Penempatan TKI Cukup Dilayani Satu Pintu
SERANG,SNOL— Menteri Tenaga Kerja RI, Mohammad Hanif Dhakiri meminta Gubernur Banten membentuk Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) penempatan TKI. Itu penting dilakukan untuk menjamin keselamatan tenaga kerja asal daerahnya masing-masing ketika berada di luar negeri.
“Kita ajak pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam mewujudkan pelayanan penempatan TKI yang terkontrol, aman, transparan, murah dan cepat serta memastikan aspek perlindungan TKI lebih terjamin,“ imbuh Menaker M Hanif Dhakiri, saat memberikan kata sambutan dalam pelantikan Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Banten, di Masjid Raya Albanteni, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Curug, Kota Serang, Selasa (7/4).
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kantor LTSP penempatan TKI menghimpun semua stakeholder terkait dengan rekrutmen dan penempatan TKI yang berada di masing-masing provinsi termasuk di Banten. Keanggotaan dalam LTSP penempatan TKI terdiri dari SKPD atau instisusi daerah yang membidangi Ketenagakerjaan (sebagai koordinator), Kependudukan dan Catatan Sipil, Keimigrasian, Kesehatan dan Psikologi, Perbankan Pemerintah, Asuransi TKI, dan Kepolisian di masing-masing provinsi.
“Dalam LTSP penempatan TKI itu, kita libatkan semua unsur terkait sehingga semua urusan dalam penempatan TKI dapat diselesaikan melalui satu pintu saja. Ini juga akan memudahkan pengawasan,” kata Hanif.
Pendirian dan penetapan lokasi LTSP penempatan TKI dapat dibentuk melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur dengan mempertimbangkan usulan usulan Bupati dan Walikota daerah asal yang banyak mengirimkan TKI ke luar negeri dengan anggaran yang berasal dari APBN dan APBD.
“Pemda juga memiliki tanggung jawab melindungi warganya di luar negeri, tidak melulu diserahkan ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Dikatakan Hanif, dalam pembenahan tata kelola TKI, pemerintah mendorong memberdayakan aparat di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta aparat pemerintahan di bawah tata cara dan prosedur pemberangkatan TKI yang sesuai dengan peraturan dapat diterapkan dengan baik.
Salah satu masalah yang dialami para TKI yang bekerja di luar negeri umumnya bersumber dari proses rekrutmen di dalam negeri. Pembenahan mekanisme rekrutmen di daerah asal ini merupakan solusi perlindungan terhadap para TKI.
“Oleh karena itu, pencari kerja yang berminat bekerja di luar negeri harus mendaftarkan diri pada dinas-dinas tenaga kerja dengan tidak dipungut biaya. Hal ini akan membuat system pendataan TKI menjadi lebih tertib dan valid,” kata Hanif.
Hanif Pemerintah pun melakukan integrasi data agar tidak ada lagi TKI yang berangkat tidak diketahui oleh pemerintah daerah. “Proses pelayanan rekrut penempatan dan perlindungan TKI dilaksanakan oleh dinas provinsi melalui layanan terpadu satu pintu yang terintegrasi dengan Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri,” imbuh Hanif.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Banten Rano Karno mengaku siap menjalankan instruksi dari Menaker tersebut. Ia mengaku akan segera berkoordinasi dengan semua stakeholder yang ada di Banten. “Tentu akan kita rumuskan terlebih dahulu,” imbuhnya.
Masuk BLK Tak perlu Persyaratan
Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dakhiri juga menginginkan warga yang masuk Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap daerah tidak ada persyaratan mencantumkan pendidikan formal. Itu dilakukan agar semua warga bisa mengakses lembaga pendidikan ketenagakerjaan.
“Selama ini memang mindset (pola pikir,red) kita salah, sehingga harus diubah. Salah satu contoh, masuk BLK minimal berpendidikan SMA/sederajat, padahal masyarakat kita terutama mungkin di Banten banyak sekali warga yang masih produktif pendidikannya hanya lulusan SD dan SLTP,” kata Hanif.
Dikatakan Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, dari salahnya proses perekrutan warga ketika mengikuti pelatihan di BLK berimplikasi pada terlalu monotonnya persyaratan yang dikeluarkan oleh setiap perusahaan dalam melakukan perekrutan karyawan. Salah satu contohnya, kata Menteri, perekrutan tenaga security (satpam) minimal berpendidikan SLTA. Padahal pekerjaan tersebut bisa juga dilakukan oleh orang yang berpendidikan minimal SLTP ke bawah dengan mengikuti pelatihan terlebih dahulu.
“Ini yang saya katakan tadi bahwa proses perekrutan yang sebenarnya tidak ada korelasinya dengan pendidikan,” papar Menteri asal Salatiga, Jawa Timur (Jatim) ini.
Saat disinggung upaya yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk mensosialisasikan bahwa masuk BLK tak ada lagi persyaratan khusus, Menteri asal Nahdlotul Ulama (NU) tersebut berencana mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Tak Ada Persyaratan Khusus BLK.
“Ya, kita juga tentu berkonsultasi dengan Bapak Presiden (Joko Widodo,red) dan dengan Kementerian lain. Salah satunya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen),” papar Hanif.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten Hudaya Latuconsina, mengaku siap menjalankan keputusan Menaker tersebut. Hudaya sepakat dengan usulan Menaker itu, apalagi selama ini jumlah angkatan kerja di Banten cukup tinggi tahun ini mencapai 2000 orang. Sementara yang sudah diterima kerja sekitar 60 persen. Mayoritas yang menganggur tersebut adalah lulusan SD dan SLTP.
“Makanya yang masih menganggur tersebut harus kita berikan keahlian khusus di BLK,” paparnya.
Untuk total BLK di Banten, kata Hudaya, hingga saat ini berjumlah enam unit yakni masing-masing di Kota Serang (milik Kementerian), Serpong, Kota Tangsel (milik Disnakertrans Provinsi Banten), Kabupaten Pandeglang (milik Kementrian yang dikelola Pemkab), Kota Tangerang (milik Pemkot) dan Kota Cilegon (milik Pemkot). “Di BLK tersebut bisa kita latih menjahit, kursus memasak, reparasi alat elektronik, dan lain-lain,” jelas Hudaya. (ahmadi/jarkasih)