Revisi UU MD3 Akrobatik Politik DPR
JAKARTA,SNOL Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 menilai banyak terjadi kejanggalan dalam RUU tentang Perubahan atas UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pasalnya, pengesahan UU itu dilakukan dalam waktu mendesak jelang pemungutan suara Pilpres 9 Juli.
“Keinginan awal tampaknya tidak cukup lapang, hanya kepentingan politik sesaat yang dominan sehingga muncul sifat akrobatik dan negatif terhadap substansi undang-undang,” kata pemerhati kebijakan dari Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) Hendrik Rosdinar dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta, Minggu (13/7).
Hendrik menilai, banyak pasal dari UU MD3 yang baru saja disahkan harus direvisi kembali. Lantaran, pasal-pasal yang ada justru menambah kewenangan anggota dewan dengan menghilangkan sejumlah fungsi pengawasan yang. Hal ini dikhawatirkan memperlebar indikasi tindak pidana.
“Hal yang paling mungkin terjadi adalah adanya kemungkinan anggaran ganda terkait tambahan tugas anggota dewan. Selain itu, dalam undang-undang MD3 yang baru anggota dewan diproteksi begitu luar biasa terutama saat menjalani penyelidikan sebuah kasus oleh penegak hukum,” demikian Hendrik.
Adapun, terdapat delapan poin penting yang menjadi sorotan dan harus segera direvisi oleh DPR dalam UU MD3 yang baru. Yakni tren penambahan kewenangan MPR, mekanisme pemilihan pimpinan DPR, keterwakilan perempuan, hak imunitas, proses penyidikan, mahkamah kehormatan, hilangnya Badan Akuntabilitas Keuangan Negara dari Alat Kelengkapan Dewan, dan hak mengusulkan program pembangunan daerah pemilihan(wah/wid/rmol)