Korban Pencabulan Lapor P2TP2A

SERANG,SNOL Nasib tragis dialami Bunga (bukan nama sebenarnya, red) warga Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang. Gadis berusia sembilan tahun itu menjadi korban pencabulan SP (20) yang tidak lain adalah tetangganya sendiri. Laporannya tak ditanggapi kepolisian, orang tua korban lantas mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Banten.
Sarim, orangtua Bunga menuturkan, peristiwa pencabulan terjadi sekitar awal April lalu. Ia memergoki SP keluar dari rumahnya dalam keadaan telanjang, sedangkan anaknya berada di kamar mandi. Tanpa menaruh curiga peristiwa tersebut berlalu begitu saja.
Keluarga baru merasa heran, ketika putrinya mengeluh sakit pada kemaluannya, bahkan sampai tidak bisa buang air kecil. Namun, Bunga tidak mau menceritakan penyebab dari penyakitnya itu.
“Kami baru tahu bahwa anak kami dicabuli setelah Bunga menceritakannya kepada dokter saat diperiksa di rumah sakit,” kata Sarim.
Sarim langsung melaporkan kasus ini ke Polsek Pontang. Tetapi, petugas di Mapolsek mengarahkan mereka ke Polres Serang. Polres Serang kemudian mengarahkan keluarga agar Bunga dibawa ke RSUD Serang untuk divisum.
Masih menurut Sarim, karena termasuk keluarga kurang mampu, akhirnya ia meminta bantuan kepada Lembaga Pengembangan Sumberdaya Manusia Untuk Hak Asasi Manusia (LPSDM HAM)  Banten untuk membantunya menuntaskan kasus ini pada tanggal 16 April lalu.
Bersama LPSDM HAM, Sarim mendapatkan pendampingan terhadap pengobatan bunga. Penyakitnya bisa diatasi setelah pihak RSUD Serang melakukan operasi terhadap Bunga.
“Setelah dioperasi juga kami lapor polisi, tapi tidak diproses, Polisi beralasan korbannya masih di bawah umur. Saya menginginkan pelakukan dihukum seberat-beratnya. Untuk memberikan pelajaran bagi pelaku,” kata Sarim di Kantor P2TP2A  Banten.
Sejak peristiwa pencabulan terjadi, Bunga terus murung dan tidak mau sekolah lagi. Ia juga menjadi trauma apabila melihat lelaki, apalagi yang tidak dikenalnya.
Direktur LPSDM HAM Banten, Agus Sutisna menyatakan saat menemui korban di kediamannya dia melihat kondisinya sangat parah. Bunga tidak bisa buang air kecil melalui jalan normal, kemaluannya bernanah dan urinnya keluar lewat anus.
“Setelah dioperasi ada lima butir batu. Empat sudah hancur sedangkan satu masih utuh seperti batu kali. Berdasarkan keterangan dokter, hal itu terjadi akibat ada benda keras yang dipaksakan masuk kedalam kemaluan korban,” kata Agus.
LPSDM HAM akan  terus melakukan advokasi terkait laporan keluarga korban atas pencabulan yang dilakukan SP. Karena korban masih mengalami trauma dan tekanan psikologis, maka LPSDM HAM menyarankan kepada orangtua untuk mengadukan hal ini kepada P2TP2A Banten, agar bisa dibantu terutama masalah psikologisnya. “Anak ini harus disembuhkan, dan proses hukumnya harus kita kawal,” ujar Agus.
Wakil Ketua P2TP2A Banten, Yayah Rukhiah menuturkan, langkah pertama yang akan dilakukan P2TP2A Banten adalah memulihkan trauma yang dialami korban. Untuk selanjutnya akan mengkaji kasus hukumnya, sebagai bahan untuk melakukan advokasi. “Kita akan menggunakan psikolog, dan nanti psikolog yang akan mengetahui sejauh mana trauma yang dialami anak,” tutur Yayah.
Yayah mengungkapkan, kasus kekerasan pada anak dari tahun 2008 sampai 2012 di Banten mencapai 205 kasus. Dari jumlah tersebut terbagi dua, yakni kekerasan dan pelecehan seksual. Setiap bulannya selalu ada warga yang melaporkan kasus kekerasan pada anak kepada P2TP2A. “Para orangtua harus terus waspada, pelaku kekerasan pada anak biasanya dilakukan oleh orang dekat. Jika tidak ada yang mengadvokasi biasanya kasusnya mandeg,” ungkap Yayah. (app/bnn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.