Pelaku Tawuran Menangis di Pelukan Ibu

NEGLASARI,SNOL—Sahrul Tri Rahmad Dani, tersangka penusukan Ahmad Arifin (17), siswa SMK PGRI 2 Tangerang dalam tawuran berdarah, menangis saat bertemu ibunya di Markas Polsek Tangerang, Rabu (22/4). Orang tua Sahrul yakni Slamet dan Sukinah memang mendatangi Mapolsek Tangerang setelah mendapat kabar anaknya ditangkap polisi Minggu (19/4) lalu.

Sahrul merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Kakak pertama dan keduanya sudah berkeluarga sedangkan adiknya masih bersekolah dan duduk di bangku kelas 2 SMA. Sahrul sendiri merupakan siswa Kelas XII Jurusan Sipil Teknik Batu dan Beton SMK Negeri 4 Tangerang.

“Ya benar itu anak saya. Saya sudah dikabari oleh pihak kepolisian semalam. Langsung tadi sekitar jam 11, saya ke kantor kepolisian bersama bapak. Sahrul terlihat kurusan dan saya langsung peluk dia,”kata Sukinah, orang tua Sahrul saat ditemui dirumahnya Jalan Pembangunan, RT 05/05, Kelurahan Karang Sari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang.

Sukinah menceritakan, pertemuan antara dia dan anaknya terbilang cukup singkat. Petugas kepolisian membatasi waktu kunjungan yang hanya sekitar 10 menit. Waktu itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Sukinah yang baru bertemu lagi sejak kejadian tawuran 6 Apil lalu.

“Di Polsek saya tidak boleh lama-lama. Padahal saya sebagai seorang ibu kangen juga. Saya bilang ke dia, ya sudah jalanin aja dengan ikhlas. Sahrul juga sedih. Dia menangis di pelukan saya. Tapi sama saya dia terbuka” tutur Sukinah dengan air mata mengalir di pipinya.

Sukinah mengatakan, pihak keluarga tidak menyangka kejadian ini melibatkan anaknya yang sebentar lagi lulus sekolah. Dia mengungkapkan selama ini Sahrul dikenal baik dan tidak pernah ada catatan pelanggaran hukum ataupun bermasalah di sekolah.

“Saya kaget, benar-benar kaget dan tidak habis pikir, apalagi sampai ke situ. Saya juga tidak ada firasat sama sekali. Saya tidak menyangka karena selama ini Sharul anaknya penurut dengan orangtua dan patuh,” ujarnya.

“Sama tetangga dan teman-temannya baik. Ketua RT juga siap memberikan kesaksian tentang kehidupan sehari-hari anak saya,” sambungnya.

Diungkapkannya, Sahrul sendiri lahir dan besar di Tangerang. Sukinah dan keluarga memang sudah cukup lama tinggal di Tangerang. Orangtuanya bekerja sebagai buruh bangunan. Sukinah menjelaskan, Sahrul setiap pulang sekolah memang tidak tentu karena banyak kegiatan di sekolah, terkadang juga suka pulang malam. Ketika ditanya Sahrul mengaku dari rumah temannya.

“Pas kejadian 6 April, saya bingung dia belum pulang hingga tengah malam. Kemudian ada orang yang mencari anak saya. Saya sudah berusaha mencari ke teman dekatnya, ke sekolah dan kemana-kemana tapi tidak berhasil. Termasuk ke Surabaya saya juga tidak tahu,” kata Sukinah.

Sukinah menjelaskan, Sahrul sempat ke Sragen, Jawa Tengah karena memang di sana ada rumah neneknya. Tetapi selama pelarian, Sukinah yang sehari-hari berdagang pecel itu tidak mengetahui posisi sang anak. Usaha berdagang itu juga terhenti pasca kejadian ini. Dia sempat mencari ke teman akrabnya namun sama selalu ditutupi.

“Ini menjadi musibah dan takdir yang harus saya hadapi. Saya terima dan semoga kasus yang menimpa anaknya itu diampuni. Sebelum kejadian sebenarnya, saya ingin dia lulus ujian karena katanya dia mau kuliah tapi terjadi musibah,” ucapnya sedih.

Seperti diberitakan sebelumnya, tawuran antar pelajar terjadi di taman depan Samsat Cikokol, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Tangerang, pada 6 April 2015, yang menyebabkan tewasnya, siswa kelas XI SMK PGRI 2 Tangerang bernama Ahmad Arifin (17). Dia ditikam di bagian wajahnya dengan pedang pendek. Korban sempat dibawa ke RSU Kota Tangerang untuk diberikan pertolongan, namun dia tewas dengan kondisi pedang masih menancap di wajahnya.

