Kisah Diah dan Ipsan, Pensurvei Kayu yang Hilang di Hutan 21 Hari
Diah Puspasari (32) dan Ipsan Nanere (53), hilang saat melakukan survei di Kampung Selow, Distrik Muting, Merauke, Papua pada 9 Februari 2013. Kini, setelah 21 tersesat di hutan, keduanya ditemukan dengan selamat.
YULIUS SULO, Merauke
Kamis (7/3), sekitar pukul 17.00 WIT, Diah Puspasari dan Ipsan Nanere tampak duduk ber-dampingan di kursi lobi sebuah hotel berbintang di Merauke. Manager PTMerauke Rayon Jaya (MRJ) Agus Sujono dan Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol. I Gede Sumerta Jaya duduk berhadapan menemani keduanya.
“Cukup dia (Diah Puspasari) saja yang memberikan keterangan. Karena kita terus sama-sama dan tidak pernah pisah,” kata Ipsan Nanere sambil mengarahkan perhatian ke Diah Puspasari yang duduk di sampingnya. Diah Puspasari pun menjelaskan awal keduanya kehilangan jejak dari teman-teman timnya yang saat itu melakukan survei kayu di hutan Kampung Selow, Distrik Muting.
Diah menceritakan, hari itu 9 Februari sekitar pukul 08.00 WIT, timnya yang telah melakukan survei kayu di hutan sedang melakukan perjalanan pulang dengan perjanjian di tempat penjemputan. “Kita jalan bareng tapi karena saya jalannya lambat, saya persilakan teman-teman duluan dan menunggu di tikungan. Itu kan sudah standar. Mereka jalan sambil kasih tanda. Tapi saya tidak lihat,” katanya.
Waktu itu, jarak dengan teman-teman timnya itu yang berada di depan itu hanya sekitar 100 meter. Namun Diah mengaku, dirinya tidak tahu tiba-tiba yang ia rasakan suasana menjadi sepi. “Kebetulan saya bawa GPS, hanya baterainya minim dan saya arahkan ke tujuan yang dituju. Kemudian kami berdua jalannya pelan-pelan sambil arahkan ke tempat yang dituju, tapi tetap sepi dan hanya terdengar suara hutan dan burung saja,” lanjutnya.
Jika sebelumnya berdasarkan penuturannya ke Humas SAR Merauke, keduanya berada di sekitar lokasi survei hutan selama 3 hari, Diah Puspasari menjelaskan bahwa dirinya berada di lokasi survei tersebut selama seminggu. “Tanggal 17 Februari baru kami beranjak dari situ,” jelasnya.
Selama berada di lokasi survei itu, Diah mengaku hanya berputar-putar di sekitar tempat tersebut. Namun tak ada yang menemukan. Padahal tenda yang dibawanya sudah dipasang di jalan bekas jalan orang berburu, dengan harapan siapa tahu ada yang lewat dan menemukan keduanya. Tapi tetap nihil.
Diah mengatakan, agar bisa bertahan di lokasi itu, ia dan Ipsan berusaha mencari makan dengan memancing ikan, karena memang sudah membawa alat pancing. “Pada hari keenam, saya sudah lapar sekali karena belum makan. Lalu saya makan kodok,” sambungnya.
Sekitar tanggal 17 Februari, sambung Diah, keduanya mulai beranjak dari tempat tersebut dengan menyusur pinggir sungai. Lalu ketemu dengan hutan bambu. Di hutan bambu itu, keduanya memasang tenda dan tinggal selama 4 hari dengan membuat api dan memancing. “Saya bilang kita harus gunakan kali. Karena pasti ada muaranya. Dan muaranya itu menuju Merauke,” kata Ipsan Nanere memotong.
Menurut Diah Puspasari, selama dalam hutan itu, dirinya menyadari jika pasti ada yang melakukan pencarian. “Jadi saya menyadari itu dan tahu kalau ada yang cari,” terangnya.
Bagaimana dengan Ipsan Nanere? Pensiunan Kodim 1707/Merauke yang pernah menjadi anggota Kopassus dan diajarkan teknik-teknik masuk hutan ini juga mengaku kesulitan untuk keluar dari hutan. “Memang saya pernah di Koramil Muting. Kami sudah berusaha keluar dari hutan itu, tapi tidak bisa. Satu-satunya jalan untuk bisa keluar dari hutan ialah dengan menelusuri kali. Karena pasti ada muaranya,” katanya memberi alasan.
Setelah beberapa hari menyusuri pinggir kali, lanjut Diah, akhirnya bertemu dengan perkampungan. Waktu itu, ia tidak berani menyeberang sungai dan memilih menunggu sampai ada perahu warga yang lewat.
“Saya bilang ngak apa-apa biar saya putar sedikit. Lalu kita belok sedikit dan tunggu perahu itu (datang). Lalu kita pasang tenda, buat api dan bisa mancing lagi. Kemudian perahunya datang, baru kita tanya kampung apa yang di sebelah. Apa kita bisa numpang dan dijawab bisa,” katanya.
Setelah menumpang perahu itu, akhirnya pada Kamis, 27 Fabruari, ia dan Ipsan dibawa ke kampung itu yang bernama Kampung Ihalik. “Sampai di kampung Ihalik, kami langsung bertemu dengan kepala kampungnya, dan kepala kampung pun memfasilitasi kami untuk mengantarkan kami dengan menggunakan long boat kurang lebih 5 jam perjalanan hingga sampai akhirnya kami sampai di Tamuli,” kata Diah.
Sesampainya di Tamuli, Diah kemudian nge-charge Hp dan kemudian langsung menghubungi ibunya yang ada di Jogja bahwa dirinya sehat dan tidak perlu khawatir lagi.
Singkat cerita, pada 1 Maret 2013 lalu, Diah dan Ipsan yang sudah berada di sekitar Distrik Animha dan kemudian dijemput oleh aparat Kepolisian dari Polres Merauke, Tim SAR dan petugas dari kantornya. Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya tiba di Kota Merauke sekitar pukul 20.00 WIT.
Diah Puspasari mengaku dengan kejadian yang dialaminya ini tidak membuatnya trauma, karena sudah menjadi bagian dari pekerjaan dan hidup. “Alhamdulillah saya sehat, selamat ngak ada yang kurang satu apapun, hanya berat badan aja yang turun 11 kg,” ucapnya.
Saat ditanya bahwa sebagian publik Merauke masih meyangsikan jika keduanya benar-benar tersesat di hutan, Diah hanya terseyum. “Benar-benar kita tersesat,” katanya. “Saya bilang, pasti orang bilang kita dua ini sudah mati, karena kita sudah lama menghilang. Tapi nanti setelah kita keluar pasti mereka kaget,” sambung Ipsan Naneri.
Kepala PT MRJ, Agus Sujono mengaku, hilangnya kedua korban tersebut sempat membuat pihaknya khawatir. Karena secara manusiawi, dengan waktu yang cukup lama tersebut tidak bisa bertahan. Bahkan, dengan menggunakan masyarakat kampung, pihaknya sempat melakukan acara adat pada hari ke-10 setelah kedua korban tersebut dinyatakan hilang.
“Kita juga sudah membuat pos-pos untuk melakukan penyisiran. Tapi penyisirannya belum kita lakukan, kita sudah dapat informasi jika keduanya sudah ditemukan,” katanya. (**/fud/jpnn)
Pingback: Pensurvei Kayu Hilang di Hutan 21 Hari di Muting Merauke « Suprizal Tanjung's Surau