Aktivis Kecewa BPJS Kesehatan Tak Lindungi Anak Panti Asuhan

SNOL. Pelayanan jaminan kesehatan yang laksanakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih sering dikeluhkan para pesertanya. Minimnya kualitas layanan, hingga masalah regulasi menjadi problem utama yang dihadapi.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, turunnya benefit yang diterima peserta atau per­masalahan layanan menjadi ke­luhan dominan kepada BPJS Kesehatan.
“Tentunya hal ini ter­kait erat dengan pembiayaan de­ngan ske­ma Indonesia Case Ba­sed Groups (INA CBGs) dan ka­­pi­tasi yang dikebiri oleh Peratu­ran Menteri Kesehatan (Permen­kes) No. 69/2013, sementara di­ke­luarkannya Surat Edaran Me­nteri Kesehatan No. 31 dan 32 tahun 2014 untuk memperkuat Per­menkes No.69 itu ternyata be­lum bisa mengu­ra­ngi masalah di la­pangan,” ujar­nya dalam kete­ra­ngan tertulis yang diterima Rak­yat Merdeka, kemarin.
Dia menekankan, selama 50 hari beroperasinya BPJS Kese­hatan belum tampak perubahan yang signifikan di lapangan. “Da­ri sisi regulasi, sampai saat ini gelandangan, anak jalanan, anak panti asuhan, dan orang jompo, be­lum mendapat kepastian untuk dilayani oleh BPJS Kesehatan. Ren­cana pemerintah menambah anggaran Rp 400 milyar untuk mengakomodir mereka ternyata belum juga bisa direalisasikan,” terangnya.
Masalah itu, lanjutnya, berawal dari dikeluarkannya Peraturan Pe­merintah (PP) No. 101/2012 ten­tang Penerima Bantua Iuran (PBI) juncto Perpres 111/2013 ten­tang Jaminan Kesehatan hanya mengakomodasi 86,4 juta rakyat miskin sebagai PBI. Pa­dahal, orang miskin di Indonesia mencapai 96,7 juta jiwa. “BPJS Watch akan terus mendesak pe­merintah merevisi Permenkes 69/2013 dengan menaikkan biaya INA CBGs dan Kapitasi de­ngan ter­lebih dahulu mem­bicarakan masalah biaya ini de­ngan asosiasi Rumah Sakit, Pus­kesmas, aso­siasi Klinik, dan pe­nyeleng­gara kesehatan lain­nya.” katanya.
Selain itu pemerintah harus se­cepatnya menganggarkan biaya kesehatan sebesar Rp 400 miliar melindungi para gelandangan, anak jalanan, penghuni panti asu­han, panti jompo, dan peng­huni lapas yang jumlahnya sekitar 1,7 juta orang. “Tentunya masalah pe­layanan kesehatan harus terus ditingkatkan, dan hal ini membu­tuh­kan komitmen BPJS keseha­tan untuk memperbaiki diri. Bila regulasi dan komitmen pelayanan tidak ditingkatkan maka BPJS Kesehatan akan terus menuai kri­tik bahkan mungkin akan lenyap dan meninggalkan sejarah kega­galan,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Hu­kum Komunikasi BPJS Keseha­tan, Purnawarman Basundro mengatakan, pihaknya menarget­kan peserta BPJS Kesehatan men­capai 121 juta jiwa hingga akhir 2014. “Target kami, seti­dak­nya 121 juta jiwa yang men­jadi peserta BPJS Kesehatan dan terlindungi program Jaminan Ke­sehatan Nasional (JKN),” ujarnya pekan lalu.
Saat ini, jumlah peserta BPJS Ke­sehatan mencapai 117 juta jiwa yang terdiri dari penerima ban­tuan iuran dan juga non pene­ri­ma bantuan iuran. “Jumlah pe­serta mandiri yang mendaftar hing­ga saat ini mencapai 722.656 orang. Terdapat penambahan sekitar 20.000 peserta baru setiap harinya,” tambahnya.
BPJS Kesehatan meminta ma­syarakat yang belum terlindungi program JKN untuk segera men­daftar di BPJS Kesehatan terde­kat. Biaya pelayanan kesehatan yang direalisasikan untuk pemba­yaran kapitasi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama oleh BPJS Kesehatan pada Januari 2014 Rp 645,178 miliar dan Fe­bruari Rp 395,207 miliar. “Saat ini sebanyak 953 Rumah Sakit (RS) atau faskes lanjutan dari 1.750 RS yang bekerja sama de­ngan BPJS Kesehatan, mengaju­kan klaim dan dalam tahap ve­rifikasi,” katanya. (rmol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.