Terdakwa Kasus Korupsi Untira Minta Mantan Rektor Diusut
SERANG, SN,SOL Salah satu terdakwa dugaan korupsi pengadaan perangkat laboratorium Untirta, Alfian, meminta penyidik tidak tebang pilih mengungkap perkara korupsi senilai Rp 49 miliar tersebut.
Terdakwa menilai banyak pihak yang diduga terlibat dan belum dilakukan penyelidikan, diantaranya mantan Rektor Untirta Rahman Abdullah.
Hal tersebut disampaikan terdakwa Alfian, melaui kuasa hukumnya dalam pledoi yang dibacakan saat sidang lanjutan kasus korupsi Untrita jilid IIyang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Serang, Senin (24/6).
“Faktanya sudah jelas, dari beberapa persidangan terungkap dua anggota panitia pengadaan yakni Bayu Sadewo menerima Rp 50 juta, saksi Munandar menerima Rp 50 juta, dan mantan Rektor Untirta Rahman Abdullah menerima USD 5.000. Meski mengembalikan, tapi itu tidak menghapus pidananya,” ungkap kuasa hukum terdakwa Alisati Sirega dalam pembelaannya, kemarin.
Selain ketiga saksi yang menerima uang, kuasa hukum terdakwa Alfian juga mengungkapkan pihak lain yang menerima uang. “Yakni panitia pemeriksa barang Komariah menerima Rp 10 juta, dan stafnya Deden Her-mawan Rp 1 juta, serta saksi Agus Muhammad Zaenal Rp 1 juta,” tambah Alisati Sirega di hadapan majelis hakim yang dipimpin Poltak Sitorus.
Dalam tuntutanya, terdakwa Alfian yang berkapasitas sebagai staf Badan Urusan Keuangan (BAUK) Untirta masuk dalam anggota panitia pengadaan dituntut 6 tahun penjara, dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara serta uang pengganti Rp 563 juta subsider dua tahun.
Alfian dinyatakan telah terbukti dakwaan primer kesatu Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atas tuntutan tersebut, kuasa hukum terdakwa mendesak Kejati juga harus mengusut para saksi yang menerima uang dari Permai Group dalam proyek pengadaan perangkat lab tahun 2010. Apalagi kliennya juga sudah mengembaikan uang senilai Rp 50 juta saat masih penyidikan di kejaksaan dan saat persidangan.
“Tapi, Alfian tetap diproses hingga saat ini di persidangan, sementara saksi lainnya yang mengaku dan menerima uang hingga saat ini tidak tahu sampai dimana prosesnya. Di sinilah ada kesan penanganan kasus korupsi ini tebang pilih,” ungkap Alisati.
Dikatakan, dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan tindak pidana sebagaimana Pasal 2 dan Pasal 3. Dalam penanganan kasus ini, semua yang terlibat harus diproses dengan hukum yang berlaku.
“Jika tidak maka penegakan hukum dalam perkara korupsi ke depannya akan menjadi preseden buruk bagi Kejati Banten. Oleh karena itu, saksi-saksi lain yang menerima uang walaupun mengembalikan jangan dibiar-kan, karena mereka juga pelaku-pelaku yang kedudukannya sama di mata hukum dengan terdakwa Alfian,” tegasnya.
Dalam sidang terpisah, terdakwa Dusep Suhendar juga mengajukan pembelaan kepada majelis hakim. Dalam pembelaannya, pengacara terdakwa Dusep meminta kepada majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan, memerintahkan jaksa untuk membebaskan terdakwa dari tahanan dan memulihkan nama baik terdakwa. Dusep sebelumnya dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. (bagas/deddy)