Menurut keterangan polisi, tawuran melibatkan lima sekolah SMK Yuppentek 1 Tangerang, SMKN 4 Tangerang, SMKN 2 Tangerang dan SMK Vochtech yang bergabung melawan SMK PGRI 2 Tangerang. Kemudian polisi melakukan penyelidikan, memanggil para saksi hingga mendapatkan nama yang diduga melakukan penusukan.

Polisi menyebut pelaku tidak masuk sekolah dan tidak mengikuti UN. Pelaku juga tidak berada dirumah dan sudah kabur melarikan diri. Akhirnya pelaku penusukan Sahrul Tri Rahmad Dani (18), ditangkap di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Jawa Timur. Tersangka ditangkap saat mau menyebrang ke Sulawesi pada Minggu (19/5), sekitar pukul 15.30 WIB.

Kepala Sekolah SMK Yuppentek 1 Lega

Tertangkapnya pelaku pembunuh tragedi tawuran berdarah membuat Kepala SMK Yuppentek 1 Tangerang lega. Dia lega karena pemberitaan sejumlah media massa sebelumnya menyebutkan siswa SMK Yuppentek 1 sebagai pelaku pembunuh Ahmad Arifin terbantahkan.

Kepala SMK Yuppentek 1 Suratno mengatakan apresiasinya kepada pihak kepolisian yang begitu sigap menangkap pelaku. Sehingga, identitas si pelaku bisa terungkap. Menurutnya, pemberitaan selama ini sudah merugikan sekolahnya yang jelas-jelas bukan pelakunya.

“Kami tidak bisa bicara banyak karena hampir semua media memberitakan sekolah kami pelakunya. Apalagi pelaku belum tertangkap, makanya sekarang waktu yang tepat untuk kami mengklarifikasi semua,” ujarnya.

Ia mengaku, sekolah swasta tidak mudah mencari massa. Apalagi, pihaknya sudah melakukan promosi kepada masyarakat tentang keunggulan-keunggulan sekolah. Namun, pemberitaan tersebut justru menjatuhkan sekolah yang sudah mengeluarkan pembiayaan yang tidak sedikit.

Ia bersyukur, pelaku bisa tertangkap dengan cepat. Tidak seperti siswanya yang menjadi korban pembunuhan saat tawuran yang hingga kini pelakunya masih berkeliaran dan tidak ada media yang mengekspose itu.

Laki-laki paruh baya itu tidak ingin menyebutkan asal sekolah si pelaku. Menurutnya, hal tersebut bukanlah menjadi yang paling pokok. Ia merasa lega dari kasus ini sehingga, ia bisa menjelaskan kepada orang tua, siswa, dan masyarakat luas.

Selama ini, pihaknya memang sudah melakukan klarifikasi kepada masyarakat. Namun, persentasenya sangat kecil hanya 0,1 persen masyarakat bisa percaya. Peran media sangat besar saat itu memberitakannya sehingga pihak sekolah lebih banyak diam dan menunggu mukjizat datang.

“Kami berani menantang karena memang siswa kami bukan pelakunya, kalau ikut tawuran hanya 2 orang itu pun sudah diperiksa dan tidak terbukti melakukan, bahkan sudah dikembalikan ke pihak sekolah dan keluarga,” katanya semangat.

Bapak yang rambutnya sudah mulai memutih ini meminta kepolisian untuk menjerat pelaku sesuai hukum. Tidak dengan diselesaikan berdasarkan kekeluargaan seperti yang sudah dilakoni sebelum-sebelumnya.

Hampir beberapa kasus yang ditanganinya, lebih banyak yang diselesaikan berdasarkan kekeluargaan. Padahal, kasusnya berat. Lemahnya hukum ini, membuat pelaku tawuran tidak jera dengan apa yang sudah terjadi.

“Selama ini pelaku hanya diselesaikan dengan kekeluargaan, cuma panggil orang tua lalu bebas. Si pelaku jadi santai saja, nanti juga orang tua doang yang dipanggil,”ujarnya mencontohkan.

Seharusnya, ada hukum atau Peraturan Daerah yang lebih ketat lagi untuk menangani kasus tawuran ini. Dia yakin, persoalan ini bisa diselesaikan dengan bersama.

Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMK Yuppentek 1 Firdaus Abadi mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya terus melakukan pemantauan kepada siswa. Termasuk melarang siswa untuk tidak berangkat dan pulang secara gerombol, apalagi nongkrong-nongkrong dijalan.

Ia mengeluhkan, pembinaan sudah dilakukan kepada siswa. namun, pihaknya kesulitan mengidentifikasi siswa yang ikut terjun tawuran. Selama pembinaan, yang ikut tawuran selalu peserta didik yang tidak pernah ikut tawuran, seperti anak-anak OSIS dan aktif di ekstrakurikuler. (widiawati/uis/gatot)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.