Dua Pelaku Dihantui Arwah “Penasaran” Sisca
Kapolrestabes: Kompol A Tidak Terlibat
BANDUNG,SNOL Polisi hingga kini masih mendalami berbagai kemungkinan berkembangnya modus di balik kematian Franciesca Yofie (Sisca), korban pembunuhan yang tewas di Jalan Cipedes Tengah, Senin (5/8) lalu.
Tidak hanya itu, Polrestabes Bandung juga mengorek keterlibatan Kompol A, oknum polisi yang memiliki jalinan cinta terlarang dengan korban.
Kapolrestabes Bandung Komisaris Besar Polisi Sutarno mengatakan, oknum polisi tersebut merupakan perwira berpangkat Komisaris Polisi (Kompol) yang bertugas di Polda Jabar, dengan inisial A. Kini Kompol A tengah ditangani Propam Polda Jabar untuk dimintai keterangannya.
Di bagian lain, kematian Sisca dengan cara sadis tentu menimbulkan banyak spekulasi, satu di antaranya apakah benar Branch Manager di PT Verena Multi Finance itu tewas oleh dua pelaku penjambretan (kriminal murni) atau dua pelaku adalah eksekutor pembunuhan yang menjadi kaki tangan si aktor utama?
“Berdasarkan olah TKP di kamar kos Sisca di Setra Indah Utara II nomor 11, kami menemukan sejumlah barang bukti yang mengait dengan hubungan gelap Sisca dengan Kompol A. Barang bukti itu berupa sebundel surat menyurat pribadi antara Sisca dengan Kompol A,” ujar Sutarno di Aula Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, kemarin (13/8).
Namun demikian, Kompol A sedikitnya bisa bernafas lega dalam insiden tersebut. “Hubungan Sisca dengan Kompol A ini tidak ada kaitannya dengan kematian Sisca oleh dua pelaku,” terangnya.
Sutarno menerangkan, antara Sisca dan Kompol A sudah terjalin hubungan sejak kurang lebih setahun lalu. Dari salah satu surat yang ditemukan di kamar kost Sisca, surat balasan dari Kompol A bertanggal 3 Juni 2012. Menurut analisa kepolisian, Sisca dan Kompol A sudah berbalas surat sebelum surat bertanggal 3 Juni itu, padahal Kompol A sudah berkeluarga dan tinggal di Cimahi.
Sementara itu, Sutarno menjelaskan kronologis sebenarnya di lokasi kejadian dan proses tertangkapnya dua eksekutor pembunuh wanita berusia 34 tahun tersebut, beserta empat penadah handphone milik Sisca yang dibuang korban setelah melihat targetnya bersimbah darah akibat bacokan pelaku W hingga tiga kali berturut-turut ke bagian kepalanya.
Menurutnya, sesaat setelah polisi menerima laporan warga tentang adanya temuan mayat di waktu kaum muslim berbuka puasa, tim langsung melakukan olah TKP. Pada Selasa (6/8), polisi terus melalukan pendalaman dan mencari bukti-bukti. Penelusuran dilanjutkan pada keesokan harinya, Rabu (7/8) dengan memeriksa sepuluh saksi, termasuk saksi pelapor.
“Kami juga melaksanakan evaluasi terhadap kerja penyidikan dan melaporkan kejadian ini pada Kapolda Jabar (Irjen Pol Suhardi Alius) tepat pada malam takbiran itu. Pukul 20.00, kami melakukan gelar di Polda dengan Propam, dan Dit Kriminal Umum terkait adanya temuan surat peribadi Sisca dan Kompol A, dari sanalah kami memutuskan setiap langkah yang ditempuh dalam mengusut kasus ini,” terangnya.
Di saat bersamaan, terjadilah proses transaksi jual beli handphone milik Sisca yang ditemukan salah satu penadah tidak jauh dari lokasi kejadian tewasnya Sisca. “Kejadian penangkapannya malam kamis (rabu) lalu, setelah polisi mendapat informasi ada handphone jenis Blacberry yang diperjualbelikan. Setelah diselidiki, handphone itu ditemukan K, yang kemudian meminta E untuk menjualkan, transaksi jual beli terjadi di rumah D, sedangkan pembelinya adalah G. Polisi mengejar E hingga ke Garut,” ujarnya.
Penyelidikan pun berlanjut dan semakin didalami. Kata Sutarno, Sabtu (10/8), dilakukan olah TKP di lokasi ditemukannya jenazah Sisca dan rumah kos Sisca. Sebelum mengunjungi rumah kos Sisca, Sutarno mengaku sempat singgah di Mapolsek Sukajadi, tanpa disangka Sutarno mendapat laporan dari Kapolsek Sukajadi Kompol Sumi, ada pelaku (A) yang mengaku terlibat dalam kejadian pembunuhan keji tersebut.
