Jiwa Mandiri ala Padepokan Pencak Silat Macan Putih
Pencak silat merupakan seni beladiri yang mengajarkan jurus-jurus tertentu dengan tujuan mendidik serta menanamkan jiwa kemandirian bagi para anggotanya. Dan yang terpenting, pencak silat juga bukanlah digunakan untuk gagah-gagahan atau bertujuan mencelakai orang lain.
Salah satu padepokan pencak silat yang masih eksis dan terus melestarikan seni budaya leluhurnya, ialah Padepokan Macan Putih di Kampung Kadu Lawang, Kelurahan Cigadung, Kecamatan Karang Tanjung, pimpinan Abah Sukri, yang berdiri sejak puluhan tahun lamanya. Hingga saat ini, padepokan pencak silat Macan Putih sudah membina dan memiliki anggota 500 orang lebih.
Pembina Padepokan Macan Putih, Amad Haerudin mengatakan,, padepokan itu secara resmi diakui oleh pemerintah daerah pada tahun 2004 dan di SK-kan pada tahun 2007, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) dengan Nomor 431/047/SK.OK-Par/IX/2007 dan bernama Padepokan Macan Putih. “Sejak itu, kami pernah mendapatkan bantuan peralatan seperti gendang dan beberapa jenis peralatan lainnya, tapi belum pernah mendapatkan uang pembinaan,” kata Amad.
Di padepokan, anggota atau murid-murid dilatih, dididik dan dibina berbagai macam hal, selain jurus-jurus pencak silat, ilmu kebatinan juga mendalami ilmu agama, sebagai salah satu dasar atau pondasi yang harus dimiliki para pesilat dari padepokan itu. Karena, jika modal agamanya sudah kuat, kata Amad, maka akan mendidik seseorang untuk tetap rendah hati dan tidak sombong.
Padepokan yang memiliki sedikitnya enam orang pelatih ini, selalu berupaya eksis mengadakan latihan rutin setiap malam Jum’at, malam Rabu dan malam Minggu. Dimana, secara bersama-sama mereka diajari jurus-jurus silat sesuai dengan tahapan dan kemampuannya masing-masing. “Sebelum berlatih, kebiasaan kami di sini, yaitu mengadakan yasinan, marhaba terlebih dahulu, setelah itu baru latihan,” kata Amad
Padepokan Macan Putih merupakan turunan dari silat Cimande, dengan guru besarnya yaitu Abah Anwari. Jadi katanya, nama perguruannya Cimande, kalau padepokannya Macan Putih. Dengan ciri khas atau memiliki jurus gerakan macan.
Anggotanya yang sering berlatih di padepokannya mayoritas adalah anak-anak sekolah dan tidak pernah dibatasi usia. Namun demikian, untuk usia minimal yang ideal mengikuti pencak silat adalah 6 tahun. Padepokan Macam Putih juga, memadukan antara gerakan pencak silat dengan musik tradisional seperti misalnya gendang pencak, terompet, kecrek, gong dan beberapa alat musik tradisional lainnya.
“Adapun lagu-lagu yang mainkan untuk mengiringi gerakan pencak, biasanya Buah Kaung, Pered 5, Pered 7 dan banyak lagi,” ujar Amad. Sedangkan, istilah jurus-jurus yang diajarkan diantaranya, kelid, tepak dua, tepak tilu, parered dan lainnya. Dan di padepokan ini, mengajarkan sampai 21 jurus, bagi orang-orang tertentu yang masuk seleksi secara internal.
“Karena ada juga yang menggunakan 12 jurus atau 18 jurus, beda-beda sih. Dan biasanya tidak semua murid mendapatkan secara penuh jurus-jurus itu, tergantung lulus seleksi atau tidak,” imbuhnya lagi, seraya tersenyum.
Ketua padepokan macan putih Abah Sukri menyebut, selain mengajarkan seni pencak silat, di padepokannya itu juga diajarkan ilmu-ilmu kebatinan bagi orang-orang tertentu, “Tidak semua murid yang ada di sini mendapatkan kesempatan untuk belajar ilmu kebatinan itu,” tandasnya.
Sejak berdirinya padepokan macan putih, kata Abah Sukri, dia sudah melanglang buana ke berbagai tempat, seperti di Bogor, Anyer, Tangerang, Jakarta, dan beberapa daerah lainnya di luar kota, sebab untuk daerah Pandeglang dan Banten sudah terjamah semuanya. Termasuk pernah mengikuti Debus Taruna Expo 70 di Tangerang, beberapa tahun silam. “Dan Alhamdulillah, kami juga pernah ke Jepang tahun 2006, dan beberapa daerah di luar negeri lainnya,” kata Abah Sukri.
Diusianya yang sudah mulai senja, yaitu mencapai 55 tahun, Abah Sukri masih terlihat kekar dan gagah. Baginya, hal itu mungkin karena ilmu pencak silat yang selama ini digelutinya. Bahkan, Abah Sukri juga tidak memiliki penyakit khusus yang membahayakan pada dirinya.
Bapak 6 anak ini juga, menurunkan semua ilmu pencak silat yang dimilikinya kepada anak-anaknya. Karena menurutnya, keterampilan dan ilmu semacam itu, harus memiliki generasi penerus yang siap pakai dan handal. “Seni pencak silat harus tetap lestari sampai kapanpun, karena ini ilmu turun temurun yang harus tetap ada regenerasinya sampai kapanpun,” harapnya. (mardiana/made)