Kemenag: Tidak Ada Islam Radikal

PANDEGLANG,SNOL Is­lam radikal atau radika­lisme dalam islam, sudah jelas-jelas tidak ada. Dan dalam pedoman kehidu­pan ummat muslim yaitu Alqur’an dan Hadits-pun tidak ada ayat yang men­gajarkan atau menyatakan Islam Radikal atau ajaran Radikalisme dalam Islam.
”Islam adalah aga­ma Rahmatan Lil Ala­min (rahmat bagi sekalian alam). Sampaikan ajaran islam dengan hikmah dan tata cara yang baik, arif serta bijaksana. Islam tidak mengenal istilah radikalis­me dalam ajarannya dan ti­dak ada islam radikal. Oleh karena itu, pahami kata ra­dikal secara istilahi dan lu­gotan, jangan memahami setengah-setengah karena akan menimbulkan makna atau pengertian yang ber­beda,” ungkap Dr. Nurso­mad Kamba, perwakilan Kemenag RI dalam acara Seminar Nasional ber­tema “Radikalisme Islam, Adakah? Upaya Konti­nyu Membumikan Islam Yang Rahmah” bertempat di Ponpes Nurul Arifin, Kecamatan Jiput, Kamis (26/12).
“Kata radikal harus di­pahami bahwa menggali ilmu pengetahuan sedalam-dalamnya, bukan diartikan sebagai kekerasan atau me­rusak atau ekstrim,” kata Nursomad Kamba, Kamis (26/12).
Biasanya, istilah radikal dalam islam diterapkan pada ahlul kitab, karena mereka menggali ilmu pengetahuan yang dibaca dan dimilikinya secara men­dalam. Ada dua sifat utama yang dimiliki ahlul kitab, diantaranya berfikir secara mendalam dan fanatik.
Dalam mempelajari aja­ran islam, harus melalui kajian mendalam dan penghayatan. Pahami se­cara menyeluruh, sehingga tidak salah tafsir atau salah memaknainya. Munculnya kata radikalisme islam, ha­sil kampanye orang-orang yang ingin menghancur­kan atau memecah belah citra islam serta penganut­nya. Sehingga, seolah-olah orang yang mempertah­ankan agama islam disebut sebagai gerakan radikal (dalam arti yang salah).
“Dalam ajarannya pula, Islam mengenal istilah musyawarah untuk mufak­at, perundingan, kebersa­maan, perdamaian dan lain sebagainya. Dalam seja­rah peperangan Rasulullah SAW, selalu mengede­pankan pola tersebut kecu­ali ketika islam diperangi,” tambahnya.
Gerakan yang menyim­pang atau kelompok yang ingin merusak agama is­lam, biasanya mendekati masyarakat atau golongan orang-orang miskin secara ekonomi, keterbatasan pengetahuan (bodoh) yang seolah-olah mengede­pankan sentuhan aqidah is­lam yang menurut mereka benar.
Ponpes salah satu tem­pat yang tepat untuk men­ciptakan generasi muslim yang kuat. Di Ponpes itu diajarkan keteladanan, pembiasaan, kedisiplinan, pendidikan dan pengaja­ran. Sehingga membentuk karakter generasi muslim itu sendiri. Berbeda dengan sekolah atau lembaga pen­didikan yang lain.
Akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Agus Nurkholish Soleh mengatakan, kalangan pe­rusak Islam, juga mende­kati golongan masyarakat yang lemah ilmu pengeta­huannya. Oleh karena itu, pengetahuan kita sebagai generasi muslim harus luas.
”Prinsipnya, mereka (kalangan perusak) akan senang ketika seseorang dalam kondisi terdesak. Baik terdesak kebutuhan ekonomi, atau terdesak karena kebodohannya dan terdesak dalam hal apapun. Dengan mudah­nya mereka akan menarik orang yang seperti itu, ser­ta menyesatkannya kepada kepentingan mereka atau golongannya saja. Selain itu, orang–orang yang se­dang kebingungan, peng­angguran serta lemah iman islamnya,” tuturnya.
“Dalam mengarungi ke­hidupan, tentu harus punya dasar dan konsisten pada relnya. Kalau tidak kon­sisten, tentu ada resikonya. Seperti sebuah kereta yang tidak konsisten pada rel­nya, maka akan celaka,” tambah Agus.
Jihad, harus dipahami dan ditafsirkan dengan sempurna, karena pe­maknaan jihad juga banyak yang disalah arti­kan. (mardiana/jarkasih)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.