Mengenal Debus Maunglugay, Seni Tradisi Rakyat

Kesenian Debus Maunglugay dari Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, mampu menghipnotis penonton dalam setiap pementasan. Maunglugay merupakan seni yang memadukan pencak silat dengan debus dan alat musik tradisional.
Bayangkan seseorang memainkan almadad (alat khas kesenian Debus). Lalu, ujung besi yang runcing ditancapkan ke atas perutnya. Pemain lain menghampiri, dan memukul almadad dengan sebuah palu besar.
Pukulan demi pukulan yang bertubi-tubi, membuat pemain yang memegang almadad tersebut tersungkur. Dari mulutnya keluar beberapa ekor kalajengking, semacam kelelawar dan binatang lainnya. Pimpinan Group Kesenian ini, Abah Satria menghampiri pemain itu dan mulai memunguti kalajengking lalu memasukan ke dalam gelas bekas air mineral.
Begitulah atraksi awal debus Maunglugay yang dilakoni setiap kali pentas. Atraksi berikutnya, seorang seniman mengayunkan golok keseluruh tubuhnya. Mulai dari tangan, kaki, leher, perut dan bahkan lidah. Pemain lain, memperlihatkan kekuatan tubuhnya dalam menahan ketajaman golok.
Pemain lain membawa sebuah pot bunga yang berisi tanah, yang kemudian ditaburkan diatas sehelai kain. Bungkusan itu dimasukan kembali ke dalam pot. Seorang penonton yang akan menyumbangkan bibit honje berupa biji dibawa ke atas panggung dan menyerahkan kepada seorang pemain.
Biji itu lalu dimasukkan ke dalam pot yang lantas ditutup kain. Selang beberapa menit, saat kain itu dibuka di dalam pot tersebut sudah tumbuh bibit honje yang sudah berdaun.
Atraksi berikutnya, biasanya dilanjutkan oleh seorang pemain membawa sebuah balok panjang, dengan gerakan lincah dan sigap, pemain ini disertai pemain lainnya memperagakan jurus-jurus silatnya.
Diakhir jurus, ditampilkan dengan melakukan pukulan balok di atas kepala pemain lain. Balokpun terbelah menjadi dua. Patahan balok itu kemudian dipath-patahkan dengan tangan kosong.
Setelah atraksi itu selesai, seorang pemain membawa sebuah kendi, yang diperlihatkan kepada penonton bahwa kendi itu kosong. Tak berapa lama pemain mengambil sebatang lidi dan kemudian memasukannya kedalam kendi. Selang beberapa menit kemudian kendi ini pun diangkat dengan bantuan lidi.

Sejarah Kesenian Debus
Asal usul kesenian debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di daerah Banten. Terutama peyebaran Islam pada masa Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten yang masih memeluk agama selain Islam dengan cara mempertontonkan kekuatan tubuh terhadap senjata tajam atau benda keras atau yang sering kita dengar dengan sebutan Debus.
Pendapat lain mengatakan, bahwa pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672) debus dijadikan sebagai sarana untuk berjuang para masyarakat Banten untuk melawan keangkaramurkaan Belanda pada masa itu.
Debus atau Almadad diajarkan oleh seorang ulama yang banyak mengguankan ilmu Hikayat (ilmu Tarekat Qodariah), ada persamaan Debus di daerah Banten dengan debus yang tumbuh di daerah Aceh dengan sebutan Deboah.
Kemunginan besar asal kata debus juga berasal dari kata Deboah. Syech Almadad dari Aceh banyak mengajarkan ilmu Hikayat (tarekat) sehingga ilmu ini banyak tersebar di daerah Banten. Pada abad ke 16-17 M. Debus berkembang dikalangan laskar Banten. Kadang-kadang Sultan Abul Fathi Abdul Satah turut memimpin debus di kalangan prajurit Banten.
Dengan keyakinan yang kuat mereka percaya tidak ada suatu benda tajam apapun yang dapat melukai kulitnya kalau tidak dikehendaki oleh Allah SWT, kemudian permainan ini teresap pada masyarakat hingga sekarang ini. (mardiana/eman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.