Para Kyai Tuntut Mendagri Mundur

TANGERANG, SNOL Sejumlah Organisasi Massa (Ormas) Islam Kota Serang, menuntut Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi mundur dari jabatannya. Tuntutan tersebut merupakan buntut dari Surat Edaran (SE) Kemendagri tentang larangan pemerintah daerah memberikan bantuan kepada madrasah. Surat edaran tersebut dinilai telah melukai hati umat Islam.
Tuntutan Mendagri mundur disampaikan oleh beberapa Ormas Islam Kota Serang dalam deklarasi penolakan terhadap SE Kemendagri disela-sela acara Muswarah Daerah (Musda) II Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Serang di Ponpes Almubaroq, Kamis (27/12).
Ormas Islam yang menolak surat edaran Kemendagri diantaranya, MUI Serang, Nahdlaltul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Mathlaul Anwar (MA), Al-Khairiyah, Forum Dakwah, Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Jamaatul Hufadz wal Quro, Forum Lintas Agama, Forum Madrasah Diniyah, Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Forum Umat Islam (FUI).
“Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang ikut andil dalam mencerdasakan dan membangun moralitas bangsa. Surat edaran tersebut seolah-olah pemerintah tidak mau ikut campur dalam urusan pendidikan keagamaan. Kami minta Gamawan Fauzi mundur saja,” kata Ketua Ketua Ikadi Kota Serang, KH Juhaeni M Rois.
Menurut Juhaeni, surat edaran menandakan adanya dikotomi antara pendidikan umum dan agama. Bahkan sudah menjurus ke arah diskriminasi dalam pendidikan. Sedangkan ajaran Islam menuntut untuk melawan segala bentuk diskriminasi. “Bangsa ini lahir karena perjuangan umat Islam. Dan sampai saat ini ulama melalui lembaga pendidikannya masih konsisten dalam membina umat,” ujar Juhaeni.
Di tempat yang sama, Ketua MUI Kota Serang, KH Mahmudi mengungkapkan, surat edaran Kemendagri bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 tahun 2010 tentang Perubahan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan PP Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. “Dalam tiga peraturan tersebut disebutkan, pemerintah wajib membantu pendidikan keagamaan tanpa terkecuali,” ungkap Mahmudi.
Dia menambahkan, selain menolak surat edaran Kemendagri, hasil deklarasi ormas Islam akan akan dijadikan bahan rekomendasi hasil Musda II MUI Kota Serang yang akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat, Provinsi Banten dan Pemkot Serang. “Kami meminta kepada kepala daerah untuk tidak menghiraukan surat edaran Kemendagri, artinya kepala daerah tetap membantu madrasah dan pendidikan agama. Apalagi kita sudah memiliki Perda Diniyah,” ucap Mahmudi.
Walikota Serang, Tubagus Haerul Jaman pun angkat bicara. Menurutnya, ilmu agama yang notabene basisnya di madrasah dan pesantren merupakan salah satu pilar yang membangun mental generasi bangsa. Daerah atau bangsa tidak akan kuat jika pendidikan agamanya kurang. Untuk itu, secara pribadi dirinya menolak surat edaran tersebut.
“Kalau fondasi ilmu agamanya kuat, generasi bangsa tidak akan terpengaruh dampak negatif arus globalisasi dan perbuatan tercela lainnya, seperti korupsi dan prilaku kriminal,” tutur Jaman.
Jaman menyatakan mendukung langkah ormas Islam yang menolak surat edaran Kemendagri itu. Ia juga akan berkomunikasi dengan kepala daerah lainnya terkait langkah selanjutnya dalam melakukan penolakan surat edaran.
Di Tangerang Selatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota setempat meminta kepada Kemendagri untuk mengevaluasi Surat Edaran Mendagri tersebut. Sekretaris MUI Tangsel, Abdul Rozak menuturkan, langkah yang diambil oleh Kemendagri kurang tepat, sangat diskriminatif dan melukai umat Islam. Abdul Rozak berpendapat selama ini madrasah juga memberikan kontribusi bagi pencerahan umat di Indonesia.
Lebih lanjut Abdul Rojak mengatakan, dirinya mengkhawatirkan jika Kemendagri tidak melakukan revisi terhadap aturan tersebut maka akan menyebabkan protes dari umat Islam. Sebab surat edaran itu melemahkan dan mematikan madrasah. “Surat edaran itu diskriminatif dan melukai umat Islam, jadi harus dievaluasi,” ucap Abdul Rozak, kemarin.
Walikota Tangsel, Airin Rachmi Diany menegaskan, dirinya sedang mempelajari isi surat dari Kemendagri tersebut, menyangkut apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam aturan yang tertera dalam surat edaran tersebut.
“Kita berpikir yang sekolah di madrasah maupun sekolah negeri dan swasta, itu anak-anak Tangsel yang perlu diperhatikan, bentuk perhatian tidak hanya dalam bentuk uang saja, namun dalam bentuk lainnya, jadi kita sedang mencari solusinya, itu merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan perhatian terhadap mereka,” ungkapnya.
Airin mengaku akan mengkonsultasikan surat tersebut kepada Kemendagri. “Kita akan konsultasi, namun kita akan memberikan bantuan tapi tidak melanggar surat edaran tersebut,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten belum mengambil sikap dan langkah tegas terkait dengan soal SE Mendagri tersebut karena belum menerima surat dari Mendagri itu. “Saya belum melihat suratnya seperti apa, karenanya saya belum memberikan komentar dan tanggapannya,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Banten, Muhadi.
Pemprov Banten, katanya, tidak akan mengada-ada dan berandai-andai mengenai sudah banyaknya kabupaten/kota yang secara tegas melarang dan menetang dengan adanya SE Mendagri tersebut. “Saya tidak mau bernadai-andai dulu, karena surat dari Mendagri belum kami terima,” katanya.
Bahkan, kata Muhadi, Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah belum membahas mengenai SE Mendagri yang ramai dikritisi itu. “Ibu Gubernur belum membahas atau mempertanyakan mengeni SE Mendagri,” terangnya.

