PHRI Minta Perda Miras tak untuk Hotel dan Restoran

JAKARTA,SNOL Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta peraturan daerah (perda) tentang minuman beralkohol yang dikeluarkan oleh pemda dikecualikan untuk hotel, restoran dan bar.
Terutama untuk pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam asosiasi yang sudah berdiri 12 tahun lamanya itu.
Sikap PHRI ini diungkapkan oleh Ketua PHRI Wiryanti Sukamdani kepada JPNN di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, (10/7).
“Saya minta untuk perda miras, hotel, restoran sama bar dikecualikan. Kan tamu dia rata-rata adalah tamu luar negeri. Sama dengan kita, orang Indonesia kalau enggak ada nasi, enggak bisa. Mereka juga gitu. Minuman beralkohol itu salah satu kebutuhan mereka, mereka tidak mau datang jika tidak ada yang mereka mau,” tutur wanita yang akrab disapa Yanti itu.
Jika perda itu didasarkan pada ketakutan Pemda bahwa minuman merusak generasi muda, maka Yanti menjamin, hal itu tidak akan terjadi. Menurutnya, yang perlu ditertibkan adalah miras oplosan dan dijual di pinggir jalan secara ilegal.
Bukan minuman yang disediakan di hotel, restoran dan bar yang terjamin keamanannya. Minuman alkohol, kata dia, salah satu daya tarik turis mancanegara untuk datang ke hotel dan restoran.
“Saya yakin, sebenarnya generasi muda itu minum alkohol oplosan, yang buatan sendiri. Kalau di hotel, bar atau restoran, mana mau tamunya minum oplosan. Tamunya juga marah. Dia pasti mau dari merk yang punya nama dan punya guarantee. Yang datang minum juga bukan orang yang buat kekacauan di jalan,” sambungnya.
Yanti pun menjamin generasi muda justru tidak minum minuman beralkohol di hotel, restoran atau bar karena harga yang sangat mahal. Yanti mencontohkan satu gelas wine paling murah Rp 150 ribu. Biasanya yang membeli adalah kalangan eksekutif yang sudah memasuki usia dewasa.
Oleh karena itu, Yanti sanksi akan ada kalangan muda di bawah umur yang mampu membeli minuman bermerk mahal di hotel.
“Kami jamin di hotel, restoran dan bar di bawah PHRI aman. Itu pasti hanya untuk tamunya sendiri. Anak muda pasti enggak mampu beli, karena harganya memang mahal. 1 gelas wine itu paling murah harganya 150 ribu. Satu gelas lho, belum sebotol. Apa anak muda mau beli 150 segelas? Mikir-mikir juga. Enggak usah anak muda. Saya aja juga mikir, ini minuman mahal amat. Saya bukan peminum tapi menurut saya itu sangat mahal,” paparnya.
Untuk menjaga wisatawan mancanegara tetap berkunjung ke Indonesia, Yanti meminta pemerintah membuat peraturan yang proposioanal. Bukan merugikan. Wisatawan mancanegara yang datang dalam setahun, tuturnya, bisa menyumbang devisa untuk negara sebesar Rp 90 triliun.
Kebanyakan dari wisatawan itu pun mencari minuman beralkohol yang sudah menjadi minuman sehari-hari mereka di hotel, bar atau restoran.
“Katanya kita mau meningkatkan wisman. Tau enggak kalau wisman itu datang, mereka spendingnya 10 kali daripada wisataawan domestik kita. Jadi kalau tamu domestik cuma spend 700 ribu rata-rata, tamu asing itu spend minimal 1000 dollar atau 9 juta. 10 kali lipat. Kalau dia datang tuh segitu. Mereka kebanyakan juga pembelian minuman itu juga lebih besar karena itu kebiasaan mereka,” ujar Yanti.
Yanti menyatakan Indonesia memiliki target 9 juta wisatawan mancanegara tahun ini. Target ini lebih rendah dari Malaysia yang sudah mencapai kunjungan 24 juta wisatawan manca. Padahal Malaysia terbilang lebih banyak aturan dibanding Indonesia. Ia mengatakan hal ini karena Malaysia memiliki aturan yang proposional, sehingga turis pun selalu ingin datang.
“Di Malaysia aturannya proposional. Mau minum ada tempatnya, judi pun ada tempatnya. Yang penting aturannya dijalankan. Boleh saja buat aturan tapi yang proposional. Kalau enggak turisnya enggak mau datang. Itu kan kebutuhana hidup untuk mereka. Kalau cuma ada satu tikus di lumbung, masa lumbungnya mau dibakar,” tegas Yanti. (flo/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.