Dishub Ingin Terapkan Sistem Parkir Berlangganan

Retribusi Parkir Banyak Bocor

TANGERANG, SNOL Guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang Dinas Perhubungan (Dishub) ingin menerapkan sistem parkir berlangganan bagi pengendara roda dua dan empat. Hal ini juga dinilai sebagai solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah bocornya retribusi parkir yang tidak mencapai target.

Kepala Dishub Kota Tangerang Ivan Yudianto mengatakan, dengan sistem parkir berlangganan ini pengendara kendaraan tidak perlu lagi membayar retribusi di parkir bahu jalan dan parkir khusus. Kecuali tempat yang dikelola swasta seperti mall. “Mekanismenya, pemilik kendaraan tinggal membayar retribusi parkir berlangganan saat memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Samsat. Parkir berlangganan ini berlaku selama satu tahun. Bagi masyarakat yang sudah berlangganan, kendaraannya akan ditandai dengan stiker khusus,” katanya, Rabu (7/11).

Menurut Ivan, sistem ini juga dinilai bisa meningkatkan PAD yang selama ini tidak pernah mencapai target karena terjadinya kebocoran saat pemungutan retribusi parkir di lapangan. “Biasanya tiap tahun PAD dari retribusi parkir hanya Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar, itu juga susah payah, karena banyakanya kebocoran.

Selain itu juga banyak tempat parkir yang dikelola atau dikuasai sendiri oleh masyarakat setempat, sehingga banyak potensi yang tidak bisa digarap,” kata Ivan. Ivan menjelaskan, berdasarkan data tahun ini, di Kota Tangerang ada 1,1 juta unit motor dan 177 ribu unit mobil. Sementara jika retribusi parkir berlangganan yang dikenakan kepada masyarakat Rp 5 ribu per motor dan Rp 25 ribu per mobil, potensi PAD yang bisa tercapai per tahun bisa mencapai Rp 50 miliar.

“Sistem ini sudah dipakai di daerah Jawa Timur, dan terbukti efektif meningkatkan PAD. Sistem kita ajukan untuk ditetapkan dalam Perda No 15/2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, saat ini perdanya sedang direvisi DPRD,” katanya. Sementara bagi masyarakat luar Kota Tangerang atau yang tidak memiliki stiker khusus, tetap akan dikenakan tarif biasa setiap parkir. Namun agar tidak terjadi kebocoran, pihaknya akan memberdayakan juru parkir (jukir) resmi. “Saat ini sudah ada 200 jukir resmi. kedepan kita akan rekrut lebih banyak, kemungkinan bisa 500 jukir. Mereka akan digaji sesuai UMR (upah minimum regional), agar tidak terjadi kebocoran pemungutan retribusi,” katanya. (kiki/made)

Rp 6,2 M untuk Andi dan Anas

Sidang Perdana Hambalang

JAKARTA, SNOL Kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang memasuki babak baru. Salah seorang tersangkanya, Dedy Kusdinar, kemarin (7/11) mulai disidangkan. Dalam dakwaan, terungkap aliran proyek tersebut turut dinikmati Anas Urbaningrum.

Dakwaan mantan Kabiro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu ke­marin (7/11) dibaca bergantian oleh empat jaksa KPK. Peran Anas dalam proyek mul­tiyears begitu terlihat.

Salah satunya memerintahkan Ignatius Mulyono selaku anggota komisi II DPR dari Fraksi Par­tai Demokrat untuk mengurus hak pakai tanah proyek Ham­balang. Dia meminta Ignatius karena komisi II merupakan mitra kerja Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ternyata ada uang sebesar Rp 3 miliar yang diserahkan kepada Joyo Wi­noto semasa menjadi kepala BPN untuk pengurusan hak pakai tersebut.

Aliran dana yang bermuara ke Anas juga gamblang disebutkan dalam dakwaan. Jaksa I Kadek Wiradana yang membacakan dakwaan mengatakan, untuk memangkan lelang pekerjaan fisik pembangunan proyek Hambalang, PT Adhi Karya te­lah memberikan uang sebesar Rp 14,601 miliar ke sejumlah nama. “Uang itu salah satunya bersumber dari PT Wika sebesar Rp 6,925 milar,” ujar Kadek.

Dana tersebut mengalir ke sejumlah orang. Khusus untuk Anas ada uang Rp 2,2 miliar. “Untuk membantu pencalo­nan sebagai ketua umum da­lam Kongres Partai Demokrat pada 2010,” ujarnya.