Kemendagri Membantah

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluruskan mengenai informasi yang dimuat disejumlah media, terkait dengan adanya surat edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang melarang pemerintah kabupaten/kota mengucurkan APBD untuk bantuan madrasah.
Menurut Juru Bicara Kemendagri, Roydonnizar Moenek, hingga kini pihaknya tidak pernah menerbitkan surat edaran tetang larangan kepada pemerintah daerah mengugucurkan APBD untuk bantuan madrasah. “Tidak benar itu, bahwa ada surat edaran Kemendagri soal itu (larang,red),” ujar Roydonnizar Moenek pada Riau Pos (Grup JPNN), Rabu (26/12).
Memang lanjut Donny, panggilan akrab Roydonnizar Moenek, ada aturan larangan APBD mengucurkan bantuan untuk Madrasah, baik Aliyah maupun Tsanawiyah. Namun yang tidak boleh itu adalah madrasah yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag), sedangkan di luar itu dimungkinkan mendapat hibah atau bantuan sosial dari ABPD.
“Ini diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 155 dan 156, kemudian diterbitkan Permendagri nomor 39 tahun 2012 perubahan atas Permendagri nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan banuan sosial yang bersumber dari aggaran pendapatan dan belanja daerah,” terang Donny.
Dalam UU nomor 32 tahun 2004 itu, sebut Donny, dijelaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD. Sedangkan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
“Kalau di bawah Kemenag itu adalah dekosentrasi yang tentunya dibebankan ke APBN, bukan desentrasi yang menjadi tanggungjawab APBD. Jadi madrasah di bawah Kemenag adalah tanggungjawab Kemenag, tidak bisa dibebankan ke kepada daerah,” jelas Donny.
Jika tetap diberikan bantuan kepada madrasah di bawah Kemenag, tambah Donni, harus dilaporkan dan dikonsultasikan ke pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). (cr-2/app/irm/igo/yud/bnn/jpnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.