Lagi, 18 Dokter RSU Disanksi

Direktur RSU Tangsel Dinilai Arogan
PAMULANG,SNOL Makin memanas saja polemik di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pasca aksi demonstrasi. Setelah lima dokter Tenaga Ker­ja Sukarela (TKS) dipecat, sekarang sebanyak 18 dokter PNSyang diberikan Surat Peringa­tan (SP) 1 dan 2 oleh Direktur RSU Tangsel.
Kelima dokter yang dipecat tersebut terdiri dari 3 dokter spesialis dan 2 dokter umum. Yakni dr Arbikara spesialis orthopedi, dr Arief spesialis mata, dr Reza spesialis bedah
umum. Kemudian dr Devina dan dr Eli dari dokter umum.
Sedangkan untuk dokter bersta­tus PNS, ada 18 yang dikenakan SP 1 sekaligus 2. Yakni dr Daniel, dr Arief, dr Imbar, dr Hadianti, dr Sari, dr Arum, dr Veliconeni, dr Hamdan, dr Dani, dr Syerli, dr Wahyudi, dr Herlina, dr Vemina, dr Poppy, dr Ratna, dr Desy, dr Taufik, dan dr Wahyuningtias.
Ketua Komite Medik RSU Kota Tangsel dr Daniel Richard, Sp. OG mendesak agar lima dok­ter yang dipecat dipekerjakan kembali dan dijadikan sebagai pegawai tetap. “Ini merupakan arogansi dan sebagai tindakan pencemaran nama baik kami se­bagai dokter RSU Tangsel. Kami berharap ada tangung jawab agar mempekerjakan kelima doter yang dipecat dan menempatkan sebagai pegawai tetap,” ujarnya kepada wartawan dalam jumpa pers, Selasa (24/9).
Para dokter RSU juga menye­salkan tindakan pemberian sank­si SP kepada 18 dokter. Langkah tersebut dinilai telah menyalahi aturan manajemen rumah sakit. “Semestinya harus ada komu­nikasi sebelumnya bila mau melakukan SP, jangan langsung melayangkan surat melalaui kiri­man pos,” tegasnya.
Dr Daniel Richard juga me­nyatakan, dengan adanya aksi yang dilakukan sejumlah dokter RSU pada Jumat (20/9) sebagian pihak merasa ketakutan sehingga menabrak segala aturan. “Tinda­kan yang dilakukan oleh mereka (manajemen RSU) sebagai sikap kepanikan, sehingga menabrak semua aturan,” tambahnya.
Dr Daniel menerangkan sanksi pemecatan serta SP 1 dan 2 me­nyalahi ketentuan. Sebab alasan yang dikemukakan pihak rumah sakit terkesan mengada-ada. Yakni persoalan kedisplinan dan melanggar Peraturan Pemerin­tah tentang manajemen rumah sakit dan kedinasan para dokter. “Kami tidak disiplinnya dima­na? Semua kewajiban dipenuhi, pelayanan masih berjalan tidak terbengkalai,” katanya.
Daniel menilai sanksi yang diberikan kepada mereka semena-mena bahkan terkesan otoriter. Dimana para dokter langsung mendapat SP dan pemecatan tanpa lebih dulu diajak berkomunikasi.
Menurut dia, tindakan ini salah satu bentuk arogansi Direktur RSU yang seenaknya dalam memberikan sanksi. Terkait lang­kah selanjutnya, Daniel mengaku telah melaporkan hal tersebut ke Ikatan Dokter Indonesia(IDI) Banten. “Kita juga telah berko­munikasi dengan IDI Pusat terkait persoalan ini,” ungkapnya.
Kata dia, persoalan ini sudah sampai ke Jakarta dan menjadi pembicaraan di kalangan DPR-RI dan IDI Pusat. Bahkan mereka su­dah diminta untuk duduk persoalan tersebut di Komisi IX DPR-RI.
Kapan pertemuan itu? Daniel belum tahu karena masih men­gatur jadwalnya. “Saya akan be­berkan semuanya nanti di Komi­si IX DPR-RI,” terangnya.
Kepala Biro Hukum Pembi­naan dan Pembelaan Anggota IDI Banten dr Budi Suhendar SpF, DFM menyayangkan sikap Direktur RSU yang memberikan sanksi dan pemecatan terhadap para dokter yang melakukan demonstrasi. Ia menilai sanksi itu terlalu berlebihan dan perlu dikoreksi. “Saya rasa sanksi ini tidak patut, harusnya pihak RSU berkomunikasi lebih dulu bukan langsung pemecatan dan SP,” urainya.
Dirinya mengaku telah ber­temu dengan pihak RSU untuk membicarakan persoalan terse­but. Mengenai hasil pertemuan itu, Budi enggan menjelaskan.
Ia hanya mengatakan akan mempelajari persoalan terse­but. Terkait langkah IDI apakah mengambil jalur hukum, ia belum mau menjawabnya. “Nanti dulu, kita cermati kasus ini,” katanya.
Sesuai Prosedur
Penilaian berbeda diutarakan Wakil Walikota Tangsel Be­nyamin Davnie. Dia menilai pemberian sanksi SP dan peme­catan dokter TKS oleh Manaje­men RSU Tangsel sudah sesuai dengan PP Nomor 53 tahun 2010 terkait kedisiplinan pegawai. “Kita tidak melarang para dokter untuk menyampaikan aspirasin­ya, namun jangan sampai meng­gangu pelayanan publik yang ada di RSU,” ungkap Benyamin, selepas acara peninjauan lokasi penanaman pohon di ujung tol Rawa Buntu.
Dinkes Dipanggil DPRD
Di tempat terpisah, Ketua Komisi II DPRD Tangsel, Siti Chodijah, DPRD akan memang­gil Dinkes untuk melakukan pen­jelasan terhadap kasus ini. “Kita akan minta klarifikasi ke Dinkes dan juga akan panggil dokter. Terutama kami ingin melihat bentuk MoU (nota kesepakatan) yang sudah ada antara Dinas Kesehatan dengan dokter asing asal Malaysia,” terang Chadijah.
Berdasarkan laporan yang di­terimanya, terang Chadijah, dok­ter RSU Kota Tangsel mengaku bila kerjasama berbagai penge­tahuan (transfers of knowledge) bukan dengan pihak KPJ Healty­care Malaysia Group. Melaink­an dengan pihak Rumah Sakit Medika BSD di Kecamatan Ser­pong.
Chodijah menambahkan, se­jumlah dokter pendemo mengaku bahwa RS Medika BSD kini ten­gah disorot oleh Kementerian Kesehatan. Alasannya, pengelola rumah sakit swasta tersebut telah mempekerjakan tenaga dokter as­ing illegal. “Terus pasien transfers of knowledge katanya bukan asal RSU tapi dari rumah sakit Medi­ka BSD. Semua informasi kita tampung dan untuk mengetahui kebenaran makanya kami ingin lihat bentuk MoU-nya,” terang politisi asal PKS itu.
Berkaitan dengan sikap penola­kan dokter penempatan Direktur RSU Neng Ulfa yang bukan lulu­san sarjana kedokteran. Chadijah mengaku telah lama mengetahui dan lembaga legislatif pernah menanyakan masalah itu kepada pihak eksekutif.
Pemkot Tangsel kepada Chodi­jah menjelaskan, saat ini RSU Tangsel membutuhkan sosok yang mampu mengelola pelayan­an rumah sakit lantaran hingga kini masih terus membangun. (pramita/irm/din/deddy/bnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.