Rincian pemberian uang itu juga dipaparkan dalam dak­waan. Yakni pada 19 April 2010, 19 Mei 2010, 1 Juni 2010, dan 18 Juni 2010. Pada periode itu uang yang diserah­kan pada Anas masing-masing berjumlah Rp 500 juta. Selain itu ada juga penyerahan pada 6 Desember sebesar Rp 10 juta.

Dana tersebut diberikan Teuku Bagus Mokhamad Noor (Direktur Operasional Adhi Karya) melalui Munadi Her­lambang, Indradjaja Manopol, dan Ketut Darmawan. “Pem­berian dana itu atas permint­aan Muchayat,” papar jaksa. Nama itu merupakan mantan deputi di Kementerian BUMN yang juga ayah Munadi.

Jika dakwaan itu benar berar­ti bukan hanya pemberian Toy­ota Harrier yang bisa menjerat Anas sebagai tersangka kasus Hambalang. Artinya Anas pun harus konsekuen dengan ucapannya siap digantung di Monas jika terbukti menerima uang dari proyek Hambalang.

Dalam dakwaan, selain un­tuk Anas, “harta karun” Bukit Hambalang juga dinikmati se­jumlah orang lain. Andi Mal­larangeng melalui Andi Zulkar­nain Anwar (Choel), Wafid Muharam, Mahyudin, Teuku Bagus Mokhamad Noor, Mach­fud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati Isa, Anggraheni Dewi Kusumas­tuti, dan Adirusman Dault.

Jaksa juga menyebut­kan akibat perbuatan Dedy memperkaya korporasi. Di­antaranya PT Yodya Karya (YK), PT Matephora Solusi Global (MSG), PT Malmass Mitra Teknik, PD Laborato­rium Teknik Sipil Geoinves, Konsultan Ir Imanulah Aziz, PT Ciriajasa Cipta Mandiri (CCM), PT Global Daya Manunggal (GDM), PT Aria Lingga Perkasa (ALP), PT Dutasari Cipta Laras (DCL), KSO Adhi-Wika, dan 32 Sub­kontraktor KSO Adhi-Wika.

Dedy yang bertindak seba­gai pejabat pembuat komit­men (PPK) dianggap bersama sejumlah orang melakukan pengaturan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Yakni pengadaan jasa kon­sultan perencana, pengadaan jasa konsultan manajemen konstruksi, pengadaan jasa konstruksi pembangunan lan­jutan P3SON Hambalang.

Setelah pembacaan dakwaan, Dedy sempat berkonsultasi den­gan tim kuasa hukumnya. Kemu­dian dia memutuskan menerima dakwaan tersebut tanpa menga­jukan nota keberatan (eksepsi).

Kuasa Rudy Alfonso men­gatakan, kliennya tidak me­nempuh eksepsi karena ingin langsung proses pembuktian. “Kita lihat proses pembuktian dalam pengadilan bagaimana yang sebenarnya terjadi da­lam perkara ini,” ujar Rudy.

Menurut dia jika dalam perjalanannya ada hal yang dianggap sebuah kesalahan di­lakukan Dedy, Rudy mengata­kan itu hal yang wajar. Sebab dia merupakan PPK tunggal di Kementerian Olahraga dan menangani banyak proyek.

Di pihak lain, wakil ketua KPK Bambang Widjojanto berharap sidang itu akan mem­buka fakta selebar-lebarnya. Menurut dia persidangan itu menjadi awal penuntasan ka­sus Hambalang. Menurut dia kasus ini masih terus bergulir sehingga tidak menutup akan ada tersangka-tersangka baru. “Nanti kan akan ada saksi dan tersangka lain yang di­hadirkan dalam persidangan. Nah semoga kasus ini makin terbuka untuk membongkar yang lebih utuh,” paparnya.

Anas membantah dakwaan atas terdakwa Dedi Kusdinar yang terkait dengan dirinya. Menurut dia, tuduhan tentang dirinya yang menyebut telah menerima Rp 2,21 miliar dari proyek Hambalang, hanya mengada-ada.

Dia menyinggung, tentang tuduhan terhadap dirinya sebe­lumnya yang menerima Rp 50 miliar dari Adhi Karya untuk biaya kongres. “Kok sekarang berkurang banyak sekali, kem­ana yang lain,” sindir Anas saat dihubungi kemarin (7/11).

Selain itu, Anas juga meny­inggung soal alasan peneta­pan dirinya sebagai tersangka sebelumnya yang berbeda den­gan tuduhan yang muncul saat ini. Saat ditetapkan tersangka pada Februari 2013, Anas dis­angka menerima gratifikasi terkait proyek Hambalang saat masih menjabat sebagai ketua Fraksi PD di DPR. “Lho, ka­tanya saya dituduh gratifikasi Harrier dari Adhikarya?” sindirnya kembali. (gun/dyn/ dim/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.