Dakwaan Century Melawan Putusan MK
JAKARTA,SNOL Kalangan di sekitar Presiden SBY mempersoalkan dakwaan dalam persidangan kasus danatalangan Bank Century dengan terdakwa salah seorang mantan deputi Gubernur BI, Budi Mulya, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Koruptor (KPK), kemarin (Kamis, 6/3).
Menurut Staf Khusus Presiden, Andi Arief, dakwaan yang berkaitan dengan keputusan BI mengucurkan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) melanggar putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 lalu.
Andi Arief dalam pesan yang dikirimkannya melalui jejaring media massa beberapa saat lalu kembali menyertakan link website Mahkamah Konstitusi yang berisi putusan MK bernomor 145/PUU-VII/2009.
Dalam bagian 5. Amar Putusan dengan tegas disebutkan: “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.”
Di sebutkan di dalamnya bahwa Pemohon dalam kasus itu adalah Sri Gayatri, Agus Wahid, Adhie M. Massardi, Agus Joko Pramono, Halim Dat Kui, dan M. Hatta Taliwang.
Putusan itu diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri sembilan Hakim Konstitusi pada hari Senin, 12 April 2010 serta diucapkan dalam Sidang Pleno MK yang terbuka untuk umum pada hari Selasa, 20 April 2010.
Putusan itu ditandatangani Ketua MK ketika itu yang juga merangkap anggota Moh. Mahfud MD, serta delapan anggota lain yakni Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva. Panitia Pengganti Fadzlun Budi SN juga ikut membubuhkan tandatangan.
“Kebijakan tidak bisa diadili. Inilah keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Perppu, Perubahan Peraturan Bank Indonesia, bailout tidak merugikan rakyat. Melihat dakwaan sidang Budi Mulya ‘ada’ pelanggaran serius terhadap putusan Mahkamah Konstitusi,” tulis Andi Arief dalam pesannya.
Menurut hemat Andi Arief, gratifikasi sebesar Rp 1 miliar yang diterima Budi Mulya dari pemilik Bank Century Robert Tantular layak diadili. Namun, dakwaan lain yang berkaitan dengan keputusan BI menyelamatkan Bank Century adalah pelanggaran berat dan pembangkangaan terhadap putusan MK.
“Lalu apakah KPK dan lembaga pengadilan Tipikor itu masih dalam kerangka NKRI? Kalau iya, mengapa melawan Mahkamah Konstitusi?” demikian Andi Arief. (dem/rmol)