Nenek Fatimah & Menantu Disarankan Berdamai
TANGERANG, SNOL—Pengadilan Negeri Tangerang kemarin kembali menggelar persidangan kasus perdata sengketa lahan Nenek Fatimah vs menantu serta anak kandungnya,
Nurhakim dan Nurhanah. Sidang kali ini mengagendakan penyampaian kesimpulan masing-masing pihak penggugat dan tergugat.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ratna dan Indri serta I Made Suratmadja sebagai anggota itu dimulai sekitar pukul 10.55 WIB. Setelah dibuka, kedua belah pihak yang masing-masing diwakili oleh kuasa hukumnya memberikan berkas kesimpulan kepada majelis hakim.
“Ya hari ini sudah memasuki penyampaian kesimpulan, berarti pemeriksaan sudah selesai. Namun majelis hakim kembali menyampaikan kedua belah pihak karena masih satu keluarga untuk bisa diselesaikan dengan damai sebelum ada putusan,” kata Ratna, Selasa (24/3) di lokasi.
Ratna menjelaskan, apabila sebelum adanya putusan kemudian sudah berdamai, bisa langsung melaporkan ke sekretariat Pengadilan Tangerang. Tetapi kalau sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada laporan, pihaknya tetap memberikan keputusan.
“Berarti tinggal pembacaan putusan. Kita tunda selama dua minggu yakni akan kembali digelar pada hari Selasa, (7/3),” ujarnya. Menanggapi pernyataan majelis hakim, kedua belah pihak, baik penggugat dan tergugat masing-masing bertahan pada kesimpulannya.
Dalam kesimpulannya, kuasa hukum penggugat, Luhut Sinaga mengatakan, bahwa tanah tersebut masih milik kliennya (Nurhakim). Karenanya, dia meminta untuk tergugat bisa mengembalikan sertifikat dan mengosongkan lahannya. “Menurut keterangan klien kami, kan belum diperjual belikan. Memang katanya sudah dibeli, tapi belum dibayar, waktu itu hanya dipinjam. Karena klien kami pindah tugas ke Kalimantan, kalau pulang ke Tangerang juga diingatkan terus, kenapa dibangun, karena itu tanah warisan dari bapaknya Nurhakim,” tuturnya.
Luhut mengungkapkan, yang menjadi dasarnya adalah sampai saat ini sertifikat masih atas nama Nurhakim dan tidak ada kwitansi jual beli. “Kalau kita penggugat siap saja damai, ayo damai karena masih keluarga. Tapi mereka tidak mau karena menggangap tanah mereka. Kita tawarkan bagi dua, mereka menolak,” jelasnya.
Sementara, kuasa hukum Nenek Fatimah, Aris Purnomohadi mengatakan, bahwa tanah seluas 397 meter persegi yang terletak di RT 02/01 Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh sudah terjadi transaksi jual beli di bawah tangan pada tahun 1987 jam 10 malam antara (alm) Abdurahman dengan Nurhakim. Saksinya adalah Nenek Fatimah beserta anaknya Rohimah, Marhamah dan Masamah.
“Namun setelah tanah itu dibangun sampai Abdurahman meninggal belum juga membalik nama sertifikat karena berbagai cara dan alasan. Padahal pada 22 November 2005 Nurhakim memberikan surat pernyataan bahwa tanah tersebut siap dibalik nama kapanpun,” jelasnya. Aris mengungkapkan, pihak Nenek Fatimah memang ingin berdamai, tetapi mereka minta dibagi dua sehingga ditolak. Alasannya adalah kliennya sudah membayar sebanyak Rp 10 juta kepada Nurhakim. Menurutnya, gugatan mereka juga sudah kedaluwarsa karena Nenek Fatimah sudah menempati tanah tersebut selama 27 tahun secara terus menerus tanpa adanya sanggahan secara hukum. “Kita minta majelis hakim dapat mempertimbangkan dengan baik berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang ada. Kita berharap majelis dapat menolak gugatan tersebut dan sertifkat bisa dibalik nama,” tambahnya. (uis/made)