), sebanyak 200 diantaranya rusak berat serta 75 lainnya rusak ringan.

Pada saat membuka “Madrasah Expo” yang diselenggarakan Kanwil Kemenag Banten di alun-alun Kota Serang, Kamis (30/5) lalu,   Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan kepedulian dan perhatian terhadap sekolah-sekolah madrasah yang rusak.

“Kemampuan anggaran negara belum sebanding dengan kebutuhan riil di lapangan. Untuk itu, pemerintah daerah dan provinsi agar meningkatkan kepedulian terhadap pendidikan madarasah,” kata Lukman Hakim Saifuddin. Ia mengaku prihatin dengan masih banyaknya ruang sekolah madrasah yang rusak, terutama lembaga pendidikan yang dikelola atau dimiliki oleh masyarakat. Oleh sebab itu kepedulian pemerintah daerah dan partisispasi masyarakat sangat dibutuhkan mengingat keterbatasan kemampuan anggaran yang dimiliki pemerintah. (mg27/widiawati/gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.