Bersalah Cemari Lingkungan, Bos Sanex Divonis Dua Tahun

TANGERANG, SNOL Ini peringatan buat pencemar lingkungan. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Selasa (8/5), menjatuhkan vonis dua tahun penjara plus denda Rp 1 miliar kepada Direktur Utama PT Power Steel Mandiri (PT Sanex Steel) Agus Santoso Tamun.
Vonis itu dikenakan atas kasus pencemaran lingkungan pabrik besi yang dikelolanya di Kawasan Industri Millenium, Bojong Pemda, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut terdakwa lima tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim I Made Suparta mengatakan, terdakwa Agus Santoso Tamun hanya terbukti dakwaan subsider, yakni adanya kelalaian dalam mengelola asap pabrik besi yang dipimpinnya. Sementara dakwaan primer, berupa kesengajaan mencemari lingkungan, dianggap tidak ada. Karena itu majelis hakim hanya memvonis dua tahun penjara.
Untuk kasus tersebut, Agus yang dianggap mencemarkan lingkungan atas aktivitas pabriknya di komplek industri Millenium, Cikupa, diganjar dengan pasal berlapis yakni pasal 98 ayat (1) jo pasal 116 ayat (1) huruf b UU No 32 tahun 2009 dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Plus dakwaan subsider, pasal 99, dan lebih subsider lagi pasal 102.
Akan tetapi, meskipun divonis dua tahun penjara, Agus tidak terima. “Apakah saudara menerima, pikir-pikir, atau mau banding? Silahkan anda berkonsultasi dengan kuasa hukum saudara,” ujar Suparta di sela-sela sidang yang dihelat di Jl. TMP Taruna Kota Tangerang tersebut.
Setelah berkonsultasi sesaat, Agus menyatakan banding atas vonis majelis hakim. Vonis itu dianggap terlalu tinggi. “Tentunya kami tidak terima, karena mestinya klien kami tidak dihukum atau dibebaskan,” ucap Gunawan Nanung, Kuasa hukum Agus Santoso Tamun.
Menurut Gunawan, kliennya tidak terbukti bersalah selama persidangan. “Tidak ada itu pencemaran, semua pabrik juga ada asapnya. Kalau dikatakan mencemari lingkungan, semuanya bisa dituntut dong? Inikan tidak,” elak Gunawan.
Lebih lanjut kata Gunawan, memang dari 10 tungku yang dimiliki PT Power Steel Mandiri, ada empat tungku yang bermasalah di bagian cerobongnya. Tapi, tegasnya, kliennya sudah berupaya menyempurnakan. “Klien kami sudah ada niat memperbaiki. Adapun pencemaran yang ada tidak dilakukan dengan sengaja,” ucapnya.
Sikap keberatan bukan hanya ada di kubu terdakwa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus tersebut juga tidak terima. “Kami juga minta banding. Karena putusan majelis hakim tidak mencerminkan keadilan. Masa’ perusak lingkungan cuma dihukum hanya dua tahun,” ucap Sukamto, anggota JPU.
Menurut Sukamto, adalah hak hakim memvonis dua tahun penjara. Jauh dari seharusnya lima tahun. Namun karena vonis terlalu ringan, selaku JPU kasus tersebut, dirinya menyatakan banding. “Hakim silahkan saja menafsirkan bahwa dakwaan primer tidak terbukti. Tapi keyakinan kami ada unsur kesengajaan, makanya kami upaya hukum lagi,” ucapnya.

Vonis Terlalu Ringan
Direktur Eksekutif Wahana Hijau Fortuna (WHF) Kabupaten Tangerang Romly Revolvere mengatakan, putusan hakim yang menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara dan kepada Agus Tamun kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Menurut Romly seharusnya hukuman yang diterima Agus lebih lama lagi karena sesuai Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 98 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
“Apa yang dilakukan Agus tersebut sangat merugikan masyarakat. Karena selain dapat merusak alam juga dampak langsungnya adalah menyebabkan penyakit ISPA serta membahayakan balita. Jadi sudah sewajarnya dihukum lebih lama lagi,” kata Romly Revolvere saat dihubungi Satelit News tadi malam.
Karenanya Romly meminta kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan banding. “Selain memenuhi rasa keadilan, yang jelas ini merupakan pembelajaran bagi pengusaha lainnya agar tidak melakukan hal yang sama,” ujar mitra strategis WALHI ini.
Kendatai demikian, Romly sangat mengapresia dengan disidangkannya kasus pencemaran lingkungan pertama di Kabupaten Tangerang ini. Dia berharap agar kasus-kasus pencemaran lainnya juga segera masuk ke meja hijau. “Saya harap ini bukan yang terakhir, karena masih banyak kasus-kasus pencemaran lingkungan di Kabupaten Tangerang yang tidak ditangani,” tandasnya. (pane/hendra/deddy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.