Di bagian lain, kedua pelaku A dan W yang ikut dihadirkan dalam kesempatan tersebut mengakui seluruh perbuatannya. A yang merupakan keponakan dari W mengaku dirinya diancam W sebelum akhirnya mau menuruti aksi bejat W.
“Saya lagi makan takjil di masjid dekat rumah. Tiba-tiba diajak (W) katanya mau antar proposal pembangunan pesantrean di Cililin, tapi bukannya menunjukkan proposal, setelah di luar masjid (diajak ke gudang dekat masjid), W memperlihatkan golok yang dibawanya dan mengajak saya untuk menjambret,” akunya.
A mengaku, di tengah perjalanan motor Suzuki Satria yang dikendarainya berhenti di sebuah tempat, di situ W memberi A minuman beralkohol. Kemudian kembali melajukan motornya.
Barulah mereka melihat mobil Grand Livina Sisca yang tengah terbuka. Karena W yang punya kendali, W memberi komando pada A untuk mengitari mobil berwarna silver tersebut. Begitu melihat celah, W mengambil tas Sisca yang tergeletak di jok kanan mobilnya.
“Melihat W mengambil tas, dia (Sisca) sempat mengejar motor dan nempel di motor (memegangi W yang dibonceng dari belakang), tapi saya disuruh W untuk terus menjalankan motor. Ketika motor dijalankan terasa berat, kata W kalau berhenti nanti mati. Maneh hayang paeh? (kamu ingin mati dalam bahasa Sunda, Red,)” kata A menirukan W.
Di persimpangan jalan tepatnya di dekat lapangan Abra, kata A, motor berhenti. W turun hendak memotong rambut Sisca yang terlilit gear motornya (dengan kecepatan 70 kilometer per jam). Kemudian mereka berdua melarikan diri ke kawasan Cipedes bawah, kemudian berbelok ke Sukagalih dan Pasteur. W kemudian menyuruh A memberentikan laju motornya.
Mereka berhenti di kawasan Sukawarna, W kemudian membuang helm hitam yang dipakainya ke sebuah sungai kecil (got). “Kami kemudian berpisah, W mengajak kabur. Sebelumnya kami membuang tas korban,” akunya.
Selang dua hari dari kejadian, A lalu menyerahkan dirinya ke Mapolsek Sukajadi setelah menceritakan apa yang baru saja diperbuatnya pada keluarga dan satu temannya. Dari pengakuan A, motifnya menyerahkan diri karena merasa hidupnya tidak lagi tenang lantaran merasa selalu didatangi dan dgentayangi arwah Sisca. “Saya takut, saya merasa arwahnya selalu mendatangi saya,” akunya.
Pengakuan serupa juga diutarakan W, sang otak penjambretan. W mengakui perbuatannya mencekoki A dengan minuman beralkohol. Menurutnya, hal itu agar A lebih ‘berani’. Bahkan, W menambahkan minuman beralkohol itu dengan sejenis obat agar efek mabuknya lebih kuat.
Menurutnya, setelah peristiwa itu ia sempat melarikan diri, setelah mengambil uang tunai sebesar Rp1juta dari dalam tas Sisca, ia menyuruh A pergi dan memberikan uang sebesar Rp50ribu, sementara sepeda motornya dia bawa kabur. W lari hingga ke daerah Padalarang. W pun menghubungi istrinya, E. E dan A kembali menemui W datang dengan taksi.
“Saya lari ke Kampung Salajambe, Cianjur, Selasa-nya sempat ke Saguling (membuang barbuk lain) dan hari Minggu saya ditangkap polisi berbaju preman,” ucapnya. Alasan W membuang handphone Sisca yang berjenis IPhone pun sama dengan A, yakni merasa dihantui arwah Sisca.
Sebagai informasi, ini bukan aksi W yang pertama kali. Sebelumnya W mengaku pernah melakukan aksi penjambretan di kawasan Mochammad Toha bersama seorang rekannya, polisi kini tengah mencari keberadaannya. Selanjutnya di kawasan Pasteur, namun single fighter, dan aksi yang menewaskan Siska adalah aksi ketiganya.
Atas perbuatan para pelaku, masing-masing dikenakan pasal berbeda. A dan W dikenai pasal 365 ayat IV dan 338 tentang Pencurian Dengan Kekerasan hingga menyebabkan korbannya meninggal dunia. Sementara para penadah terbukti telah melanggar pasal pencurian dan atau penadahan, pasal 480. Dengan ancaman hukuman mati, atau 20 tahun penjara, atau seumur hidup. (jpnn)